Antarajabar.com  - Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar hujan mengguyur Tanah Parahyangan di musim kemarau 2015, termasuk "upaya spiritual" yakni dengan menggelar Shalat Istisqo.

Dipimpin oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, sejak kekeringan melanda, Pemprov Jawa Barat sudah dua kali melaksanakan Shalat Istisqo yakni tanggal 27 Juli dan 14 Agustus 2015, di halaman Gedung Sate Bandung.

"Shalat ini ialah sebuah mekanisme rohaniah yang diajarkan oleh nabi kepada umat muslim untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan, salah satunya kekeringan di musim kemarau," kata Ahmad Heryawan usai melakukan Shalat Istisqo, Jumat (14/8).

Akibat kekeringan musim kemarau tahun 2015 ini, kata Aher, sekitar 110 ribu hektare lahan pertanian sudah terkena dampaknya.

Selain itu, lanjut dia, Pemprov Jawa Barat juga telah mengusulkan pembuatan hujan buatan kepada pemerintah pusat untuk mengatasi dampak kekeringan ini.

"Sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat yang akan dibuatkan hujan buatan ialah kawasan selatan Jawa Barat seperti Sukabumi dan kawasan pantai utara Jawa Barat seperti Subang dan Indramayu," kata Aher, sapaan akrab Ahmad Heryawan.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat menuturkan hasil dari shalat istisqo sudah mulai terlihat yakni diturunkannya hujan di sejumlah daerah di Provinsi Jabar.

"Alhamdulilah, kemarin kita Istisqo di halaman Gedung Sate terus hujan walaupun belum merata dan belum besar," kata dia.

Pemprov Jawa Barat telah menginstruksikan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat agar terus menggelar shalat istisqo sebagai upaya meminta hujan kepada Allah SWT.

"Istisqo terus saja, enggak ada masalah. Terus saja karena namanya juga usaha. Kita enggak tahu kapan Allah akan mengabulkan. Shalat Istisqo ini juga kan nabi menyontohkan," katanya.

MUI dan organisasi masyarakat pun, oleh Gubernur Jawa Barat diminta untuk menggelar shalat istisqo agar hujan segera turun di Provinsi Jawa Barat.

Pemprov Jabar ke depannya akan membeli lahan tempat sumber air serta memasang pipa untuk menyalurkan air ke warga guna membantu mereka mendapat air bersih.

"Misalkan pipanisasi di mata air yang ada, atau kita beli mata air yg dikuasi rakyat, kita beli tanahnya, supaya bisa pipanisasi ke arah penduduk yang membutuhkan. Dan itu perlu didata dulu di mana mata air yang dikuasi oleh pribadi di masyarakat sebaiknya dikuasi pemerintah," kata Deddy Mizwar.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat siaga mengantisipasi kemungkinan terjadi bencana kekeringan hingga Desember 2015, kata Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.

"Kita juga sudah siaga kekeringan sejak beberapa hari lalu. Siaga kekeringan ini sampai Desember nanti, ketentuannya sampai 1 Desember 2015," kata dia.



Kekeringan Mengancam Jabar

Sebanyak 671 desa di Provinsi Jawa Barat dinyatakan siaga darurat kekeringan, ungkap Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat Budiman SKM.

"Berdasarkan hasil rapat tadi malam dan hasil verifikasi kami, saat ini ada 671 desa dan 132 kecamatan yang ada di Provinsi Jabar dinyatakan siaga darurat kekeringan," kata Budiman.

Dia mengatakan hingga saat ini ada 16 dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat yang berstatus siaga darurat kekeringan.

Ke-16 kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Indramayu, Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Kota dan Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Garut.

Kemudian Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Cianjur, Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Ciamis.

Menurut dia, BPBD Jawa Barat memiliki tugas membantu penyaluran air bersih bagi warga di daerah yang berstatus siaga darurat kekeringan.

"Jadi kekeringan versi kami itu berbeda dengan pertanian. Kami melihatnya kekeringan air bersih dan minum bukan kekeringan sawah," kata dia.

Ia mengatakan dalam penyaluran air bersih tersebut pihaknya berkoordinasi dengan BPBD kabupaten/kota dan dinas terkait seperti dinas permukiman dan perumahan (diskimrum) serta balai besar wilayah sungai.

Ketika ditanyakan berapa jumlah warga di Jawa Barat yang kesulitan mendapatkan air bersih karena musim kemarau tahun ini, Budiman menuturkan data tersebut ada di kabupaten/kota masing-masing.

Lebih lanjut ia mengatakan kemarau tahun ini bisa diistilahkan sebagai kemarau kering.

"Istilahnya kemarau kering, jadi hujan tidak turun sama sekali selama musim kemarau berlangsung. Kalau tahun lalu kemarau basah, yakni hujan masih bisa turun saat musim kemarau," kata dia.

Berdasarkan dari hasil rapat dengan BMKG dan BPBD kabupaten/kota dinyatakan kekeringan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat diprediksi akan berlangsung dari 27 Juli hingga Desember 2015.

"Namun untuk wilayah Pantura Jabar akan sedikit lambat karena dampak dari fenomena El Nino. Jadi kekeringan di kabupaten/kota di Jawa Barat ini akan bervariasi. Ada daerah yang kekeringannya akan berlangsung dari Juli hingga Oktober 2015," kata dia.

Ketika ditanya besaran anggaran yang disiapkan oleh BPBD Jawa Barat untuk mengantisipasi kekeringan, Warsa menyatakan hal tersebut tergantung dari kebutuhan yang diajukan setiap kabupaten/kota.

"Untuk anggaran sendiri, hingga kini kami masih menunggu ajuan dari teman-teman di BPBD kabupaten/kota. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini mereka bisa memberikan datanya," kata dia.

Kekeringan yang terjadi pada musim kemarau 2015 mengancam sekitar 10.000 hektare lahan perkebunan di Provinsi Jawa Barat, ungkap Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat.

"Kalau dihitung-hitung kebanyakan kekeringan perkebunan di Jabar itu di Jabar Selatan seperti Garut, Ciamis, Cianjur, Sukabumi sekitar 10 ribu hektare lahan perkebunan (yang terancam)," kata Kepala Dinas Perkebunan Jawa Barat Arief Santosa.

Ia mengatakan kekeringan lahan perkebunan berbeda dengan kekeringan lahan pertanian karena kekeringan perkebunan berada di dataran tinggi sehingga sangat bergantung pada sumber mata air.

Jenis perkebunan di Jawa Barat yang sudah terkena kekeringan ialah lahan yang ditanami oleh tanaman teh.

Menurut dia, pada musim kemarau saat ini produksi teh milik perkebunan di Jawa Barat menurun antara 10 hingga 15 persen per hektarenya.

"Kalau normal itu produksinya bisa 1,5 ton per hektare turun menjadi 1,2 ton per hektare. Ada penurunan produktivitas," ujar Arief.

Selain itu, kekeringan juga membuat produksi kopi di lahan perkebunan di Jawa Barat mengalami penurunan sekitar 10 persen.

"Untuk kopi itu sekitar 32 ribu ton per tahun turun sekitar 3.000 ton. Perkebunan kopi milik rakyat sekitar 52 ribu hektare, yang terkena di daerah Selatan Jabar hampir separuhnya potensi terkena kekeringan," kata dia.

Oleh karena itu, pihaknya telah menyiapkan sejumlah antisipasi bencana kekeringan yang mengancam lahan perkebunan milik Pemprov Jawa Barat seperti berkoordinasi dengan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jawa Barat menyiapkan sarana dan prasarana pipanisasi.

"Selain itu kami juga telah menyiapkan embung-embung menyimpan persediaan air," kata dia.


Pengaruh El Nino


Fenomena alam El Nino atau cuaca ekstrem panas diprediksi akan membuat potensi kekeringan di Provinsi Jawa Barat tahun 2015 jauh lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, kata Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air setempat Eddy M Nasution.

"Untuk potensi kekeringan yang paling besar itu ada di wilayah Utara Jawa Barat, namun gambarannya itu sepertinya tidak separah kekeringan tahun sebelumnya," kata Eddy M Nasution.

Pihaknya memprediksi potensi kekeringan di Provinsi Jawa Barat pada musim kemarau tahun 2015 mencapai 60.000 hektare.

"Jadi potensi kekeringan di Jabar yang dikelola pemerintah pusat 36.000 hektare, ditambah oleh pemerintah provinsi 30.000 hektare jadi sekitar 60.000 hektare potensinya," kata dia.

Ia mengatakan potensi kekeringan yang terjadi di Jawa Barat terlihat dari makin turunnya debit air sungai-sungai yang ada.

"Akan tetapi karena musim kemarau ini masih panjang pihaknya belum bisa mengkalkulasi kekeringan dibanding tahun sebelumnya," kata dia.

Dikatakan dia, potensi ini bukan berarti kekeringan sudah melanda lahan seluas itu sehingga pihaknya bersama Dinas Pertanian Jabar sudah menyiapkan pompa-pompa air di mana jumlah terbanyak ada di dinas pertanian.

"Untuk rencana hujan buatan belum ada. Pompa tidak akan efektif juga kalau airnya tidak ada," ujarnya.

Untuk bantuan pompa air, menurut Eddy dikhawatirkan akan menimbulkan resiko karena di ujung saluran irigasi kerap terjadi konflik perebutan air.

"Jadi jaringan irigasi sudah didesain sekian hektare tapi ada juga yang menggunakan di luar itu seperti untuk perkebunan, dia mengambil air yang bukan jatahnya. Itu ada. Terjadi di Utara," kata dia.

Sementara itu untuk wilayah Selatan Jabar potensi kekeringan relatif tidak seburuk bagian Utara Jabar karena sumber-sumber air terbilang cukup. 

Pewarta: Ajat Sudrajat

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015