Terdakwa perkara suap izin proyek pembangunan Kawasan Terpadu Meikarta yang juga Bupati Bekasi non aktif Neneng Hassanah Yasin mengaku hanya menerima Rp10 miliar dari Lippo yang sebelumnya menjanjikannya memberi Rp20 miliar.
Dalam lanjutan sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Neneng awalnya diminta keterangan terkait awal mula Lippo mengajukan perizinan proyek pembangunan terpadu Meikarta.
"Meikarta ini adalah proyek Lippo. Saya tahu saat itu PT Lippo minta IPPT (izin peruntukan penggunaan tanah)," kata Neneng dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu.
Neneng mengaku pengajuan IPPT seluas 400 hektar diterima dari EY Taufik. Saat itu Taufik menjabat sebagai Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi.
"EY Taufik datang dan bilang mau memberikan Rp20 miliar untuk 400 hektare. Saya bilang 'jalanin saja'. Rp20 miliar itu untuk IPPT," katanya.
Saat itu Taufik mengatakan akan ada pihak dari Lippo yang meminta bertemu dengan Neneng. Utusan Lippo tersebut yakni Satriadi dan Edi Soesianto. Kemudian Neneng bersedia untuk bertemu dengan kedua orang tersebut.
"Waktu itu pak Edi Soes memohon IPPT. Saat itu nggak bicara uang. Saya bilang ya silakan saja diurus," kata Neneng.
"Ada bicara uang atau tidak? Menawarakan atau bagaimana?," tanya jaksa KPK.
"Bicara uang hanya dengan EY Taufik. Yang menyampaikan pemberian Rp20 miliar EY Taufik," kata Neneng.
Setelah IPPT tahap awal terbit, Neneng bertemu kembali dengan EY Taufik dan dalam pertemuan itu Neneng menanyakan kepada Taufik terkait janji Rp20 miliar dari Lippo.
"Ya karena memang EY Taufik yang bilang (ada janji Rp20 miliar), kenapa enggak," kata Neneng.
Setelah itu Neneng mengaku hanya setengah dari janji tersebut yang terealisasi yakni Rp10 miliar. Ia mengatakan pemberian tersebut diberikan secara bertahap.
"Saya sebetulnya tidak tahu, saya tidak paksakan itu. Saya cuma terima Rp10 miliar. Penyerahannya bertahap," kata Neneng.
Selain Neneng, jajaran Pemkab Bekasi yang terseret kasus tersebut dan menjadi terdakwa yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat Maju Banjarnahor, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.
Baca juga: Liburan ke Thailand, 20 anggota DPRD Bekasi bersaksi di Sidang Meikarta
Baca juga: Sedang hamil, terdakwa Neneng Yasin minta izin berobat ke hakim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Dalam lanjutan sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Neneng awalnya diminta keterangan terkait awal mula Lippo mengajukan perizinan proyek pembangunan terpadu Meikarta.
"Meikarta ini adalah proyek Lippo. Saya tahu saat itu PT Lippo minta IPPT (izin peruntukan penggunaan tanah)," kata Neneng dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu.
Neneng mengaku pengajuan IPPT seluas 400 hektar diterima dari EY Taufik. Saat itu Taufik menjabat sebagai Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi.
"EY Taufik datang dan bilang mau memberikan Rp20 miliar untuk 400 hektare. Saya bilang 'jalanin saja'. Rp20 miliar itu untuk IPPT," katanya.
Saat itu Taufik mengatakan akan ada pihak dari Lippo yang meminta bertemu dengan Neneng. Utusan Lippo tersebut yakni Satriadi dan Edi Soesianto. Kemudian Neneng bersedia untuk bertemu dengan kedua orang tersebut.
"Waktu itu pak Edi Soes memohon IPPT. Saat itu nggak bicara uang. Saya bilang ya silakan saja diurus," kata Neneng.
"Ada bicara uang atau tidak? Menawarakan atau bagaimana?," tanya jaksa KPK.
"Bicara uang hanya dengan EY Taufik. Yang menyampaikan pemberian Rp20 miliar EY Taufik," kata Neneng.
Setelah IPPT tahap awal terbit, Neneng bertemu kembali dengan EY Taufik dan dalam pertemuan itu Neneng menanyakan kepada Taufik terkait janji Rp20 miliar dari Lippo.
"Ya karena memang EY Taufik yang bilang (ada janji Rp20 miliar), kenapa enggak," kata Neneng.
Setelah itu Neneng mengaku hanya setengah dari janji tersebut yang terealisasi yakni Rp10 miliar. Ia mengatakan pemberian tersebut diberikan secara bertahap.
"Saya sebetulnya tidak tahu, saya tidak paksakan itu. Saya cuma terima Rp10 miliar. Penyerahannya bertahap," kata Neneng.
Selain Neneng, jajaran Pemkab Bekasi yang terseret kasus tersebut dan menjadi terdakwa yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat Maju Banjarnahor, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.
Baca juga: Liburan ke Thailand, 20 anggota DPRD Bekasi bersaksi di Sidang Meikarta
Baca juga: Sedang hamil, terdakwa Neneng Yasin minta izin berobat ke hakim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019