Bandung (Antaranews Jabar) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Indramayu, Jawa Barat, menyesalkan sikap Direktur Pengamanan BP Batam yang diduga mengkriminalisasikan wartawan batamnews.com hanya karena persoalan pemberitaan.
"Kalau berkaitan dengan karya jurnalistik, seharusnya menggunakan UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dan kode etik jurnalistik," kata Ketua PWI Indramayu, Agung Nugroho di Indramayu, Senin.
Menyikapi masalah BP Batam yang melaporkan wartawan ke aparat kepolisiaan dengan pasal pencemaran nama baik hanya gara-gara judul pemberitaan, PWI Indramayu berpandangan, seharusnya BP Batam menggunakan jalur penyelesaian perkara jurnalistik.
BP Batam kata Agung, bisa menggunakan hak jawab?yang merupakan hak seseorang atau sekelompok orang, memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.?
Dia menjelaskan hak jawab merupakan fasilitas hukum pers yang digunakan ketika pemberitaan di media cetak,?siber, maupun elektronik kurang, atau ada kekeliruan data maupun fakta.
Peraturan hak jawab tertuang dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999 tentang pers pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15.
PWI Indramayu menegaskan bahwa UU Pers adalah?lex specialis?(hukum yang lebih khusus) terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)?dan juga terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana?(KUHP) maupun UU lainnya.
"Karenanya, jika terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UU Pers," ujrnya.
"Terhadap hal-hal yang tidak diatur di dalam UU Pers, baru bisa merujuk kepada ketentuan-ketentuan di dalam KUHPer atau KUHP, itupun setelah melalui pengaduan dan rekomendasi atas aduan oleh Dewan Pers dalam bentuk Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR)," lanjutnya.
Atas peristiwa di Batam, PWI Indramayu menyesalkan pelaporan ke kepolisian tanpa merujuk pada UU Pers dengan menyampaikan hak jawab.
PWI Indramayu juga menyesalkan pihak kepolisian yang langsung menerima laporan itu tanpa mengindahkan MoU antara Polri, Dewan Pers, serta Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung terkait sengketa pers yang harus merujuk pada UU Pers.
Kepolisian didesak untuk menyerahkan pengaduan dari BP Batam ke jalur penyelesaian perkara sesuai aturan terkait pemberitaan.
"Biarkan nanti Dewan Pers yang menilai apakah itu merupakan delik pers atau delik perkara umum (Pidana atau Perdata)," katanya.
PWI Indramayu mengimbau kasus di Batam bisa menjadi pembelajaran bagi berbagai pihak, tak terkecuali pejabat negara, pihak swasta ataupun politisi menghadapi tahun politik seperti Pilkada serentak tahun 2018 ini.
Agar tidak asal lapor ke aparat kepolisiaan jika merasa dirugikan oleh pemberitaan. Tempuhlah jalur sebagaimana aturan dalam UU Pers, sekaligus memaksimalkan peran Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa pemberitaan pers
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
"Kalau berkaitan dengan karya jurnalistik, seharusnya menggunakan UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dan kode etik jurnalistik," kata Ketua PWI Indramayu, Agung Nugroho di Indramayu, Senin.
Menyikapi masalah BP Batam yang melaporkan wartawan ke aparat kepolisiaan dengan pasal pencemaran nama baik hanya gara-gara judul pemberitaan, PWI Indramayu berpandangan, seharusnya BP Batam menggunakan jalur penyelesaian perkara jurnalistik.
BP Batam kata Agung, bisa menggunakan hak jawab?yang merupakan hak seseorang atau sekelompok orang, memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.?
Dia menjelaskan hak jawab merupakan fasilitas hukum pers yang digunakan ketika pemberitaan di media cetak,?siber, maupun elektronik kurang, atau ada kekeliruan data maupun fakta.
Peraturan hak jawab tertuang dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999 tentang pers pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15.
PWI Indramayu menegaskan bahwa UU Pers adalah?lex specialis?(hukum yang lebih khusus) terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)?dan juga terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana?(KUHP) maupun UU lainnya.
"Karenanya, jika terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UU Pers," ujrnya.
"Terhadap hal-hal yang tidak diatur di dalam UU Pers, baru bisa merujuk kepada ketentuan-ketentuan di dalam KUHPer atau KUHP, itupun setelah melalui pengaduan dan rekomendasi atas aduan oleh Dewan Pers dalam bentuk Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR)," lanjutnya.
Atas peristiwa di Batam, PWI Indramayu menyesalkan pelaporan ke kepolisian tanpa merujuk pada UU Pers dengan menyampaikan hak jawab.
PWI Indramayu juga menyesalkan pihak kepolisian yang langsung menerima laporan itu tanpa mengindahkan MoU antara Polri, Dewan Pers, serta Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung terkait sengketa pers yang harus merujuk pada UU Pers.
Kepolisian didesak untuk menyerahkan pengaduan dari BP Batam ke jalur penyelesaian perkara sesuai aturan terkait pemberitaan.
"Biarkan nanti Dewan Pers yang menilai apakah itu merupakan delik pers atau delik perkara umum (Pidana atau Perdata)," katanya.
PWI Indramayu mengimbau kasus di Batam bisa menjadi pembelajaran bagi berbagai pihak, tak terkecuali pejabat negara, pihak swasta ataupun politisi menghadapi tahun politik seperti Pilkada serentak tahun 2018 ini.
Agar tidak asal lapor ke aparat kepolisiaan jika merasa dirugikan oleh pemberitaan. Tempuhlah jalur sebagaimana aturan dalam UU Pers, sekaligus memaksimalkan peran Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa pemberitaan pers
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018