Bandung (Antaranews Jabar) - Pemerintah Kota Bandung terus mendorong pertumbuhan akseptor keluarga berencana atau orang yang menjalankan program KB guna mengendalikan pertumbuhan populasi yang berlebihan.
"Ada banyak program KB. Kalau dulu terkenal menggunakan pil dan suntik karena paling gampang. Sekarang, sudah ada MOW (Metode Operatif Wanita) dan IUD (Intrauterine Device) juga masih dilakukan," ujar Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bandung, Ine Indriyani, di Bandung, Selasa.
Ia mengatakan saat ini terdapat 396 ribu pasangan usia subur di Kota Bandung.
Dari jumlah tersebut, baru 292 ribu pasangan yang menjadi akseptor KB.
Maka dari itu, Pemkot Bandung terus berusaha keras merangkul 104 pasangan untuk bergabung menjadi akseptor KB.
Ine menyatakan untuk meyakinkan masyarakat, terutama pasangan subur, menjadi akseptor KB, bukan perkerjaan yang mudah.
Berbagai alasan yang membuat masyarakat sulit menjadi akseptor, seperti kurangnya pengetahuan, ketakutan, hingga adanya stigma tertentu terhadap KB.
"Inilah tugas kita sebagai pemerintah untuk memberikan pengetahuan, mengedukasi masyarakat agar berkenan mengikuti program ini," katanya.
Saat ini, Kota Bandung berpenduduk mencapai 2,4 juta jiwa.
Ia mengatakan kepadatan penduduk menjadi salah satu akar masalah perkotaan.
Isu-isu kehidupan urban, mobilitas, ketahanan pangan, hingga keamanan, katanya, muncul dari persoalan sosial kependudukan.
Tahun ini, DPPKB menargetkan penambahan 2.000 akseptor KB.
Ia bersama tim di 1.672 Pos KB di Kota Bandung terus menyosialisasikan pentingnya menjadi akseptor KB.
"Kami juga memprogramkan akseptor KB Lestari, yaitu menjaga agar yang sudah menjadi akseptor tetap bertahan, tidak `drop out`," kata dia.
Guna mempertahankan para akseptor KB, DPPKB senantiasa memberikan apresiasi secara berkala kepada mereka yang tetap melaksanakan KB.
"Kami beri `reward` (penghargaan) berupa uang pembinaan ke mereka yang menjadi peserta KB Lestari, yang 10 tahun, 20 tahun, dan sebagainya. Mereka juga menjadi motivator bagi masyarakat lain agar mau ber-KB," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
"Ada banyak program KB. Kalau dulu terkenal menggunakan pil dan suntik karena paling gampang. Sekarang, sudah ada MOW (Metode Operatif Wanita) dan IUD (Intrauterine Device) juga masih dilakukan," ujar Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bandung, Ine Indriyani, di Bandung, Selasa.
Ia mengatakan saat ini terdapat 396 ribu pasangan usia subur di Kota Bandung.
Dari jumlah tersebut, baru 292 ribu pasangan yang menjadi akseptor KB.
Maka dari itu, Pemkot Bandung terus berusaha keras merangkul 104 pasangan untuk bergabung menjadi akseptor KB.
Ine menyatakan untuk meyakinkan masyarakat, terutama pasangan subur, menjadi akseptor KB, bukan perkerjaan yang mudah.
Berbagai alasan yang membuat masyarakat sulit menjadi akseptor, seperti kurangnya pengetahuan, ketakutan, hingga adanya stigma tertentu terhadap KB.
"Inilah tugas kita sebagai pemerintah untuk memberikan pengetahuan, mengedukasi masyarakat agar berkenan mengikuti program ini," katanya.
Saat ini, Kota Bandung berpenduduk mencapai 2,4 juta jiwa.
Ia mengatakan kepadatan penduduk menjadi salah satu akar masalah perkotaan.
Isu-isu kehidupan urban, mobilitas, ketahanan pangan, hingga keamanan, katanya, muncul dari persoalan sosial kependudukan.
Tahun ini, DPPKB menargetkan penambahan 2.000 akseptor KB.
Ia bersama tim di 1.672 Pos KB di Kota Bandung terus menyosialisasikan pentingnya menjadi akseptor KB.
"Kami juga memprogramkan akseptor KB Lestari, yaitu menjaga agar yang sudah menjadi akseptor tetap bertahan, tidak `drop out`," kata dia.
Guna mempertahankan para akseptor KB, DPPKB senantiasa memberikan apresiasi secara berkala kepada mereka yang tetap melaksanakan KB.
"Kami beri `reward` (penghargaan) berupa uang pembinaan ke mereka yang menjadi peserta KB Lestari, yang 10 tahun, 20 tahun, dan sebagainya. Mereka juga menjadi motivator bagi masyarakat lain agar mau ber-KB," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018