Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta ada edukasi, termasuk dari orang tua, terkait minuman manis demi mengantisipasi dugaan terjadi lonjakan pasien anak yang cuci darah (hemodialisa).

Penjabat Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin mengatakan pihaknya merasa perlu untuk meminta Dinas Kesehatan dalam menginformasikan terkait kewaspadaan terhadap kasus ini, meski sampai saat ini Pemprov Jabar masih menunggu laporan riil di lapangan.

"Data belum ada, di Jabar disampaikan ke Dinas Kesehatan, soal pengobatannya, tapi tindakan preventif jauh lebih penting. Sebetulnya ada tahapan sebelum cuci darah itu yang bisa kita lakukan. Pertama edukasi kepada masyarakat tentang bahaya minuman manis. Kedua meminta kepada seluruh Puskesmas segera lakukan cek gula darah," ujar Bey dalam keterangan suara di Bandung, Selasa.

Selain meminta Dinas Kesehatan dan peran serta orang tua untuk melakukan langkah-langkah preventif, Bey juga mengaku telah berkoordinasi dengan berbagai fasilitas kesehatan untuk menyikapi hal tersebut.

"Itu cuci darah, itu artinya sudah stadium 4. Ada tahapan yang harusnya bisa kita antisipasi, dan kami akan berkoordinasi dengan seluruh puskesmas melalui Kepala Dinas Kesehatan untuk melakukan koordinasi. Jadi harus ada pengecekan dan edukasi ke masyarakat bahwa anak-anak itu jangan mudah sekali dibelikan minuman manis," kata Bey.

Dia juga mengingatkan jangan mudah memberikan minuman yang dijual bebas terutama yang berasa manis, karena yang paling sehat adalah rutin mengonsumsi air putih.

"Jangan terlalu sering juga dibelikan. Gulanya tinggi sekali," ucapnya menambahkan.

Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso, menegaskan tidak ada peningkatan kasus anak mengalami gagal ginjal yang memerlukan cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Hal ini disampaikan Piprim untuk meluruskan kesalahpahaman mengenai kondisi kesehatan anak-anak di RSCM.

Piprim menjelaskan RSCM memiliki unit dialisis khusus untuk anak-anak, yang menjadi alasan mengapa unit tersebut diisi oleh pasien anak dengan gangguan ginjal terminal.

"Di RSCM itu ada dialisis khusus anak sementara di rumah sakit lain belum tersedia, oleh karena itu di unit khusus itu isinya anak-anak yang mengalami gangguan ginjal terminal," ujarnya.

Lebih lanjut, Piprim memaparkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan anak harus menjalani cuci darah, salah satu penyebab utama adalah kelainan bawaan ginjal. Selain itu, sindrom nefrotik, yang mengganggu fungsi ginjal, serta lupus nefritis, juga dapat membuat anak memerlukan prosedur cuci darah.

Pernyataan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai situasi pasien anak dengan gangguan ginjal di RSCM dan memastikan tidak ada kekhawatiran yang tidak berdasar di masyarakat.



Pewarta: Ricky Prayoga

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024