Bandung (Antaranews Jabar) - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) mengatakan pelaksanaan Reforma Agraria perlu ditangani seoptimal mungkin sehingga diperlukan keterlibatan seluruh sumber daya secara optimal, dalam rangka mendukung tercapainya tujuan reforma agraria, yaitu terselenggaranya aset reforma disertai akses reforma.
"Reforma Agraria merupakan salah satu cita-cita Pemerintah sebagaimana yang terdapat dalam Nawacita dan telah menjadi program prioritas nasional sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -2019," kata Gubernur Aher, saat membuka Rakor Pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria Jawa Barat, di Bandung, Kamis.
Menurut dia, ada lima agenda utama dalam pelaksanaan program Reforma Agraria yakni pertama tentang penguatan kerangka regulasi dan penyelesaian konflik agraria.
Kedua, yaitu penataan penguasaan dan pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Lalu ketiga, kepastian hukum dan legalisasi aset atas tanah obyek reforma agraria.
Kemudian keempat, adalah pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan dan produksi objek reforma agraria. Terakhir, kelembagaan pelaksanaan reforma agraria Pusat dan Daerah.
"Salah satu implementasi kegiatan pada butir kelima tentang Kelembagaan Pelaksanaan Reforma Agraria Pusat dan Daerah yaitu dengan pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA)," kata Aher.
GTRA sendiri, terdiri dari unsur-unsur teknis yang melaksanakan penyiapan data dan lokasi serta fasilitasi pemberian aset reform.
"Tentu Gugus Tugas akan bertugas untuk melakukan pendataan, pengarahan, penataan, mana saja yang menjadi bagian dari Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), kan ada yang berasal dari lahan terlantar, milik negara yang dikuasai masyarakat, dan lahan-lahan lain yang tidak dimanfaatkan selama ini, inilah yang akan menjadi bagian dari TORA," kata Aher.
Adapun unsur-unsur teknis tersebut diantaranya, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Unit Kerja Daerah Kementerian/Lembaga Pusat terkait.
GTRA Provinsi diketuai oleh gubernur dengan wakil ketua sekretaris daerah provinsi dan anggota Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi, Pejabat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, serta wakil dari masyarakat yang berpengalaman di bidang reforma agraria.
Sementara keanggotaan GTRA Provinsi, mencangkup Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi, terdiri dari dinas yang membidangi urusan tata ruang, lingkungan hidup dan kehutanan, pertanian, kelautan dan perikanan, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, koperasi usaha kecil dan menengah, serta pemberdayaan masyarakat, perindustrian, perdagangan, BUMD, Keuangan, ESDM, juga perencanaan pembangunan daerah.
Susunan keanggotaan GTRA tersebut ditetapkan oleh Gubernur. Secara operasional, Gubernur dalam menyelenggarakan Reforma Agraria dibantu oleh Tim Pelaksana Harian yang diketuai oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.
Pada tahun 2017, pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria baru pada tingkat pusat melalui kegiatan Pembinaan, Sosialisasi, Konsultasi dan Supervisi.
Sedangkan pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria di Daerah baru dimulai pada tahun 2018 di 33 Provinsi yang anggarannya dialokasikan pada DIPA Kanwil BPN Provinsi.
"Di tingkat Provinsi, GTRA dibentuk untuk membantu pelaksanaan Reforma Agraria di Provinsi," katanya.
Gubernur Aher menginginkan, redistribusi tanah pada reforma agraria ini, harus dibagikan kepada masyarakat dengan tepat sasaran, dan tepat substansi.
"Serta dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, karena disertifikasi oleh BPN, itu harapan kita, Sehingga berdampak baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujar dia.
Aher menyebutkan, sampai dengan tahun 2019, pihaknya telah menargetkan sekitar 6.000 hektar tanah untuk dapat diredistribusikan, dari potensi reforma agraria sekitar 15.000 hektare.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat, Sri Mujitono, menuturkan, dalam penyelenggaraan Reforma Agraria, khususnya yang terkait dengan penyelesaian masalah sengketa dan konflik, GTRA Provinsi akan dibantu oleh Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi, Kepolisian Daerah dan Panglima Daerah Militer.
Adapun tugas GTRA Provinsi diantaranya, menyelesaikan konflik agraria di tingkat Provinsi, juga mengkoordinasikan penyediaan TORA dalam rangka penataan aset di tingkat provinsi.
GTRA juga bertugas memfasilitasi Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Reforma Agraria di tingkat provinsi.
"Kemudian mengkoordinasikan integrasi pelaksanaan penataan asset dan penataan akses di tingkat provinsi," kata Sri Mujitono.
Hal lain adalah memperkuat kapasitas pelaksanaan Reforma Agraria di tingkat Provinsi serta menyampaikan laporan hasil Reforma Agraria Provinsi kepada Gugus Tugas Reforma Agraria Pusat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
"Reforma Agraria merupakan salah satu cita-cita Pemerintah sebagaimana yang terdapat dalam Nawacita dan telah menjadi program prioritas nasional sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -2019," kata Gubernur Aher, saat membuka Rakor Pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria Jawa Barat, di Bandung, Kamis.
Menurut dia, ada lima agenda utama dalam pelaksanaan program Reforma Agraria yakni pertama tentang penguatan kerangka regulasi dan penyelesaian konflik agraria.
Kedua, yaitu penataan penguasaan dan pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Lalu ketiga, kepastian hukum dan legalisasi aset atas tanah obyek reforma agraria.
Kemudian keempat, adalah pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan dan produksi objek reforma agraria. Terakhir, kelembagaan pelaksanaan reforma agraria Pusat dan Daerah.
"Salah satu implementasi kegiatan pada butir kelima tentang Kelembagaan Pelaksanaan Reforma Agraria Pusat dan Daerah yaitu dengan pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA)," kata Aher.
GTRA sendiri, terdiri dari unsur-unsur teknis yang melaksanakan penyiapan data dan lokasi serta fasilitasi pemberian aset reform.
"Tentu Gugus Tugas akan bertugas untuk melakukan pendataan, pengarahan, penataan, mana saja yang menjadi bagian dari Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), kan ada yang berasal dari lahan terlantar, milik negara yang dikuasai masyarakat, dan lahan-lahan lain yang tidak dimanfaatkan selama ini, inilah yang akan menjadi bagian dari TORA," kata Aher.
Adapun unsur-unsur teknis tersebut diantaranya, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Unit Kerja Daerah Kementerian/Lembaga Pusat terkait.
GTRA Provinsi diketuai oleh gubernur dengan wakil ketua sekretaris daerah provinsi dan anggota Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi, Pejabat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, serta wakil dari masyarakat yang berpengalaman di bidang reforma agraria.
Sementara keanggotaan GTRA Provinsi, mencangkup Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi, terdiri dari dinas yang membidangi urusan tata ruang, lingkungan hidup dan kehutanan, pertanian, kelautan dan perikanan, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, koperasi usaha kecil dan menengah, serta pemberdayaan masyarakat, perindustrian, perdagangan, BUMD, Keuangan, ESDM, juga perencanaan pembangunan daerah.
Susunan keanggotaan GTRA tersebut ditetapkan oleh Gubernur. Secara operasional, Gubernur dalam menyelenggarakan Reforma Agraria dibantu oleh Tim Pelaksana Harian yang diketuai oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.
Pada tahun 2017, pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria baru pada tingkat pusat melalui kegiatan Pembinaan, Sosialisasi, Konsultasi dan Supervisi.
Sedangkan pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria di Daerah baru dimulai pada tahun 2018 di 33 Provinsi yang anggarannya dialokasikan pada DIPA Kanwil BPN Provinsi.
"Di tingkat Provinsi, GTRA dibentuk untuk membantu pelaksanaan Reforma Agraria di Provinsi," katanya.
Gubernur Aher menginginkan, redistribusi tanah pada reforma agraria ini, harus dibagikan kepada masyarakat dengan tepat sasaran, dan tepat substansi.
"Serta dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, karena disertifikasi oleh BPN, itu harapan kita, Sehingga berdampak baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujar dia.
Aher menyebutkan, sampai dengan tahun 2019, pihaknya telah menargetkan sekitar 6.000 hektar tanah untuk dapat diredistribusikan, dari potensi reforma agraria sekitar 15.000 hektare.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat, Sri Mujitono, menuturkan, dalam penyelenggaraan Reforma Agraria, khususnya yang terkait dengan penyelesaian masalah sengketa dan konflik, GTRA Provinsi akan dibantu oleh Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi, Kepolisian Daerah dan Panglima Daerah Militer.
Adapun tugas GTRA Provinsi diantaranya, menyelesaikan konflik agraria di tingkat Provinsi, juga mengkoordinasikan penyediaan TORA dalam rangka penataan aset di tingkat provinsi.
GTRA juga bertugas memfasilitasi Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Reforma Agraria di tingkat provinsi.
"Kemudian mengkoordinasikan integrasi pelaksanaan penataan asset dan penataan akses di tingkat provinsi," kata Sri Mujitono.
Hal lain adalah memperkuat kapasitas pelaksanaan Reforma Agraria di tingkat Provinsi serta menyampaikan laporan hasil Reforma Agraria Provinsi kepada Gugus Tugas Reforma Agraria Pusat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018