Bandung (Antaranews Jabar) - Kasus perdagangan manusia di Jawa Barat mengalami penurunan jika dibandingkan dengan 2017 lalu.

"Pada 2018 yang terlayani ada 23 kasus. Hampir setengahnya ada penurunan dibandingkan tahun 2017 ada 57 kasus," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat Jawa Barat, Poppy Sophia Bakur di sela-sela acara Jabar Punya Informasi (Japri) di Gedung Sate Bandung, Kamis.

Dia mengatakan ada beberapa tantangan ketika melakukan evakuasi atau penjemputan para korban "human trafficking"  tersebut sehingga pihaknya dibantu kepolisian harus mengendap-ngendap ke lokasi para korban berada yang terisolir.

"Jadi saat pengalaman bawa korban di ujung pulau Bali di Buleleng, di kendaraan kita sport jantung meski dengan tim dari Polda, khawatir karena ada mafia yang tidak rela korban dibawa," kata dia.

Sementara itu, Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya menilai penanganan masalah perdagangan manusia (human trafficking) antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota terkendala koordinasi.

"Jadi sebenarnya begini, selama ini kalau yang selama ini saya pantau. Ini data dari provinsi ini tidak terlalu me-link dengan apa yang terjadi di kota dan kabupaten," kata Atalia Kamil seusai menjadi pemateri pada acara Jabar Punya Informasi (Japri) dengan tema Human Trafficking di Gedung Sate Bandung.

Ia mengatakan akibat kendala koordinasi tersebut maka ratusan data tentang kasus human trafficking yang ada di kabupaten/kota seperti Kota Bandung ini belum terinformasikan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Insya allah dalam waktu dekat kita akan duduk bersama-sama termasuk dengan para dewan pakar yang mereka sekarang peduli dengan perlindungan anak," kata dia.

Pihaknya berharap setiap pihak bisa lebih bersinergi untuk menumpas kasus human trafficking di Jawa Barat namu saat ini ia masih terkendala koordinasi karena data dari kasus dari kabupaten/kota pun belum senada dengan yang tercatat di provinsi.

Dia mengatakan sejauh ini memang belum terjadi kolaborasi yang utuh dari setiap stakeholder maupun organisasi perlindungan anak dan perempuan sehingga ketika terjadi kasus, para korban merasa bingung harus melaporkan kepada siapa.

Istri Gubernur Jawa Barat ini optimistis, angka kasus human trafficking ini bisa terus ditekan, sehingga tak lagi ada warga Jabar yang menjadi korban.

"Insya Allah, mudah mudahan nanti kita akan buat terstruktur dan tersistem lagi dengan baik," katanya.

Dia menambahkan data korban yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten kota/kabupaten di Jawa Barat masih data sendiri-sendiri dan begitu pula dalam penanganan kasusnya.

Menurut dia, usia remaja sangat rawan menjadi korban human trafficking ini mengingat perkembangan teknologi yang semakin mudah diakses melalui gawai, terlebih dan saat ini Pemprov Jabar sudah mencanangkan program seperti Desa Digital yang dikhawatirkan bisa mendorong terjadinya kasus.

Dia mengatakan saat ini pihaknya pun memiliki program untuk membentengi anak dan remaja dari potensi menjadi korban salah satunya lewat Setangkai atau Sekolah Tanpa Kendali Gawai sehingga di sekolah pun akan memberikan pemahaman kepada anak-anak dengan mengumpulkan gawai-gawai pada saat masuk tempat belajar.

"Saya khawatir dengan nanti masuknya online atau gawai gawai yang masuk di pedesaan itu akan mendorong, tapi saya kira selama ketahanan keluarga itu muncul, bahwa setiap anak diberikan bekal yang baik mereka akan ada filter sendiri supaya pada akhirnya mereka akan memilah," katanya.

Baca juga: Atalia resmi jadi Bunda PAUD Jawa Barat

Baca juga: Atalia Kamil: TKW sebaiknya kuasai bela diri

Pewarta: Ajat Sudrajat

Editor : Isyati Putri


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019