Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan ditutup terkoreksi, dipicu kenaikan imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat.
Rupiah ditutup menguat 18 poin atau 0,12 persen ke posisi Rp14.403 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.385.
"Pergerakan rupiah pada hari ini tidak lepas dari faktor penguatan dolar imbas dari kenaikan yield obligasi Amerika karena ekspektasi kenaikan inflasi dan juga faktor dari stimulus yang juga menjadi bagian dari upaya pemulihan ekonomi AS," kata Reseach & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin di Jakarta, Senin.
Meski demikian Nanang menilai pada pekan ini dolar AS akan cenderung mengalami koreksi seiring serangkaian data ekonomi AS seperti data penjualan ritel yang tidak begitu baik.
"Begitu pula rapat kebijakan The Fed, BoE, maupun BoJ, akan jadi fokus pekan ini. Dan khususnya untuk The Fed esok hari market paling tidak akan melihat pada hari Rabu apakah ada perubahan kebijakan. Saya menilai kebijakan suku bunga tidak akan berubah pada angka 0,25 persen," ujar Nanang.
Nanang menambahkan pelaku pasar juga akan menanti kebijakan yang akan diambil oleh Gubernur Federal Reseve (Fed) Jerome Powell dalam jangka pendek pasca Presiden AS Joe Biden telah mengeluarkan stimulus senilai 1,9 triliun dolar AS.
"Stimulus sudah dikeluarkan oleh Joe Biden. Apakah Powell akan mengambil sebuah kebijakan yang sama untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi?," kata Nanang.
Rupiah pada pagi hari dibuka menguat ke posisi Rp14.400 Rp14.390 per dolar AS hingga Rp14.418 per dolar AS.
Sementara itu kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin menunjukkan rupiah melemah Rp14.418 per dolar AS, dibandingkan posisi pada hari sebelumnya Rp14.371 per dolar AS.
Baca juga: Kurs rupiah diprediksi masih dibayangi sentimen stimulus AS
Baca juga: Kurs rupiah Senin pagi melemah 5 poin
Baca juga: Kurs rupiah akhir pekan ditutup menguat didorong stimulus fiskal AS