Antarajawabarat.com, 13/5 - Pasar Komik Bandung yang digelar di pelataran Braga City Walk Kota Bandung, memfasilitasi peningkatan pamor dan pengembangan komik lokal bertema kearifan lokal Indonesia.

"Pakoban mengangkat pengembang-pengembang komik lokal untuk mengusung tema kearifan lokal Indonesia dan menjawab kegelisahan terhadap tenggelamnya pasar konsumen komik dalam negeri," kata Penanggung Jawab Pakoban 2015 Imansyah Lubis di Bandung, Rabu.

Kegiatan yang digelar dalam rangkaian HelarFest Kota Bandung itu melibatkan komunitas-komunitas dan pemuda di Bandung, Bandung Creative City Forum ferta Forum Komik Bandung itu melibatkan 80 komikus dari Bandung, Jogjakarta, Surabaya dan beberapa daerah lainnya.

"Kami prihatin karena sejauh ini acara-acara komik di Bandung yang saya lihat tidak ramah dengan segmen keluarga, padahal justru lapisan yang ini menurut saya potensial untuk memahami komik," kata Imansyah.

Ia menyatakan dengan adanya sebuah media yang ramah terhadap keluarga maka akan menjadi jembatan informasi, pengetahuan dan edukasi. Komik menjadi bagian dari hal itu.

Imansyah menyebutkan pasar komik sering digelar di kampus-kampus, tapi peminatnya terbatas di kalangan mahasiswa, paling jauh juga sampai kalangan SMA.

"Acara pasar komik kesannya seperti asyik sendiri dan kadang kaitannya terlalu kejepang-jepangan," katanya.

Menurut dia acara-acara komik di Bandung sejauh ini masih di kalangan mahasiswa hingga pelajar SMA. Ia ingin acara komik tidak terlalu terpaku pada segmen pembaca komik Jepang.

Selain itu Imansyah yang juga aktivis Forum Komik Bandung itu juga menyampaikan kegelisahannya terhadap sistem rating untuk komik lokal.

"Tak usah terlalu jauh, kita sendiri sebenarnya belum mawas diri terhadap komik sebagai media yang ramah keluarga. Saya contohkan, kalau ke toko buku biasanya kita lihat ada anak-anak yang baca komik dengan label dewasa," katanya.

Menurut dia sudah jelas ratingnya diberi huruf D besar dan berwarna merah, tapi tidak ada yang melarang. Sebagai sesama pembaca sudah gagal melakukan filter bagi pembaca anak-anak.

"Kasir tidak menanyakan anak-anak yang membeli model komik dewasa ini, dan yang lebih parah lagi kalau orangtua tidak melarang anaknya membaca komik semacam itu," katanya.

Menurut dia Pakoban menggunakan sistem seleksi ketat untuk menjaring kontributor komik lokalnya. Sekitar 250 pengembang komik lokal yang masuk untuk diseleksi dan hanya dipilih 80 komik. Seluruh komik yang terpilih mendapat tempat baik untuk berjualan atau sekadar unjuk karya.

Pihaknya menerapkan sistem seleksi ketat, dari 250 pengembang produk lokal yang masuk dibatasi ke angka 80 komik. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan tahun lalu yang berjumlah 55 komik.

"Semua komik yang masuk harus merupakan karya asli dan bukan plagiat. Kalau terinfluens boleh, itu kan lebih ke gaya menggambar, entah misalnya lebih ke gaya menggambar manga, atau justru lebih ke gambar animasi dari Barat," kata Harlia Hasjim sebagai salah seorang panitia kurator komik Pakoban 2015.

Komik-komik lokal yang ada di Pakoban, Imansyah menjelaskan jenisnya sudah beragam dan para peserta semakin kreatif. Pasar komik menurut Imansyah tidak dapat dipisahkan dengan mainan dan gimmick-gimmick lainnya, komik pasti memiliki kaitan dengan aksesoris dan mainan tokoh-tokoh utamanya.

"Tidak meniadakan fungsi-fungsi yang lain. Kita mengundang beberapa stand animasi, mainan, dan lain-lain. Karena hal-hal tersebut merupakan substansi yang tidak bisa dilepaskan dari sebuah cerita dalam komik," katanya.

Acara Pakoban tahun ini bekerjasama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Gen-X dari ITB.***1***



Aditya

Pewarta:

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015