Depok (ANTARA) - Tim Ahli Policy Brief Bidang Ekonomi di bawah naungan Direktorat Inovasi dan Science Techno Park Universitas Indonesia (DISTP UI) merumuskan sebuah policy brief dengan tajuk “Kebijakan Ekonomi di Tengah Pandemi COVID-19: Selamatkan Nyawa, Minimalisasi Resesi.”
"Rekomendasi yang diberikan adalah agar pemerintah dapat membagi fokus penanganan pandemi COVID-19 dari sisi ekonomi menjadi dua periode utama yaitu periode jangka pendek dan mendesak (emergency response: disaster relief process, lives first) dan periode jangka menengah (minimize recession)," kata Rektor UI Prof Ari Kuncoro dalam keterangan tertulisnya, Selasa.
Menurut dia pada periode jangka pendek dan mendesak, pemerintah harus fokus pada upaya menekan korban jiwa dari wabah COVID-19 dengan penekanan pada stimulus sektor kesehatan dan bantuan kesejahteraan bagi rakyat yang terdampak. Ada dua pihak yang perlu mendapat perhatian pemerintah yakni pekerja atau rumah tangga dan perusahaan atau industri.
Baca juga: UI rumuskan kebijakan hukum dan regulasi untuk tangani pandemi COVID-19
Pemerintah perlu mempertimbangkan penyediaan kebijakan asuransi sosial untuk kelompok yang paling rentan atau untuk semua masyarakat. Pilihan kebijakan yang bisa dilakukan adalah menggunakan program yang telah dimiliki sebelumnya seperti Bantuan Program Pangan Non-Tunai, atau memberikan transfer uang tanpa syarat.
Dalam hal ini, katanya, bauran kebijakan distribusi bantuan perlu dipertimbangkan untuk mempercepat proses dan kualitas disbursement, termasuk pelibatan e-wallet, pengiriman berbasis komunitas, dan penggabungan NIK antar-database.
Selanjutnya Tim Ahli UI juga merekomendasikan bahwa kelompok kelas menengah yang vulnerable perlu mendapat perhatian khusus setelah kelompok paling rentan karena akan mulai terdampak jika pandemi terjadi semakin panjang.
Ia mengatakan pemerintah juga direkomendasikan untuk memberikan perhatian khusus kepada industri yang memiliki kesulitan untuk membayar kredit/cicilan khususnya UMKM dan industri yang terkena dampak paling besar dari tidak berjalannya perekonomian.
Baca juga: Studi Sosial: 92,8 persen dukung karantina wilayah
Pada sektor perbankan juga akan menghadapi masalah likuiditas dan kredit macet. Bank Sentral bisa membeli surat utang pemerintah yang dapat menurunkan suku bunga.
Di samping itu, likuiditas dari lembaga keuangan non-perbankan, terutama asuransi dan dana pensiun perlu juga mendapatkan perhatian. Pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi, misalnya tekanan likuiditas dari sisi dana pensiun sebagai akibat dari penarikan JHT para pekerja yang mengalami PHK.
Lebih lanjut katanya rekomendasi berikutnya adalah pemerintah diharapkan dapat memberikan tekanan yang cukup kepada para lembaga donor internasional untuk membuka berbagai keran pembiayaan, baik yang bersifat normal maupun mendesak.
Salah satu hal penting terkait debt sustainability ini adalah pemerintah dapat melakukan negosiasi untuk mendapatkan fleksibilitas, baik dari sisi pencairan pendanaan maupun skema pengembalian. Selain itu, pemerintah juga dapat merelokasi anggaran yang sebelumnya dipersiapkan untuk pembangunan ibukota negara yang akan memakan biaya yang sangat besar.
Pada kebijakan jangka menengah, Tim Ahli UI merekomendasikan agar fokus pada proses meminimalkan resesi pascapandemi ketika perekonomian mengalami double hit dari dalam dan luar negeri, tidak hanya di sisi fiskal.
"Dalam proses pemulihan jangka menengah, fokus kebijakan ada pada pengurangan tekanan dari sisi penawaran. Sejumlah usulan kebijakan jangka menengah di antaranya, memastikan dunia usaha untuk langsung beroperasi, menjaga kesinambungan sektor logistik dan mendorong kemandirian industri alat kesehatan menjadi kunci," jelas rektor.
Baca juga: Gubes UI sebut komorbiditas karena polusi udara perparah pasien COVID-19
Selanjutnya, menjaga kesinambungan sektor pangan, makanan dan minuman. Sektor pangan juga memerlukan perhatian dengan semakin terbatasnya jumlah yang diperdagangkan dalan perdagangan internasional terutama beras. Dengan turunnya permintaan, harga akan cenderung turun di bawah biaya produksi, untuk itu, pemerintah harus mensubsidi biaya input atau melakukan mekanisme harga batas bawah atau masuk ke pasar untuk melakukan pembelian.
Kemudian, pemerintah mampu memastikan terciptanya penguatan industri dalam negeri terutama industri alat kesehatan sebagai antisipasi merebaknya pandemi di masa yang akan datang. Jika kebijakan dari sisi penawaran telah diambil maka fokus kebijakan jangka menengah selanjutnya yang dapat diambil oleh pemerintah adalah upaya-upaya pemulihan agregate demand. Penghapusan pajak seperti PPN dan PPh setelah pandemi akan membantu mendorong permintaan.
Selain itu, pemerintah harus memberi stimulus kepada rumah tangga untuk mengonsumsi barang manufaktur, dan sektor jasa seperti restoran, hotel dan pariwisata serta angkutan dan penerbangan. Fleksibilitas atas batas defisit sangat perlu dipertimbangkan kembali mengingat paket kebijakan memberi beban yang lebih besar kepada anggaran pemerintah. Terakhir, suku bunga dan inflasi rendah merupakan prasyarat pemulihan ekonomi di jangka menengah dan panjang.
Wakil Rektor bidang Riset dan Inovasi Prof Abdul Haris menambahkan bahwa policy brief ini akan diberikan kepada pemerintah dan diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam menghadapi pandemi COVID-19 dan menjaga keseimbangan antara keselamatan, kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, tanpa memprioritaskan antara satu dengan lainnya.
Baca juga: UI usul terbitkan Perpres penanganan kedaruratan kesehatan pandemi COVID-19