Jangan bangga dulu jika suatu kali mendapat oleh-oleh didgerido, alat musik khas suku Aborigin, dari kerabat yang baru pulang dari Australia.
Boleh jadi, alat musik tiup itu merupakan hasil karya para pengrajin di Cipacing, Jatinangor, Sumedang.
Membuat kerajinan tangan merupakan mata pencarian pokok bagi sebagian besar warga Cipacing, termasuk memenuhi pesanan ribuan didgerido yang dipesan sejumlah negara.
Ayat Ruyatna, pria kelahiran 1 Desember 1969, merupakan satu di antara pengrajin yang membuat alat musik berbentuk silinder dengan panjang satu meter sampai dua meter itu. Alat itu dapat menirukan beragam suara binatang jika dimainkan oleh orang yang menguasai alat tersebut.
Dia mengatakan, alat musik ini merupakan alat musik yang unik karena tidak semua orang dapat memainkannya. Pengrajinnya pun belum tentu dapat memainkan alat musik itu.
“Saya cukup bangga dan senang karena saya pengrajin sekaligus orang yang dapat memainkan alat musik tersebut. Saya belajar hanya dalam kurun waktu seminggu dan mendengarkan berbagai macam suara binatang supaya dapat ditirukan pada saat meniupkan alat musik suku Aborgin ini,” kata Ayat.
Menurut dia, perlu ketelitian tinggi untuk membuat alat musik tersebut, karena jika ada cacat maka suara yang dihasilkan bernada tidak merdu.
Ayat mengatakan, warga di sana membuat alat itu sejak ada permintaan dari warga Australia yang memberikan contoh alat musik Aborigin itu ketika bertemu pada suatu pameran kerajinan di Bali.
“saya belajar membuat kerajinan seperti ini tidak ada belajar khusus, hanya melihat orang tua saya sehingga saya dengan sendirinya mampu membuat kerajinan seperti ini, katanya.
Ketika pembuatan alat musik itu sudah dikuasai, maka kerajinan itu menambah jenis karya yang dihasilkan warga Cipacing. Mereka selama ini telah mengerjakan beragam kerajinan sebagai sumber penghidupan, seperti topeng, patung, tombak, maupun jenis-jenis ukiran binatang.
“Dulu saya bekerja pada sebuah perusahaan. Tetapi karena bekerja sebagai buruh dengan pendapatan yang tak seberapa, saya pun memutuskan untuk mendalami kerajinan tangan ini," kata ayat.
Menurut dia, alat musik yang dihasilkannya selain dikirim ke negara asal, yakni Australia, juga sudah di ekspor ke mancanegara seperti Malaysia, India, Belanda, maupun Korea. Pada umumnya negara-negara tersebut memesan dengan jumlah besar yakni berkisar 5000-6000 buah.
Ayat mengatakan, supaya lebih cepat pengerjaan pesanan didgerdio, dia hanya menghasilkan alat musik tersebut yang masih putih, belum diberi polesan maupun corak.
"Ada pengrajin lain yang melakukannya,” katanya.
Dia mengatakan, dalam setiap kerajinan yang dihasilkan pengrajin dapat menggambarkan karakter kayu, dan itu merupakan imajinasi dari setiap para pengrajin, karena setiap pengrajin memiliki karakternya masing-masing.
“Kalau yang kita hasilkan mempunyai citra seni yang tinggi maka minat dari para pembeli pun semakin tinggi, maka dengan demikian pendapatan yang saya akan peroleh pun semakin banyak,” katanya.
Kerajinan ini membutuhkan jenis kayu khusus, seperti kayu jati dan suren. Di negara asalnya menggunakan kayu ekaliptus yakni kayu yang tengahnya sudah bolong secara alami.
“Karena kayu dari negara asalnya susah ditemui di Indonesia maka kami menggunakan kayu jati maupun Suren. Kami pun tidak asal membeli kayu yang dibutuhkan. Kami membeli kayu yang bersertifikat, karena kami tidak mau terkena masalah dari kayu yang tidak sah,” kata dia.
joean hendryadi
ALAT MUSIK ABORIGIN RASA SUMEDANG
Senin, 8 Maret 2010 10:16 WIB