Panitia Khusus (Pansus) 5 DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) menyatakan siap memasukkan masalah pengadaan air dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Pertanian Organik sesuai aspirasi kelompok tani organik dari Desa Mangkurakyat Kecamatan Cilawu Kabupaten Garut.
"Nanti dimasukkan pasal terkait dengan masalah di sini ya, sarana prasarana dan sumber pengairan, jadi infrastruktur irigasi itu harus masuk di salah satu pasal di Raperda itu, untuk menyelamatkan pertanian organik," kata Wakil Ketua Pansus 5 DPRD Jabar Enjang Tedi saat kunjungan kerja pembahasan Raperda Penyelenggaraan Pertanian Organik dengan Kelompok Tani Ciawitali, Kecamatan Cilawu, Garut, Selasa.
Baca juga: Petrokimia tertarik kembangkan pupuk organik di lahan padi Garut
Enjang menuturkan saat ini DPRD Jabar sedang melakukan tahapan penerbitan Perda Penyelenggaraan Pertanian Organik untuk membantu petani, menyelamatkan lingkungan, dan juga meningkatkan produktivitas pertanian yang berkualitas.
Dalam kunjungan kerja Pansus 5 ini, kata dia, mendengarkan berbagai persoalan dari kelompok tani yang selama ini intens dalam mengelola lahan pertanian organik di Kampung Ciawitali, Desa Mangkurakyat.
"Kesadaran masyarakat Ciawitali sangat tinggi untuk beralih pertanian konvesnional ke pertanian organik ini, tapi ternyata ada kendala utama di sini yang justru kendala harus menjadi pendukung pertama yakni sumber pengairan yang tersumbat," katanya.
Ia menyampaikan, dalam pertemuan dengan petani di Garut itu mendapatkan masukan yaitu mengatasi persoalan pengadaan air untuk memenuhi kebutuhan areal pertanian organik di desa tersebut agar produktivitas padi tidak turun.
Adanya perda tersebut, kata dia, dapat menjadi dasar hukum untuk menjaga pengairan lahan pertanian organik di Garut maupun daerah lainnya agar lahan tersebut terus produktif, dan diharapkan semakin luas.
"Perda ini harus menjadi payung hukum penyelenggaraan pertanian organik, dan pertanian organik itu bukan hanya tanggung jawab Dinas Pertanian saja, atau di tingkat provinsi Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, tapi pengairan itu sektornya adalah Dinas PUPR, jadi harus ada kerja sama untuk penyelesaiannya," kata Enjang.
Ia menyampaikan perda tersebut ditargetkan selesai 24 Juni 2024 yang sebelumnya akan melalui proses evaluasi di Kemendagri agar tidak ada aturan yang bertentangan dengan peraturan sebelumnya, untuk selanjutnya disahkan.
Ia berharap setelah terbitnya perda tersebut bisa secepatnya memberikan manfaat bagi petani, khususnya petani organik di Garut dalam mengatasi persoalan pengairan lahan pertanian.
"Keberlanjutan pertanian di Jawa Barat itu kan perlu ada payung hukumnya, perlu ada perlindungannya gitu, jadi perlu perlindungan lahan. Nanti kita berharap ada pasal terkait dengan forum pertanian organik yang melibatkan lintas-lintas dinas," katanya.
Ketua Kelompok Tani Ciawitali Ade Ahmad mengatakan lahan pertanian organik yang dikelola kelompoknya seluas 21,6 hektare dan sudah bersertifikat sebagai padi organik.
Ia berharap adanya pertemuan dengan anggota DPRD Jabar dan dinas terkait dapat secepatnya menyelesaikan masalah pengairan untuk lahan pertanian yang selama ini tersumbat, sehingga pertanian organik bisa terselamatkan.
"Harapannya secepatnya diperbaiki, mudah-mudahan cepat, karena air itu penting, kalau tidak ada air, petani padi organik bisa beralih ke jagung," kata Ade.
Baca juga: Dua kelompok tani teh dan kopi di Garut raih sertifikat organik dari lembaga internasional
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
"Nanti dimasukkan pasal terkait dengan masalah di sini ya, sarana prasarana dan sumber pengairan, jadi infrastruktur irigasi itu harus masuk di salah satu pasal di Raperda itu, untuk menyelamatkan pertanian organik," kata Wakil Ketua Pansus 5 DPRD Jabar Enjang Tedi saat kunjungan kerja pembahasan Raperda Penyelenggaraan Pertanian Organik dengan Kelompok Tani Ciawitali, Kecamatan Cilawu, Garut, Selasa.
Baca juga: Petrokimia tertarik kembangkan pupuk organik di lahan padi Garut
Enjang menuturkan saat ini DPRD Jabar sedang melakukan tahapan penerbitan Perda Penyelenggaraan Pertanian Organik untuk membantu petani, menyelamatkan lingkungan, dan juga meningkatkan produktivitas pertanian yang berkualitas.
Dalam kunjungan kerja Pansus 5 ini, kata dia, mendengarkan berbagai persoalan dari kelompok tani yang selama ini intens dalam mengelola lahan pertanian organik di Kampung Ciawitali, Desa Mangkurakyat.
"Kesadaran masyarakat Ciawitali sangat tinggi untuk beralih pertanian konvesnional ke pertanian organik ini, tapi ternyata ada kendala utama di sini yang justru kendala harus menjadi pendukung pertama yakni sumber pengairan yang tersumbat," katanya.
Ia menyampaikan, dalam pertemuan dengan petani di Garut itu mendapatkan masukan yaitu mengatasi persoalan pengadaan air untuk memenuhi kebutuhan areal pertanian organik di desa tersebut agar produktivitas padi tidak turun.
Adanya perda tersebut, kata dia, dapat menjadi dasar hukum untuk menjaga pengairan lahan pertanian organik di Garut maupun daerah lainnya agar lahan tersebut terus produktif, dan diharapkan semakin luas.
"Perda ini harus menjadi payung hukum penyelenggaraan pertanian organik, dan pertanian organik itu bukan hanya tanggung jawab Dinas Pertanian saja, atau di tingkat provinsi Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, tapi pengairan itu sektornya adalah Dinas PUPR, jadi harus ada kerja sama untuk penyelesaiannya," kata Enjang.
Ia menyampaikan perda tersebut ditargetkan selesai 24 Juni 2024 yang sebelumnya akan melalui proses evaluasi di Kemendagri agar tidak ada aturan yang bertentangan dengan peraturan sebelumnya, untuk selanjutnya disahkan.
Ia berharap setelah terbitnya perda tersebut bisa secepatnya memberikan manfaat bagi petani, khususnya petani organik di Garut dalam mengatasi persoalan pengairan lahan pertanian.
"Keberlanjutan pertanian di Jawa Barat itu kan perlu ada payung hukumnya, perlu ada perlindungannya gitu, jadi perlu perlindungan lahan. Nanti kita berharap ada pasal terkait dengan forum pertanian organik yang melibatkan lintas-lintas dinas," katanya.
Ketua Kelompok Tani Ciawitali Ade Ahmad mengatakan lahan pertanian organik yang dikelola kelompoknya seluas 21,6 hektare dan sudah bersertifikat sebagai padi organik.
Ia berharap adanya pertemuan dengan anggota DPRD Jabar dan dinas terkait dapat secepatnya menyelesaikan masalah pengairan untuk lahan pertanian yang selama ini tersumbat, sehingga pertanian organik bisa terselamatkan.
"Harapannya secepatnya diperbaiki, mudah-mudahan cepat, karena air itu penting, kalau tidak ada air, petani padi organik bisa beralih ke jagung," kata Ade.
Baca juga: Dua kelompok tani teh dan kopi di Garut raih sertifikat organik dari lembaga internasional
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024