Jakarta (ANTARA) - Terdapat beberapa berita hukum kemarin (Senin, 2/11) yang menjadi perhatian pembaca dan masih menarik untuk dibaca, mulai perkembangan kasus penembakan pendeta di Papua hingga seputar persidangan kasus Djoko Tjandra.
Berikut sejumlah berita hukum kemarin yang masih menarik untuk dibaca hari ini
1. Polisi belum pastikan pelaku penembakan Pendeta Yeremias di Hipadipa
Kepala Polda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Paulus Waterpauw, mengakui belum bisa mengetahui siapa pelaku penembakan dan penganiayaan yang menewaskan Pdt. Yeremias Zanambani di Hipadipa.
Sampai saat ini kami masih menyatakan pelaku yang menembak serta menganiaya Pdt Yeremia hingga meninggal sebagai orang tak dikenal (OTK) dan anggota masih melakukan penyelidikan.
Selengkapnya di sini
2. Komnas HAM nilai ada pengaburan peristiwa kematian Pendeta Yeremia
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai terdapat upaya pengaburan fakta-fakta peristiwa kematian Pendeta Yeremia Zanambani pada 19 September 2020, setelah melakukan penyelidikan di lapangan.
"Terdapat upaya mengalihkan/mengaburkan fakta-fakta peristiwa penembakan di TKP berupa sudut dan arah tembakan yang tidak beraturan yang dibuktikan dengan banyak titik lubang tembakan dengan diameter yang beragam," ujar anggota Komnas HAM bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Mohammad Choirul Anam, dalam konferensi daring di Jakarta, Senin.
Selengkapnya di sini
3. Penanam ganja di rumah ajukan gugatan UU Narkotika ke MK
Penanam ganja di rumah bernama Ardian Aldiano mengajukan Pengujian UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika mempersoalkan frasa pohon dalam penjelasan undang-undang tersebut.
Kuasa hukum pemohon Singgih Tomi Gumilang dalam sidang perdana secara daring di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, mendalilkan frasa pohon dalam Penjelasan Pasal 111 dan Penjelasan Pasal 114 tidak dimaknai sehingga dapat menimbulkan disparitas hukum.
Selengkapnya di sini
4. Djoko Tjandra didakwa suap jaksa dan dua perwira tinggi polisi hingga Rp15 miliar
Terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah 500 ribu dolar Singapura, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri ,Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, sejumlah 200.000 dolar Singapura dan 270 dolar Amerika Serikat serta mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, senilai 150.000 dolar AS.
Artinya total suap yang diberikan Djoko Tjandra untuk ketiga aparat hukum negara itu adalah 920.000 dolar AS (sekitar Rp13,42 miliar) dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,144 miliar) yaitu mencapai sekitar Rp15,567 miliar dengan tujuan agar ketiganya mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung dan menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
Selengkapnya di sini
5. Irjen Napoleon sebut minta uang suap untuk "petinggi kita"
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte, disebut meminta uang suap dari Joko Tjandra untuk diberikan ke "petinggi kita".
"Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan: Ini apaan nich segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 ji soalnya khan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya khan beliau dan berkata 'petinggi kita ini'," kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung, Zulkipli, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Selengkapnya di sini