Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengemukakan larangan aktivitas mudik Idul Fitri 1442 Hijriyah/2021 Masehi diterapkan untuk mengurangi risiko penularan COVID-19.
"Tingginya angka penularan dan kematian masyarakat maupun tenaga kesehatan akibat wabah COVID-19 setelah beberapa kali libur panjang, khususnya setelah libur Natal dan Tahun Baru kemarin juga perlu menjadi perhatian. Kita harus lakukan langkah tegas agar hal itu tidak terulang kembali,” ujarnya saat memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Persiapan Idul Fitri 1442 Hijriah di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat.
Muhadjir mengatakan pemerintah telah memutuskan larangan aktivitas mudik lebaran mulai tanggal 6 sampai 17 Mei 2021.
Hal itu dilakukan guna menekan laju penyebaran COVID-19 yang berkontribusi pada peningkatan jumlah kasus terutama setelah masa libur panjang.
Berdasarkan keterangan Kemenko PMK secara tertulis kepada wartawan, data Satgas COVID-19, libur Idul Fitri 2020 telah mengakibatkan kenaikan rata-rata jumlah kasus harian 68-93 persen dengan penambahan kasus harian 413-559 serta jumlah kasus mingguan berkisar 2.889-3.917.
Sedangkan, persentase kematian mingguan antara 28 hingga 66 persen atau sebanyak 61 hingga 143 kasus kematian.
Muhadjir mengatakan diperlukan langkah-langkah tegas dalam menanggulangi masalah peningkatan kasus COVID-19.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat rapat mengatakan bahwa setiap kali liburan selalu ada peningkatan kasus antara 30 hingga 50 persen baik dari kasus terkonfirmasi positif maupun kasus aktif COVID-19.
Bahkan dampak dari kenaikan kasus pada masa libur Natal dan tahun baru lalu, jumlah kasus aktif COVID-19 sampai saat ini masih terus meningkat.
Disebutkan total kasus aktif COVID-19 kini berjumlah 130 ribu dengan 80 persen di antaranya tidak ke rumah sakit, sedangkan 20 persen ke rumah sakit, 5 persen masuk ruang Intensive Care Unit (ICU) dan sekitar 2 persen meninggal.
Persoalan lain, menurut Budi, kebutuhan rumah sakit dari 130 ribu kasus aktif itu mencapai 26 ribu atau sekitar 20 persen dan apabila jumlah kasus aktif meningkat lagi maka dipastikan kebutuhan rumah sakit juga akan semakin banyak.
“Di seluruh dunia kita tahu dalam minggu-minggu terakhir (kasus aktif) naik kembali. Banyak teori mengenai ini tapi saya belum berani bilang yang pasti, tapi ini karena adanya varian terbaru yang dari London. Indonesia baru masuk di bulan Januari dan sampai saat ini kita belum tahu berapa persen, tapi baiknya kita antisipasi jangan sampai kejadian di kita (jumlah kasus naik lagi),” katanya.
Guna mengantisipasi terjadinya kebocoran terhadap penerapan larangan mudik, Budi menyebut Kemenkes akan menyiapkan posko layanan kesehatan di jalur mudik.
Selain memastikan ketersediaan obat-obatan dan APD di RS, Puskesmas, dan fasilitas layanan kesehatan juga bekerja sama TNI/Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Pemerintah Daerah untuk memperkuat pengamanan hingga tingkat RT/ RW.
Kepala BNPB Doni Monardo meyakinkan apabila seandainya pemerintah membiarkan kesempatan liburan atau memberikan izin mudik, maka akan berdampak pada semakin meningkatnya angka kematian akibat COVID-19.
"Jadi keputusan Bapak Presiden melarang mudik atau pulang kampung atau apapun sebutannya itu harus kita perkuat dengan sistem manajemen dimulai dari sekarang,” kata Doni.
Ia pun menilai tepat keputusan pemerintah untuk lebih awal mengumumkan larangan mudik lebaran tahun 2021.
Kebijakan itu akan membuat masyarakat lebih siap untuk tidak mudik atau bepergian ke luar kota untuk mencegah terjadinya penyebaran COVID-19.
Baca juga: Wali Kota Cirebon segera bahas larangan mudik Lebaran
Baca juga: MUI Jabar minta warga patuh larangan mudik Lebaran 1442
Baca juga: Kemenhub siapkan pengendalian transportasi soal larangan mudik
Larangan mudik kurangi risiko COVID-19 sebut Menko PMK
Jumat, 26 Maret 2021 20:33 WIB