Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan pihaknya segera menindaklanjuti temuan terkontaminasinya Sungai Citarum oleh kandungan paracetamol dan amoxcilin.
"Besok saya akan cek dan ricek untuk memastikan seandainya ada kandungan-kandungan tersebut," kata Herman di Gedung Sate Bandung, Selasa.
Baca juga: BRIN menemukan adanya kontaminasi bahan aktif obat di Sungai Citarum
Kontaminasi bahan aktif obat di daerah aliran Sungai Citarum tersebut ditemukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berdasarkan hasil penelitian Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air.
Herman mengatakan baru mengetahui informasi tersebut dari pemberitaan media massa. Meski demikian, untuk mencegah adanya dampak kerusakan akibat kontaminasi kandungan bahan obat tersebut, pihaknya akan melakukan penelusuran hingga ke sumbernya.
Herman mengatakan pihaknya juga akan berkoordinasi dengan berbagai fasilitas layanan kesehatan yang ada di dekat DAS Citarum untuk memastikan mereka mengolah limbah medis dengan baik.
"Dari mana sumbernya, kami akan peluruhan ke Puskesmas atau rumah sakit kami akan cek dan ricek. Kalau benar -ada- kami akan ingatkan secepatnya jangan buang obat sembarangan," katanya.
Herman juga mengatakan pihaknya berkomunikasi dengan BRIN terkait hasil penelitian tersebut untuk bisa mengungkap sumber kontaminasi.
"Kita juga akan konfirmasi juga hasil riset BRIN ini. Kami harus memastikan air Sungai Citarum bukan hanya aliran induknya yang harus bersih tapi termasuk dengan jaringannya harus rendah polusi," katanya.
Pemerintah Provinsi Jabar sendiri, bersama Satgas Citarum Harum, tengah menggenjot peningkatan indeks kualitas air Sungai Citarum hingga ke angka 60 pada Desember 2025 mendatang.
Karena itu, agar target tersebut tercapai maka pengawasan terhadap Sungai Citarum terus ditingkatkan, sehingga realisasi program Citarum Harum bisa terwujud.
"Citarum ini saat ini 50 lebih indeks kualitas airnya. Target pak gubernur sesuai dengan harapan pak presiden tahun 2025 bisa 60 kami sedang berikhtiar. Kami harus memastikan kondisi air Sungai Citarum rendah polusi, idealnya tidak ada," tuturnya.
Peneliti Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Rosetyati Retno Utami menyebutkan, pihaknya melakukan penelitian di daerah aliran sungai Citarum, dan menemukan penggunaan paracetamol mencapai 460 ton per tahun dan amoxcillin mencapai 336 ton per tahun yang kemungkinan berasal dari berbagai aktivitas manusia.
Selain dari itu, Kegiatan peternakan yang sering menggunakan obat-obatan dan hormon untuk meningkatkan hasil ternak, merupakan salah satu sumber utama.
Kemudian juga penggunaan obat-obatan rumah tangga, aktivitas industri, serta sistem pengelolaan limbah obat di rumah sakit yang kurang optimal juga turut menyumbang kontaminasi tersebut.
Dia menekankan bahwa kontaminasi di perairan dapat membahayakan organisme akuatik dan juga kesehatan manusia.
Baca juga: Camat di Bandung Barat diminta melibatkan warga lestarikan lingkungan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
"Besok saya akan cek dan ricek untuk memastikan seandainya ada kandungan-kandungan tersebut," kata Herman di Gedung Sate Bandung, Selasa.
Baca juga: BRIN menemukan adanya kontaminasi bahan aktif obat di Sungai Citarum
Kontaminasi bahan aktif obat di daerah aliran Sungai Citarum tersebut ditemukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berdasarkan hasil penelitian Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air.
Herman mengatakan baru mengetahui informasi tersebut dari pemberitaan media massa. Meski demikian, untuk mencegah adanya dampak kerusakan akibat kontaminasi kandungan bahan obat tersebut, pihaknya akan melakukan penelusuran hingga ke sumbernya.
Herman mengatakan pihaknya juga akan berkoordinasi dengan berbagai fasilitas layanan kesehatan yang ada di dekat DAS Citarum untuk memastikan mereka mengolah limbah medis dengan baik.
"Dari mana sumbernya, kami akan peluruhan ke Puskesmas atau rumah sakit kami akan cek dan ricek. Kalau benar -ada- kami akan ingatkan secepatnya jangan buang obat sembarangan," katanya.
Herman juga mengatakan pihaknya berkomunikasi dengan BRIN terkait hasil penelitian tersebut untuk bisa mengungkap sumber kontaminasi.
"Kita juga akan konfirmasi juga hasil riset BRIN ini. Kami harus memastikan air Sungai Citarum bukan hanya aliran induknya yang harus bersih tapi termasuk dengan jaringannya harus rendah polusi," katanya.
Pemerintah Provinsi Jabar sendiri, bersama Satgas Citarum Harum, tengah menggenjot peningkatan indeks kualitas air Sungai Citarum hingga ke angka 60 pada Desember 2025 mendatang.
Karena itu, agar target tersebut tercapai maka pengawasan terhadap Sungai Citarum terus ditingkatkan, sehingga realisasi program Citarum Harum bisa terwujud.
"Citarum ini saat ini 50 lebih indeks kualitas airnya. Target pak gubernur sesuai dengan harapan pak presiden tahun 2025 bisa 60 kami sedang berikhtiar. Kami harus memastikan kondisi air Sungai Citarum rendah polusi, idealnya tidak ada," tuturnya.
Peneliti Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Rosetyati Retno Utami menyebutkan, pihaknya melakukan penelitian di daerah aliran sungai Citarum, dan menemukan penggunaan paracetamol mencapai 460 ton per tahun dan amoxcillin mencapai 336 ton per tahun yang kemungkinan berasal dari berbagai aktivitas manusia.
Selain dari itu, Kegiatan peternakan yang sering menggunakan obat-obatan dan hormon untuk meningkatkan hasil ternak, merupakan salah satu sumber utama.
Kemudian juga penggunaan obat-obatan rumah tangga, aktivitas industri, serta sistem pengelolaan limbah obat di rumah sakit yang kurang optimal juga turut menyumbang kontaminasi tersebut.
Dia menekankan bahwa kontaminasi di perairan dapat membahayakan organisme akuatik dan juga kesehatan manusia.
Baca juga: Camat di Bandung Barat diminta melibatkan warga lestarikan lingkungan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024