Antarajabar.com - Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat Yunandar Eka Perwira mengimbau Pemerintah Provinsi Jabar mengantisipasi kasus penganiayaan aktivis lingkungan seperti di Lumajang, Jawa Timur, menyebabkan korban Salim Kancil tewas dan Tosan luka-luka kritis.
"Di Jabar juga ada penambangan pasir besi, jadi saya pikir harus ada aturan yang mengantisipasi baik untuk jangka pendek atau panjang agar konflik yang berujung nyawa antara kepentingan eksploitasi alam dengan manusianya tidak terjadi lagi," kata R Yunandar Eka Perwira, di Bandung, Sabtu.
Ia mengatakan salah satu bentuk antisipasi yang bisa dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat adalah dengan mengoptimalkan peran Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu.
"Dan satgas ini harus lebih sering melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota karena rata-rata keberadaan tambang pasir besi itu ada di kabupaten/kota," kata dia.
Selain itu, lanjut Yunandar, penegakan perda tata ruang dan tata wilayah harus benar-benar ditegakkan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota.
"Ketika tambang pasir itu dinyatakan ilegal maka pemerintah daerah harus berani tegas menyatakan itu ilegal," ujar dia.
Politisi dari Fraksi PDIP DPRD Jawa Barat itu menilai kasus pembunuhan aktivis lingkungan hidup Salim Kancil di Desa Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, merupakan pelanggaran HAM berat.
"Kasus almarhum Salim Kancil itu bentuk kesewenang-wenangan terhadap hak asasi manusia oleh pihak tertentu, terlebih salah satu tersangkanya aparat desa. Ini tentunya pelanggaran HAM berat. Dan ini bisa saja terjadi di Jabar makanya harus diantisipasi," kata dia.
Sebelumnya, dua aktivis antitambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang yakni Salim Kancil dan Tosan dianiaya oleh massa hingga menyebabkan korban Salim meninggal dunia dan Tosan mengalami luka parah, tanggal 26 September 2015.
Kedua korban kekerasan itu dikenal sebagai warga penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak dan keduanya dianiaya di tempat terpisah oleh puluhan orang suruhan dengan cara yang tidak manusiawi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015
"Di Jabar juga ada penambangan pasir besi, jadi saya pikir harus ada aturan yang mengantisipasi baik untuk jangka pendek atau panjang agar konflik yang berujung nyawa antara kepentingan eksploitasi alam dengan manusianya tidak terjadi lagi," kata R Yunandar Eka Perwira, di Bandung, Sabtu.
Ia mengatakan salah satu bentuk antisipasi yang bisa dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat adalah dengan mengoptimalkan peran Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu.
"Dan satgas ini harus lebih sering melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota karena rata-rata keberadaan tambang pasir besi itu ada di kabupaten/kota," kata dia.
Selain itu, lanjut Yunandar, penegakan perda tata ruang dan tata wilayah harus benar-benar ditegakkan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota.
"Ketika tambang pasir itu dinyatakan ilegal maka pemerintah daerah harus berani tegas menyatakan itu ilegal," ujar dia.
Politisi dari Fraksi PDIP DPRD Jawa Barat itu menilai kasus pembunuhan aktivis lingkungan hidup Salim Kancil di Desa Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, merupakan pelanggaran HAM berat.
"Kasus almarhum Salim Kancil itu bentuk kesewenang-wenangan terhadap hak asasi manusia oleh pihak tertentu, terlebih salah satu tersangkanya aparat desa. Ini tentunya pelanggaran HAM berat. Dan ini bisa saja terjadi di Jabar makanya harus diantisipasi," kata dia.
Sebelumnya, dua aktivis antitambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang yakni Salim Kancil dan Tosan dianiaya oleh massa hingga menyebabkan korban Salim meninggal dunia dan Tosan mengalami luka parah, tanggal 26 September 2015.
Kedua korban kekerasan itu dikenal sebagai warga penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak dan keduanya dianiaya di tempat terpisah oleh puluhan orang suruhan dengan cara yang tidak manusiawi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015