Antarajabar.com - Ketua Kehormatan Panitia Reunifikasi Damai Korea Rachmawati Soekarnoputri menyatakan masih ada peluang bagi Korea Utara dan Korea Salatan untuk mencapai perdamaian abadi walaupun ketegangan di Semenanjung Korea masih berlanjut.
        
Pernyataan dari Universitas Bung Karno (UBK) yang diterima di Jakarta, Kamis, menyebutkan Rachmawati menyampaikan keyakinan itu usai melakukan pertemuan dengan diplomat senior Kedutaan Besar Korea Selatan Kim Sang-bum yang mengunjunginya di UBK.
        
Menurut Rachmawati, perdamaian abadi dan reunifikasi Semenanjung Korea adalah kewajiban konstitusional yang diemban oleh kedua negara. Merujuk pada pertemuan pemimpin kedua negara pada tahun 2000, Rachmawati mengatakan, sudah ada kesepakatan ke arah penyatuan damai tanpa melibatkan kekuatan asing.
        
"Saya yakin, masih ada peluang bagi Korea Utara dan Korea Selatan untuk bersatu dan menciptakan perdamaian abadi di Semenanjung Korea. Kita perlu tetap menjaga optimisme itu dan memberi kesempatan kepada kedua negara menyelesaikan persoalan di antara mereka secara independen tanpa gangguan dari negara lain," ujar putri Bung Karno yang juga pendiri UBK itu pula.
        
Rachmawati melanjutkan, berbagai tindakan dan pernyataan dari kedua negara adalah bagian dari dialog besar yang mereka lakukan sejak Perang Korea berakhir pada 1953.
        
Dalam pertemuan itu Rachmawati didampingi oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Lemlitbang) UBK Eko Surjosantjojo, Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea (PPIK) Ristiyanto, dan Sekjen PPIK Teguh Santosa.
        
Rachmaesti menilai, wajar apabila dunia internasional khawatir melihat kemampuan persenjataan Korea Utara akhir-akhir ini. Tetapi di sisi lain, harus dipahami pula bahwa sebagai sebuah negara yang terisolasi dan dikelilingi oleh kekuatan-kekuatan besar di sekitarnya, Korea Utara merasa perlu untuk mempersenjatai diri.
        
"Ini security dilemma (dilema keamanan). Suasana damai di Semenanjung Korea tidak bisa dibebankan hanya kepada Korea Utara. Pihak-pihak lain yang selama ini menggelar kekuatan di Semenanjung Korea juga punya kewajiban yang sama," kata dia.
        
Menurutnya, perlu mempertimbangkan latihan militer yang kerap dilakukan oleh Korea Selatan bersama Amerika Serikat di kawasan itu.
        
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in diperkirakan akan mengambil sikap bersahabat yang kurang lebih sama dengan dua pendahulunya Kim Dae-jung yang berkuasa antara 1998 hingga 2003 dan Roh Moo-hyun (2003-2008).
        
Namun, keberhasilan uji coba peluru kendali antarbenua atau "Intercontinental Ballistic Missile" (ICBM) Hwasong-14 yang dilakukan oleh Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara pada awal Juli lalu kembali meningkatkan suhu ketegangan di Semenanjung Korea.
        
Uji coba itu menuai reaksi keras dari Amerika Serikat dan negara-negara lain di dunia, dan dikhawatirkan bisa menjadi pemicu perang baru.

antaranews
    

Pewarta: Libertina Widyamurti Ambari

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017