Antarajabar.com - Pembangunan Gedung Kesenian Jawa Barat di kawasan Cikutra Kota Bandung, kemungkinan akan menggunakan jasa arsitek lokal setelah meninggalnya arsitektur internasional asal Inggris Zaha Hadid yang semula akan mengkonsep gedung tersebut.
"Karena biayanya cukup besar dan harus dibebankan pada pihak ketiga. Saya khawatir nanti kalau mengejar seperti dengan konsep Zaha Hadid cukup mahal," kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, di Bandung, Senin.
Ia mengatakan hingga saat ini Pemprov Jawa Barat masih memilih arsitek lokal karena kalau menggunakan arsitek luar biayanya cukup mahal desainnya.
"Nantinya, harus dibebankan pada siapa yang harus membayar. Kalau pun dibebankan pada pengembang, developer atau pengelola mungkin nanti desainnya harus dibayar oleh pengelola. Kami harus menghitung siapa calon pengelola yang membayar desain itu," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, dengan pertimbangan tersebut maka kemungkinan besar Pemprov Jabar akan menggunakan desain lokal yang dibayarnya pakai APBD.
"Jadi jika artistek lokal enggak bayar mahal sampai Rp20 miliar dan penunjukkan desain lokal tersebut Ada mekanisme tendernya," kata dia.
Ketika ditanyakan apakah desainer lokal masih bisa menjaga kualitas kesenian setaraf kelas internasional, Aher optimistis desain lokal banyak yang setaraf internasional.
"Contohnya di ITB dan UGM. Desainer dari kedua perguruan tinggi tersebut, bisa berkolaborasi. Desainnya juga banyak yang kelas internasional. Saatnya kita menghargai anak bangsa sendiri saya kira kualitas mereka bagus dan top seperti arsitek luar negeri lainnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016
"Karena biayanya cukup besar dan harus dibebankan pada pihak ketiga. Saya khawatir nanti kalau mengejar seperti dengan konsep Zaha Hadid cukup mahal," kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, di Bandung, Senin.
Ia mengatakan hingga saat ini Pemprov Jawa Barat masih memilih arsitek lokal karena kalau menggunakan arsitek luar biayanya cukup mahal desainnya.
"Nantinya, harus dibebankan pada siapa yang harus membayar. Kalau pun dibebankan pada pengembang, developer atau pengelola mungkin nanti desainnya harus dibayar oleh pengelola. Kami harus menghitung siapa calon pengelola yang membayar desain itu," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, dengan pertimbangan tersebut maka kemungkinan besar Pemprov Jabar akan menggunakan desain lokal yang dibayarnya pakai APBD.
"Jadi jika artistek lokal enggak bayar mahal sampai Rp20 miliar dan penunjukkan desain lokal tersebut Ada mekanisme tendernya," kata dia.
Ketika ditanyakan apakah desainer lokal masih bisa menjaga kualitas kesenian setaraf kelas internasional, Aher optimistis desain lokal banyak yang setaraf internasional.
"Contohnya di ITB dan UGM. Desainer dari kedua perguruan tinggi tersebut, bisa berkolaborasi. Desainnya juga banyak yang kelas internasional. Saatnya kita menghargai anak bangsa sendiri saya kira kualitas mereka bagus dan top seperti arsitek luar negeri lainnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016