Denpasar, 6/4 (ANTARA) - Bali begitu "merah" saat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menggelar kongres untuk pertama kalinya di Sanur, Denpasar, Bali, pada 1998.
Tidak saja kawasan Lapangan Padanggalak yang dijadikan lokasi penampungan simpatisan PDI Perjuangan dengan ratusan tenda, hampir semua pelosok kota dan desa-desa laksana menjadi lautan merah.
Dominasi warna merah semakin kental, karena hampir di setiap banjar atau dusun serta di pinggir jalanan umum berdiri posko partai berlambang kepala banteng bermoncong putih itu.
Kehadiran ribuan posko tersebut juga dimeriahkan ratusan kelompok pawai kendaraan bermotor di jalan-jalan umum, lengkap dengan atribut yang mengibarkan warna merah.
Bali benar-benar merah. Jalanan macet. Di mana-mana yang tampak hanya jubelan "pasukan" yang mengelu-elukan Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDI Perjuangan.
Namun, itu terjadi sekitar 12 tahun lalu.
Pada kegiatan serupa untuk yang kedua kalinya pada 2005, yang juga berlangsung di Sanur, gegap gempitanya terasa mulai jauh berkurang.
Tidak banyak lagi posko yang masih berdiri, sedang pawai kendaraan bermotor di jalanan pun tinggal hanya beberapa gelintir saja.
Sekarang, pada kongres yang ketiga, nuansa penuh warna merah di Pulau Dewata itu terasa bebar-benar telah memudar. Nyaris tak ada lagi posko yang beraksesoris warna merah yang masih berdiri di pinggiran jalan atau dusun yang tersebar di Bali.
Tidak hanya itu, pawai kendaraan bermotor atau gerombolan orang yang berbusana merah juga tak lagi tampak di jalanan. Padahal, kongres kali ini (6-9 April 2010), sama seperti 12 tahun lalu, memilih lokasi yang dianggap "bertaksu" bagi PDI Perjuangan, Sanur.
Bila pada kongres 2005 masih cukup banyak diwarnai aksi unjuk rasa antara kelompok yang pro-Megawati dengan yang menentang kebijakan pimpinan PDI Perjuangan itu, sekarang aksi "pro-kontra" itu tidak terlihat lagi.
Satu-satunya aksi yang digelar di arena kongres III hingga Selasa (6/4) siang, hanya demo yang dilakukan sekelompok orang yang menamakan diri Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera).
Mereka menggelar unjuk rasa, menyampaikan aspirasi agar partai itu tetap beroposisi dengan pemerintahaan seperti saat ini dilakukan.
Koordinator Bendera, Mustor Bona Ventura mengatakan, aksi dilakukan pihaknya menyusul adanya isu telah terjadinya blok politik terkait oposisi dan koalisi di tingkat pusat.
"Kami melihat adanya penggiringan suara ke arah koalisi," katanya.
Sementara itu, Thio Setiowekti, aktivis Bendera dari Kabupaten Bandung Barat, menyatakan, harga diri dan kehormatan ditentukan dalam kongres ini, sehingga diperlukan dorongan untuk mendukung Megawati Soekarnoputri.
"PDI Perjuangan harus memiliki kehormatan dan harga diri setelah kekalahan dalam pemilihan umum dan pemilu kepala daerah. Karenanya, jangan takut menyatakan oposisi," katanya.
Ia menilai pernyataan oposisi harus segera dilakukan ketua umum terpilih dalam Kongres III PDI Perjuangan 2010, karena hal ini merupakan titik balik partai.
"Ini saat titik balik partai, yakni berbalik dari keterpurukan dan menjauh dari antek-antek nekolim dan neoliberalisme," katanya.
Dalam sejumlah yel yang dipekikkan para demonstran, pada pokoknya menolak adanya pendapat sejumlah petinggi partai yang menghendaki PDI Perjuangan harus segera melakukan koalisi dengan pemerintah yang tengah berkuasa.
"Kami menolak tegas gagasan dilakukannya koalisi dengan penguasa, melainkan harus tetap berada di jalur oposisi," ujar salah seorang demonstran saat berorasi di hadapan kerumunan temannya.
Melihat itu, isu oposisi versus koalisi tampaknya akan menjadi pembahasan yang cukup hangat dalam kongres kali ini.
Megawati sendiri mengatakan bahwa masalah oposisi atau koalisi itu akan dibahas dalam sidang-sidang komisi di arena kongres. Ada dua komisi yakni politik dan pemilu yang akan mempersoalkan itu.
Menyimak pernyataan dari Megawati seperti itu, tampaknya isu koalisi versus oposisi akan mendapat tempat tersendiri dalam kongres, sementara untuk hal yang lain, termasuk calon ketua umum yang sebelumnya sempat menghangat, tidak lagi akan menjadi sorotan yang cukup tajam.
Masalahnya, Ketua Panitia Kongres III PDIP Puan Maharani, secara tegas telah menyatakan bahwa pengusulan nama calon ketua umum sudah final.
Menurut dia, tidak ada lagi usulan untuk calon ketua umum, karena dalam konfercab dan konferda di masing-masing provinsi, semuanya mengusulkan Megawati Soekarnoputri.
"Sesuai mekanisme partai dan mengacu Surat Keputusan DPP No.435/KPTS/DPP/XI/2009 tentang Pedoman Pencalonan Ketua Umum, dilakukan melalui pelaksanaan rapat pengurus anak cabang (PAC), konfercab dan konferda," katanya.
Puan menyebutkan, dari hasil konferda di 33 DPD PDIP di Indonesia, semua mengerucut mencalonkan kembali Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDIP periode 2010-2015.
Melihat itu, lanjut dia, dalam Kongres III PDIP yang berlangsung 6-9 April 2010, tidak lagi menerima pengusulan nama-nama calon ketua umum.
"Kongres akan lebih banyak membahas sikap politik PDIP, AD/ART serta merancang program kerja partai ke depan," ucapnya didampingi Ketua PDIP Bali AA Oka Ratmadi.
Mengenai Bali yang tidak lagi "semerah" dulu, Megawati saat membuka kongres ketiga, mengatakan bahwa militansi dan loyalitas massa penduduk PDIP kini dirasakan mulai mengendur.
Dikatakan, kader partai kini tidak lagi berpikir tentang upaya yang harus ditempuh untuk kemajuan partai dan pendukungnya yang adalah wong cilik, melainkan lebih banyak yang berpikir mengenai keuntungan ekonomis yang dapat diraihnya secara sendiri-sendiri.
Mengingat itu, kongres kali ini harus lebih banyak memikirkan bagaimana upaya yang harus diambil guna lebih kemajuan partai dan bahkan kesejahteraan bangsa Indonesia ke depan, katanya menandaskan.
Melaui langkah itu, niscaya Bali dan sejumlah daerah lain di Nusantara akan kembali "memerah" di masa mendatang. *
(T.P004/T010)