Antarajawabarat.com,2/10 - Perubahan perilaku masyarakat dalam konsumsi dan penggunaan elpiji 3Kg perlu mendapat pengawasan karena menjadi salah satu faktor risiko inflasi, kata Deputi Kepala Perwakilan Kabtor BI Wilayah VI Jabar Nita Yosita di Bandung, Kamis.
"Ada perubahan perilaku masyarakat dalam penggunaan elpiji 3Kg, terutama dalam mengantisipasi kenaikan harga elpiji 12Kg. Perlu pengawasan untuk mencegah kelangkaan pasokan elpiji bersubsidi itu," kata Nita Yosita.
Ia menyebutkan, berbagai faktor risiko inflasi di Jabar masih cukup tinggi sehigga membutuhkan peran aktif tim pengendali inflasi daerah untuk mengahadapi inflasi berada di kisaran sasarannya.
Pengawasan yang perlu dilakukan oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan pemerintah daerah lainnya dalam kelancaran pasokan dan distribusi bahan pangan, antisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2014 dan menjaga ketersediaan dan kelancaran distribusi pangan.
"Berdasarkan perkembangan terakhir, kami memperkirakan inflasi Jabar pada 2014 dalam kondisi normal berada pada kisaran 4,5 persen plus minus satu persen," kata Nita.
Lebih lanjut ia menyebutkan, inflasi Jabar hingga triwulan 2014 masih menunjukkan tren penurunan. Inflasi Jabar pada triwulan III mencapai 3,86 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 sebesar 6,08 persen dan inflasi nasional 4,53 persen.
"Capaian inflasi di Jabar ini disebabkan salah satunya terkendali beberapa harga komoditas pangan yang sering bergejolak dan menunjukkan ketersediaan dan keterjangkauan stok pangan di Jabar masih cukup," katanya.
Ia menyebutkan, meski ada kenaikan harga yang diatur pemerintah seperti kenaikan tarif angkutan, kenaikan elpiji 12Kg dan tarif dasar listrik, dampak terhadap inflasi di Jabar relatif minimal.***2***
Syarif A
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2014
"Ada perubahan perilaku masyarakat dalam penggunaan elpiji 3Kg, terutama dalam mengantisipasi kenaikan harga elpiji 12Kg. Perlu pengawasan untuk mencegah kelangkaan pasokan elpiji bersubsidi itu," kata Nita Yosita.
Ia menyebutkan, berbagai faktor risiko inflasi di Jabar masih cukup tinggi sehigga membutuhkan peran aktif tim pengendali inflasi daerah untuk mengahadapi inflasi berada di kisaran sasarannya.
Pengawasan yang perlu dilakukan oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan pemerintah daerah lainnya dalam kelancaran pasokan dan distribusi bahan pangan, antisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2014 dan menjaga ketersediaan dan kelancaran distribusi pangan.
"Berdasarkan perkembangan terakhir, kami memperkirakan inflasi Jabar pada 2014 dalam kondisi normal berada pada kisaran 4,5 persen plus minus satu persen," kata Nita.
Lebih lanjut ia menyebutkan, inflasi Jabar hingga triwulan 2014 masih menunjukkan tren penurunan. Inflasi Jabar pada triwulan III mencapai 3,86 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 sebesar 6,08 persen dan inflasi nasional 4,53 persen.
"Capaian inflasi di Jabar ini disebabkan salah satunya terkendali beberapa harga komoditas pangan yang sering bergejolak dan menunjukkan ketersediaan dan keterjangkauan stok pangan di Jabar masih cukup," katanya.
Ia menyebutkan, meski ada kenaikan harga yang diatur pemerintah seperti kenaikan tarif angkutan, kenaikan elpiji 12Kg dan tarif dasar listrik, dampak terhadap inflasi di Jabar relatif minimal.***2***
Syarif A
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2014