Bandung (Antaranews Jabar) - Kepala Staf Kepresidenan RI yang juga Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Moeldoko bangga dengan kopi Gunung Puntang, Kabupaten Bandung yang sudah menyandang predikat kopi terbaik di Asia-Amerika dengan poin mencapai 86,2.
"Ini sebuah poin yang tinggi dan saya bangga. Ini potensi yang harus dikembangkan," kata Moeldoko di sela-sela panen kopi di Gunung Puntang, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Selasa.
Dalam kesempatan tersebut, Moeldoko juga menyempatkan untuk memanen biji kopi Gunung Puntang yang saat ini sudah diakui dunia.
Ia berharap melihat redistrbusi lahan karena dalam salah satu program pemerintah terkait dengan reform?agraria di antaranya tentang distribusi aset dan hutan sosial.
Namun, setelah dirinya berbincang dengan petani kopi di Gunung Puntang, saat ini di wilayah tersebut belum terjadi distribusi aset melainkan di wilayah tersebut masih menggunakan pendekatan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Lebih lanjut Moeldoko mengatakan di balik prestasinya itu masih ada kelemahannya, yakni terbatasnya jumlah produksi biji kopi dalam satu pohon.
Saat ini, produksi kopi Gunung Puntang baru mencapai dua kilogram sehingga ia mengharapkan kekurangan itu mampu diperbaiki dengan meningkatkan kuantitas produksi setiap pohon kopi, dengan demikian, hal itu akan membawa keuntungan bagi para petani kopi.
"Saya menginginkannya satu pohon kopi ini bisa mencapai lima kilogram. Kemudian, saya juga mengimbau petani untuk menggunakan pupuk organik. Jika menggunakan pupuk non-organik, dikhawatirkan jika hujan maka limbah pupuk akan terbawa ke hilir dan teracuni kimiawi," katanya.
Ia mengatakan hal lainnya yang perlu diperhatikan, yakni pengembangan teknologi pengelolaan produksi.
Sementara itu, salah seorang petani kopi Gunung Puntang, Kabupaten Bandung, Ayi (55) yang mulai menggarap lahan sejak 2012, mengatakan selama ini kontribusi dari pemerintah daerah untuk penggarap di wilayah kehutanan itu masih jarang, terutama dalam hal bantuan, baik bibit maupun pupuk.
"Di sini para petani rata-rata memiliki hingga 500 pohon kopi. Diharapkan, dengan kedatangan Pak Moeldoko depannya mampu memberikan solusi permasalahan yang dihadapi petani di antaranya ketersediaan pupuk dan? infrastuktur jalan," katanya.
Ia mengatakan tentang belum adanya bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan usaha petani kopi setempat.
"Bantuan dari pemerintah belum ada, alasannya karena kami menggarap di lahan kehutanan," lanjut dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
"Ini sebuah poin yang tinggi dan saya bangga. Ini potensi yang harus dikembangkan," kata Moeldoko di sela-sela panen kopi di Gunung Puntang, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Selasa.
Dalam kesempatan tersebut, Moeldoko juga menyempatkan untuk memanen biji kopi Gunung Puntang yang saat ini sudah diakui dunia.
Ia berharap melihat redistrbusi lahan karena dalam salah satu program pemerintah terkait dengan reform?agraria di antaranya tentang distribusi aset dan hutan sosial.
Namun, setelah dirinya berbincang dengan petani kopi di Gunung Puntang, saat ini di wilayah tersebut belum terjadi distribusi aset melainkan di wilayah tersebut masih menggunakan pendekatan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Lebih lanjut Moeldoko mengatakan di balik prestasinya itu masih ada kelemahannya, yakni terbatasnya jumlah produksi biji kopi dalam satu pohon.
Saat ini, produksi kopi Gunung Puntang baru mencapai dua kilogram sehingga ia mengharapkan kekurangan itu mampu diperbaiki dengan meningkatkan kuantitas produksi setiap pohon kopi, dengan demikian, hal itu akan membawa keuntungan bagi para petani kopi.
"Saya menginginkannya satu pohon kopi ini bisa mencapai lima kilogram. Kemudian, saya juga mengimbau petani untuk menggunakan pupuk organik. Jika menggunakan pupuk non-organik, dikhawatirkan jika hujan maka limbah pupuk akan terbawa ke hilir dan teracuni kimiawi," katanya.
Ia mengatakan hal lainnya yang perlu diperhatikan, yakni pengembangan teknologi pengelolaan produksi.
Sementara itu, salah seorang petani kopi Gunung Puntang, Kabupaten Bandung, Ayi (55) yang mulai menggarap lahan sejak 2012, mengatakan selama ini kontribusi dari pemerintah daerah untuk penggarap di wilayah kehutanan itu masih jarang, terutama dalam hal bantuan, baik bibit maupun pupuk.
"Di sini para petani rata-rata memiliki hingga 500 pohon kopi. Diharapkan, dengan kedatangan Pak Moeldoko depannya mampu memberikan solusi permasalahan yang dihadapi petani di antaranya ketersediaan pupuk dan? infrastuktur jalan," katanya.
Ia mengatakan tentang belum adanya bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan usaha petani kopi setempat.
"Bantuan dari pemerintah belum ada, alasannya karena kami menggarap di lahan kehutanan," lanjut dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018