Antarajabar.com - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan "full day school" yang diwacanakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) perlu dikaji terlebih dahulu karena wilayah Jawa Barat memiliki "kultur" sekolah yang berbeda dibandingkan daerah lainnya.
"Tinggal dibahas saja, jangan apriori dulu, barangkali ada benarnya. Dikaji oleh ahli dan saya bukan ahli (pendidikan tapi pasti ada maksud baiknya itu, jadi sebaiknya dikaji dari berbagai perpektif," kata Deddy Mizwar, di Gedung Sate Bandung, Selasa.
Ia mengatakan yang dimaksud dengan "kultur" sekolah berbeda di Jawa Barat ialah adanya kebijakan pemakaian ruang kelas di pagi hari untuk pelajaran agama dan sorenya dipakai untuk kelas regular.
"Siang itu diniyah, kelas-kelas dipakai buat belajar agama. Makanya dari SD sampai SMP, enggak ada namanya sekolah sore. Di Jawa Barat jarang sekali ada SD atau SMP sore karena dipakai buat belajar mengaji, ini ada pengaruh kultur," ujar Deddy Mizwar.
Oleh karena itu, kata dia, wacana "full day school" tersebut perlu dibahas oleh berbagai pihak karena setiap daerah di Indonesia memiliki kultur pendidikan yang berbeda.
"Kultur ini yang perlu dipertimbangkan di setiap daerah kalau ingin diberlakukan secara nasional," kata dia.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Asep Hilman menambahkan sebelumnya sejumlah sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Jawa Barat telah menerapkan sistem "full day school".
"Jadi beberapa sekolah sudah menerapkan walaupun tidak ada ikatan formal harus seperti itu (full day school)," kata Asep.
Selama ini, lanjut Asep, wacana "full day school" sudah diterapkan oleh sekolah asrama/boarding school namun akan sulit jika diterapkan di sekolah umum karena harus disiapkan infrastruktur dan budaya sekolahnya.
"Apa yang disampaikan Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan secara konseptual bagus. Tapi kalau itu jadi konsep pembelajaran penuh tentu ada limitnya kemampuan anak-anak kita, harus diimbangi. Keseimbangan ini hadir di sekolah boarding school," kata dia.
Sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan wacana "full day school" bukan berarti belajar sehari penuh tetapi memastikan peserta didik mengikuti penanaman pendidikan karakter.
"Full day school ini tidak berarti peserta didik belajar seharian penuh di sekolah, tetapi memastikan bahwa peserta didik dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Saat ini sistem belajar tersebut masih dalam pengkajian lebih mendalam," ujar Mendikbud di Jakarta, Selasa.
Dia segera mengkaji masukan-masukan dari masyarakat, termasuk kondisi sosial dan geografis yang memungkinkan sistem belajar tersebut diterapkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016
"Tinggal dibahas saja, jangan apriori dulu, barangkali ada benarnya. Dikaji oleh ahli dan saya bukan ahli (pendidikan tapi pasti ada maksud baiknya itu, jadi sebaiknya dikaji dari berbagai perpektif," kata Deddy Mizwar, di Gedung Sate Bandung, Selasa.
Ia mengatakan yang dimaksud dengan "kultur" sekolah berbeda di Jawa Barat ialah adanya kebijakan pemakaian ruang kelas di pagi hari untuk pelajaran agama dan sorenya dipakai untuk kelas regular.
"Siang itu diniyah, kelas-kelas dipakai buat belajar agama. Makanya dari SD sampai SMP, enggak ada namanya sekolah sore. Di Jawa Barat jarang sekali ada SD atau SMP sore karena dipakai buat belajar mengaji, ini ada pengaruh kultur," ujar Deddy Mizwar.
Oleh karena itu, kata dia, wacana "full day school" tersebut perlu dibahas oleh berbagai pihak karena setiap daerah di Indonesia memiliki kultur pendidikan yang berbeda.
"Kultur ini yang perlu dipertimbangkan di setiap daerah kalau ingin diberlakukan secara nasional," kata dia.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Asep Hilman menambahkan sebelumnya sejumlah sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Jawa Barat telah menerapkan sistem "full day school".
"Jadi beberapa sekolah sudah menerapkan walaupun tidak ada ikatan formal harus seperti itu (full day school)," kata Asep.
Selama ini, lanjut Asep, wacana "full day school" sudah diterapkan oleh sekolah asrama/boarding school namun akan sulit jika diterapkan di sekolah umum karena harus disiapkan infrastruktur dan budaya sekolahnya.
"Apa yang disampaikan Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan secara konseptual bagus. Tapi kalau itu jadi konsep pembelajaran penuh tentu ada limitnya kemampuan anak-anak kita, harus diimbangi. Keseimbangan ini hadir di sekolah boarding school," kata dia.
Sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan wacana "full day school" bukan berarti belajar sehari penuh tetapi memastikan peserta didik mengikuti penanaman pendidikan karakter.
"Full day school ini tidak berarti peserta didik belajar seharian penuh di sekolah, tetapi memastikan bahwa peserta didik dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Saat ini sistem belajar tersebut masih dalam pengkajian lebih mendalam," ujar Mendikbud di Jakarta, Selasa.
Dia segera mengkaji masukan-masukan dari masyarakat, termasuk kondisi sosial dan geografis yang memungkinkan sistem belajar tersebut diterapkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016