Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyatakan bahwa pemilih dari basis Nahdlatul Ulama (NU) menjadi penentu kemenangan pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, pada Pemilu 2019.
"Suka tidak suka itulah yang terjadi. Pemilih kaum nadliyin yang jumlahnya mayoritas menjadi penentu kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin," kata Burhanuddin Muhtadi pada diskusi Populisme dalam Demokrasi Elektoral 2019 di Jakarta, Rabu (29/5).
Menurut Burhan, basis massa NU tersebar di sebagian wilayah Indonesia, yakni daerah-daerah yang penduduknya masyoritas muslim, terutama di Pulau Jawa.
Karena itu, kata dia, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin meraih kemenangan telak di Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Apalagi kedua provinsi tersebut adalah daerah padat penduduk," katanya.
Sedangkan di Jawa Barat, yakni provinsi yang berpenduduk paling padat di Indonesia, menurut dia, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meskipun belum menang, tapi berhasil memperkecil kekalahan dibandingkan dengan Pemilu Presiden 2014.
"Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, di dua provinsi 'gemuk' Jawa Tengah dan Jawa Timur, menjadi penentu kemenangannya pada Pemilu Presiden 2019," katanya.
Burhan juga menjelaskan berdasarkan data exit poll yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada Pemilu 2019, menyimpulkan sebanyak 56 persen warga NU memilih Jokowi-Ma'ruf Amin. "Meningkatnya soliditas warga NU dalam memilih Jokowi, karena capres petahana ini menggandeng Rais Am PBNU, KH Ma'ruf Amin, sebagai cawapres," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Burhan menjelaskan pada Pemilu Presiden 2019 ini, sesungguhnya kedua pasangan capres-cawapres menyuarakan isu populisme agama dan aliran.
Karena itu, kata dia, sepanjang kampanye selama tujuh bulan, maka semakin menyuburkan politik identitas, yang membuat masyarakat yang mayoritas muslim menjadi terpolarisasi. "Hal ini berdampak para pemilih kedua pasangan capres-cawapres semain mengerucut dan mengkristal," katanya.
Menurut Burhan, mayoritas pemilih NU memilih Jokowi-Ma'ruf Amin, sedangkan mayoritas pemilih Muhammadiyah memilih Prabowo-Sandiaga. "Keuntungan bagi Jokowi, karena warga NU adalah mayoritas, yakni sekitar 60 persen dari jumlah penduduk muslim Indonesia," katanya.
Hal lain yang menjadi penentu kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, menurut dia, adalah pemilih non-muslim di Bali, NTT, serta kawasan timur Indonesia lainnya.
Baca juga: 40 kepala negara telah sampaikan selamat ke Presiden Jokowi
Baca juga: Ada penggerakan pegawai BUMN dan ASN untuk paslon 01? Ini tanggapan Moeldoko
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Suka tidak suka itulah yang terjadi. Pemilih kaum nadliyin yang jumlahnya mayoritas menjadi penentu kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin," kata Burhanuddin Muhtadi pada diskusi Populisme dalam Demokrasi Elektoral 2019 di Jakarta, Rabu (29/5).
Menurut Burhan, basis massa NU tersebar di sebagian wilayah Indonesia, yakni daerah-daerah yang penduduknya masyoritas muslim, terutama di Pulau Jawa.
Karena itu, kata dia, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin meraih kemenangan telak di Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Apalagi kedua provinsi tersebut adalah daerah padat penduduk," katanya.
Sedangkan di Jawa Barat, yakni provinsi yang berpenduduk paling padat di Indonesia, menurut dia, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meskipun belum menang, tapi berhasil memperkecil kekalahan dibandingkan dengan Pemilu Presiden 2014.
"Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, di dua provinsi 'gemuk' Jawa Tengah dan Jawa Timur, menjadi penentu kemenangannya pada Pemilu Presiden 2019," katanya.
Burhan juga menjelaskan berdasarkan data exit poll yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada Pemilu 2019, menyimpulkan sebanyak 56 persen warga NU memilih Jokowi-Ma'ruf Amin. "Meningkatnya soliditas warga NU dalam memilih Jokowi, karena capres petahana ini menggandeng Rais Am PBNU, KH Ma'ruf Amin, sebagai cawapres," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Burhan menjelaskan pada Pemilu Presiden 2019 ini, sesungguhnya kedua pasangan capres-cawapres menyuarakan isu populisme agama dan aliran.
Karena itu, kata dia, sepanjang kampanye selama tujuh bulan, maka semakin menyuburkan politik identitas, yang membuat masyarakat yang mayoritas muslim menjadi terpolarisasi. "Hal ini berdampak para pemilih kedua pasangan capres-cawapres semain mengerucut dan mengkristal," katanya.
Menurut Burhan, mayoritas pemilih NU memilih Jokowi-Ma'ruf Amin, sedangkan mayoritas pemilih Muhammadiyah memilih Prabowo-Sandiaga. "Keuntungan bagi Jokowi, karena warga NU adalah mayoritas, yakni sekitar 60 persen dari jumlah penduduk muslim Indonesia," katanya.
Hal lain yang menjadi penentu kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, menurut dia, adalah pemilih non-muslim di Bali, NTT, serta kawasan timur Indonesia lainnya.
Baca juga: 40 kepala negara telah sampaikan selamat ke Presiden Jokowi
Baca juga: Ada penggerakan pegawai BUMN dan ASN untuk paslon 01? Ini tanggapan Moeldoko
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019