Cirebon (Antaranews Jabar) - Petani tebu asal Cirebon, Jawa Barat, Mae Azhar mengadu kepada Presiden Joko Widodo melalui surat terbuka, terkait nasib mereka yang sampai saat ini masih belum jelas karena berbagai faktor.

Saat dihubungi di Cirebon, Senin, Mae Azhar mengatakan menulis surat terbuka karena kecewa selama dua tahun, gula petani tebu Cirebon dihargai dengan rendah.

Bahkan kata dia, pada Agustus 2017 gula petani tebu Cirebon sempat disegel oleh Kementerian Perdagangan dan itu membuat petani tidak bisa menjualnya.

"Persoalan petani tebu, khususnya di Cirebon dari tahun ke tahun selalu menghatui, tahun kemarin masih belum hilang dalam ingatan saya dan kawan-kawan petani tebu di Cirebon bahwa gula kami dinyatakan tidak layak dikonsumsi dan di segel oleh Menteri Perdagangan," katanya.

Sementara untuk tahun ini, lanjut Mae Azhar yang juga sebagai Wakil Ketua DPD Aptri Jabar mengatakan gula para petani tidak laku dipasaran dan setiap ditawarkan, maka para pedagang menawar dengan harga rendah.

"Gula kami tidak laku di pasaran, setiap kami menawarkan gula ke pedagang mereka menawar dengan harga murah," ujarnya.

Mae Azhar juga menuliskan di surat terbuka untuk Presiden RI yang dimuat pada Sabtu (30/6) dalam akun facebook.

"Sebelumnya saya mohon maaf, mungkin saya sangat lancang membuat surat terbuka ini untuk Bapak Presiden, cuma hanya ini yang saya bisa dilakukan sebagi petani tebu yang mencoba terus bertahan untuk menanam tebu," tulis Mae Azhar di akun facebooknya.

"Kami mengharapkan Bapak Presiden Joko WIdodo harus mengetahui pabrik gula yang berada di Cirebon itu warisan dari Belanda yang setiap tahunnya tidak pernah memberikan rendemen yang tinggi seperti pabrik-pabrik gula yang baru," katanya dalam surat itu.

Tulisan itu sudah enam kali dibagikan dan disukai oleh 115 pengguna facebook, serta terdapat 36 komentar.


 

Pewarta: Khaerul Izan

Editor : Ajat Sudrajat


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018