Bandung (ANTARA) - Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil atau Emil mengimbau masyarakat di daerahnya tidak menolak pemakaman jenazah terjangkit virus corona atau COVID-19 di lingkungannya, karena segala prosesnya diyakini aman dan tidak akan menimbulkan persoalan.
"Saya mendengar ada beberapa berita di mana pemakaman pasien-pasien COVID-19 ini ditolak masyarakat dengan alasan takut virusnya menular. Itu (virus menular) tidak benar," kata Kang Emil dalam siaran persnya di Bandung, Jumat.
Orang nomor satu di Pemprov Jabar ini memastikan, perlakuan jenazah COVID-19 di daerahnya sampai proses pemakamannya sesuai protokol kesehatan yang dianjurkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Virus itu mati pada saat inangnya mati atau jenazahnya meninggal dunia. Itu artinya virusnya ikut mati. Rumah sakit sudah melakukan prosedur yang disarankan oleh WHO, sehingga sudah sangat-sangat aman," katanya.
Baca juga: Kota Bandung siapkan lahan permakaman untuk jenazah pasien COVID-19
Kang Emil mengajak masyarakat berempati kepada keluarga korban COVID-19, dan tidak memberikan stigma yang akan memperdalam luka serta kesedihan. Dengan begitu, penolakan pemakaman jenazah COVID-19 tidak akan terulang.
"Kita harus punya rasa yang toleran, dan jangan menambah luka dengan stigma. Mereka sudah kehilangan, mereka butuh dukungan, butuh dikuatkan. Mari kedepankan rasa kemanusiaan, dengan merasakan apa yang orang lain rasakan," ujarnya.
Prinsip utama pemulasaran jenazah COVID-19 di Jabar adalah menghormati jenazah, dan melindungi diri serta lingkungan dari infeksi. Dari prinsip tersebut, Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar menetapkan ketentuan umum pemulasaran jenazah infeksius, khususnya jenazah COVID-19.
Baca juga: Aa Gym ajak masyarakat muliakan jenazah terpapar COVID-19
Pertama, memastikan jenazah sudah didiamkan selama lebih dari dua jam sebelum dilakukan perawatan jenazah. Kemudian, menerapkan kewaspadaan standar yakni memperlakukan semua jenis cairan dan jaringan tubuh jenazah sebagai bahan yang menular dengan cara menghindari kontak langsung.
"Tidak mengabaikan etika, budaya, dan agama yang dianut jenazah. Lalu, semua lubang-lubang tubuh ditutup dengan kasa absorben dan diplester kedap air. Petugas harus memastikan badan jenazah bersih dan kering," kata Kepala Dinkes Jabar Berli Hamdani.
Petugas maupun keluarga jenazah yang ikut mengurus jenazah harus mengikuti prosedur, seperti menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Menurut Berli, hal itu dilakukan guna mencegah penularan.
"Setelah dimandikan dan dikafani atau diberi pakaian, jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik dan diikat rapat," ucapnya.
Baca juga: Din Syamsuddin: Jenazah COVID-19 bukan azab jadi jangan ditolak
"Jika diperlukan pemetian, maka peti jenazah ditutup rapat. Pinggiran peti disegel dan dipaku atau disekrup sebanyak 4 sampai 6 titik. Peti jenazah yang terbuat dari kayu harus kuat, rapat, dan ketebalan peti minimal 3 centimeter," tambahnya.
Desinfeksi lingkungan pun akan dilakukan sebagai upaya pencegahan penularan. Alat medis, tempat persemayaman, sampai ambulans yang digunakan mengantar jenazah ke rumah duka dan makam akan disemprot desinfektan.
"Sesudah proses pemakaman selesai, keluarga dan pelayat harus menerapkan protokol kedatangan sampai di rumah, seperti mencuci tangan sesuai prosedur WHO, segera mandi, dan tidak menyentuh barang apapun di rumah," ujarnya.
"Semua prosedur dibuat untuk menghormati jenazah, keluarga jenazah, serta melindungi diri dan lingkungan dari penularan," katanya.
Baca juga: Tokoh agama pastikan perlakukan jenazah pasien COVID-19 dengan hormat