Antarajabar.com - Petani Kabupaten Garut, Jawa Barat, khawatir dampak pembangunan jalan Kadungora-Copong akan menghilangkan pekerjaan bertani, karena lahan pertaniannya beralihfungsi menjadi jalan.
        
"Bila lahannya dijual, mereka (petani) tidak lagi memiliki sumber penghidupan," kata Dadi Purwadi (55) pemilik lahan pertanian di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jumat.
        
Ia menuturkan, jalan untuk mengatasi kemacetan di jalan utama Bandung-Garut itu tentu akan berdampak banyak warga kehilangan lahan garapan sebagai sumber penghasilan hidupnya.
        
Ia mengakui program pembangunan jalan tersebut merupakan proyek untuk kepentingan umum, tetapi pemerintah juga harus dapat menjalankannya secara bijak, tanpa ada pihak yang dirugikan.
        
"Pemerintah harus adil dalam pelaksanaannya, minimal terbuka agar jelas, mengenai penggantian melalui tanah kembali," katanya.
        
Ia menjelaskan, lahan pertanian yang terkena imbas pembangunan jalan baru tersebut merupakan lahan pertanian produktif yang mampu menghidupkan perekonomian warga setempat.
        
Bahkan warga, kata dia, tidak perlu membeli beras untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarganya, termasuk dapat keuntungan dari hasil penjualan beras.
        
"Setiap musim panen warga tidak perlu beli beras, kalau tanahnya nanti dijual untuk jalan, nanti warga mau apa, sementara uang hanya berlaku untuk beberapa saat hingga akhirnya habis," katanya.
        
Ia berharap, apabila pemerintah akan terus melanjutkan pembangunan jalan tersebut, maka dalam pelaksanaannya, terutama jual beli tanah milik warga dapat dilakukan secara bijak.
        
Menurut dia, perlu adanya musyawarah antara pemerintah dengan masyarakat pemilik tanah agar tidak ada pihak yang dirugikan.
        
"Saya berharap pemerintah benar-benar melaksanakan pembebasan lahan secara adil dan tidak merugikan masyarakat," katanya.
        
Seorang warga pemilik lahan yang terdampak pembangunan jalan baru di Kadungora, Sutisna (53) mengatakan, harga yang disampaikan pemerintah tidak sesuai keinginan warga melalui musyawarah bersama.
        
Ia menyampaikan, tanah seluas 27 meter persegi hanya dihargai sebesar Rp4 juta, nilai tersebut kecil sehingga perlu adanya musyawarah.
        
"Warga dipanggil satu-satu untuk mengetahui bahwa tanah miliknya dihargai segitu, harusnya dibahas bersama-sama dengan warga yang lain," katanya.
    

Pewarta: Feri P

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017