Pemerintah Kabupaten Garut bekerja sama dengan Kepolisian Resor Garut menyiapkan nomor telepon khusus pengaduan berbagai masalah anak dan perempuan sebagai bentuk perhatian serius pemerintah setempat menyelamatkan mereka yang menjadi korban kekerasan maupun tindak pidana lainnya.
"Kami bekerja sama dengan Kapolres, nanti apabila hal-hal yang menyangkut dengan pelaporan-pelaporan, mudah-mudahan tidak ada, itu bisa langsung menelepon ke telepon yang nanti akan kita tetapkan," kata Penjabat Bupati Garut Barnas Adjidin saat acara Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Pengembangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis.
Ia menuturkan Pemkab Garut melalui Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Garut akan terus berupaya memberikan perlindungan dan rasa aman bagi anak-anak dan perempuan sesuai amanat undang-undang.
Ia menyampaikan pentingnya melibatkan masyarakat dan seluruh pemangku kebijakan untuk melindungi perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan maupun tindak pidana lainnya.
"Mereka itu diatur oleh aturan, harus dilindungi dan juga harus diajak untuk melaksanakan langkah-langkah positif bagi pembangunan termasuk di Garut," katanya.
Salah satu upaya Pemkab Garut memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan, kata Barnas, dengan menyiapkan nomor telepon layanan khusus bagi masyarakat apabila ada kasus atau permasalahan yang berkaitan dengan anak maupun perempuan.
Masyarakat, kata dia, bisa melaporkan segala bentuk kekerasan yang menimpa anak-anak dan perempuan, maupun mengetahui atau menjadi korban perdagangan orang untuk segera lapor dan jangan takut karena identitas pelapor akan dirahasiakan.
"Kita akan rahasiakan pelapor dan lain sebagainya, sehingga yang melapor itu mungkin nanti aman adanya," katanya.
Ia berharap masyarakat khususnya kalangan perempuan dan anak memiliki pemahaman yang luas tentang aturan hukum mengenai perlindungan perempuan dan anak.
Upaya mewujudkan kesadaran masyarakat itu, kata dia, salah satunya melakukan kegiatan sosialisasi, kemudian membangun kesadaran di lingkungan keluarga, sekolah, maupun tempat kerja.
"Di sekolah diedukasi anak-anak juga, apabila mendapat kekerasan dari orang tua, anaknya itu bisa melaporkan," kata Barnas.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan pada DPPKBPPA Kabupaten Garut, Iryani menambahkan, jumlah korban kekerasan terhadap perempuan di Garut pada 2022 sebanyak 18 kasus, yang paling banyak kasus KDRT, selebihnya kasus kekerasan psikis, seksual, penganiayaan, penelantaran, kekerasan berbasis IT, dan dugaan TPPO.
Selanjutnya kasus tahun 2023 terjadi peningkatan sebanyak 36 kasus, yang paling banyak kejahatan seksual sebanyak 12 kasus, selebihnya kasus KDRT, perilaku seksual menyimpang, hak asuh anak, psikis, dan pornografi.
Sedangkan jumlah korban kekerasan terhadap anak di Garut tahun 2022 sebanyak 39 kasus, kemudian tahun 2023 naik menjadi 130 kasus dengan rincian kasus seperti seksualitas, perebutan hak asuh, perkelahian, pelecehan seksual, perundungan, penelantaran, dan melukai diri sendiri.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
"Kami bekerja sama dengan Kapolres, nanti apabila hal-hal yang menyangkut dengan pelaporan-pelaporan, mudah-mudahan tidak ada, itu bisa langsung menelepon ke telepon yang nanti akan kita tetapkan," kata Penjabat Bupati Garut Barnas Adjidin saat acara Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Pengembangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis.
Ia menuturkan Pemkab Garut melalui Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Garut akan terus berupaya memberikan perlindungan dan rasa aman bagi anak-anak dan perempuan sesuai amanat undang-undang.
Ia menyampaikan pentingnya melibatkan masyarakat dan seluruh pemangku kebijakan untuk melindungi perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan maupun tindak pidana lainnya.
"Mereka itu diatur oleh aturan, harus dilindungi dan juga harus diajak untuk melaksanakan langkah-langkah positif bagi pembangunan termasuk di Garut," katanya.
Salah satu upaya Pemkab Garut memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan, kata Barnas, dengan menyiapkan nomor telepon layanan khusus bagi masyarakat apabila ada kasus atau permasalahan yang berkaitan dengan anak maupun perempuan.
Masyarakat, kata dia, bisa melaporkan segala bentuk kekerasan yang menimpa anak-anak dan perempuan, maupun mengetahui atau menjadi korban perdagangan orang untuk segera lapor dan jangan takut karena identitas pelapor akan dirahasiakan.
"Kita akan rahasiakan pelapor dan lain sebagainya, sehingga yang melapor itu mungkin nanti aman adanya," katanya.
Ia berharap masyarakat khususnya kalangan perempuan dan anak memiliki pemahaman yang luas tentang aturan hukum mengenai perlindungan perempuan dan anak.
Upaya mewujudkan kesadaran masyarakat itu, kata dia, salah satunya melakukan kegiatan sosialisasi, kemudian membangun kesadaran di lingkungan keluarga, sekolah, maupun tempat kerja.
"Di sekolah diedukasi anak-anak juga, apabila mendapat kekerasan dari orang tua, anaknya itu bisa melaporkan," kata Barnas.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan pada DPPKBPPA Kabupaten Garut, Iryani menambahkan, jumlah korban kekerasan terhadap perempuan di Garut pada 2022 sebanyak 18 kasus, yang paling banyak kasus KDRT, selebihnya kasus kekerasan psikis, seksual, penganiayaan, penelantaran, kekerasan berbasis IT, dan dugaan TPPO.
Selanjutnya kasus tahun 2023 terjadi peningkatan sebanyak 36 kasus, yang paling banyak kejahatan seksual sebanyak 12 kasus, selebihnya kasus KDRT, perilaku seksual menyimpang, hak asuh anak, psikis, dan pornografi.
Sedangkan jumlah korban kekerasan terhadap anak di Garut tahun 2022 sebanyak 39 kasus, kemudian tahun 2023 naik menjadi 130 kasus dengan rincian kasus seperti seksualitas, perebutan hak asuh, perkelahian, pelecehan seksual, perundungan, penelantaran, dan melukai diri sendiri.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024