Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan pihaknya telah mengambil langkah meminta klarifikasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) terkait dengan dugaan kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebutkan langkah klarifikasi tersebut telah sesuai dengan amanat Undang-Undan nomor 27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
"Sesuai SOP dan amanat UU kami langsung meminta klarifikasi, kami mengirim surat lewat email kepada KPU. Mereka diberikan waktu tiga hari untuk merespon ini. Sambil menunggu kami juga melakukan penelusuran awal mengumpulkan data-data yang ada di publik," kata Semuel di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu.
Dalam penelusuran awal, Semuel mengatakan Kemenkominfo menemukan bahwa format data yang bocor memang mirip seperti data DPT yang diproses oleh KPU.
Meski demikian, Kementerian Kominfo belum bisa memastikan asal data yang bocor tersebut karena membutuhkan analisis yang lebih mendalam untuk membuktikan kebenaran bahwa data itu benar-benar bersumber dari KPU atau bukan.
"Pada saat ini terlalu prematur untuk menetapkan apapun sebelum kami mendapatkan klarifikasi sebagaimana diamanatkan UU, PSE harus memberikan respon tiga hari setelah kami minta klarifikasi," ujar Semuel.
Dari sisi penegakan hukum lainnya, Semuel juga mengatakan pelaku yang diduga membobol data DPT tersebut juga bisa terancam dengan hukuman sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Menurutnya ada dua hal yang bisa dijeratkan kepada pelaku pembobol data karena mengumpulkan data pribadi secara tidak sah dan melawan hukum.
Adapun ketentuan yang dimaksud ialah pada pasal 67 dengan ancaman hukuman berupa pidana penjara dan pidana denda dengan nominal maksimal Rp5.000.000.000.
Semuel mengatakan untuk penanganan lebih lanjut mengenai dugaan kebocoran data di KPU, pihaknya juga turut berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Polri.
Sebelumnya, pada Selasa (28/11), Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan terus berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Siber Pemilu guna memastikan keamanan data pemilih pada Pemilu 2024.
"Saat ini kami meminta bantuan dari Satgas Siber. Sekarang yang bekerja BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara)," ujar Ketua Divisi Data dan Teknologi Informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Betty Epsilon Idroos di Gedung KPU, Jakarta.
Betty mengatakan KPU telah menerima informasi terkait dugaan pembobolan data pemilih yang dilakukan seorang peretas yang menggunakan nama "Jimbo".
KPU langsung melakukan penelusuran dan bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait. Koordinasi dengan BSSN dilakukan untuk memverifikasi sumber data yang diduga telah dibobol.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertanggung jawab terkait dugaan kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di situs kpu.go.id.
"Jadi di Undang-Undang PDP (Perlindungan Data Pribadi) itu amanatnya kita enggak mau tahu itu dicolong oleh siapa, itu bagian berikutnya, tapi bahwa sampai kecolongan ini harus tanggung jawab ini KPU," kata Abdul saat memimpin jalannya rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan bahwa hal tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Jadi dalam hal ini yang salah adalah KPU langsung, langsung kita bisa mengatakan yang salah sebagai pengelola data pemilu ya kalau mengikuti Undang-Undang PDP," ujarnya.
Untuk itu, dia menyebut proses identifikasi pelaku peretas data Pemilu 2024 yang tengah dilakukan oleh aparat penegak hukum tidak berarti menghilangkan tanggung jawab KPU itu sendiri dalam menjamin keamanan data pemilih.
"Bahwa kemudian nanti harus dicari siapa yang nyolong itu iya, tapi bahwa pengelola data bertanggung jawab menjamin keamanan," ucapnya.
Baca juga: Andika Perkasa khawatir data pemilih yang dibobol dapat intervensi KPU
Baca juga: Bareskrim temukan dugaan kebocoran data pemilih di KPU
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa dugaan kebocoran data Pemilu 2024 menjadi peringatan bagi KPU untuk lebih berhati-hati dalam mengelola sistem pemilu.
"Cuman kan dalam hal forum ini kita tidak mau menyalahkan sehingga kita sama-sama jagalah, yang pasti bahwa pelakunya memang sedang diidentifikasi oleh aparat penegak hukum, dan ini juga peringatan juga buat KPU untuk jaga sistemnya lebih baik," katanya.
Dia pun menyebut baik KPU selaku penyelenggara pemilu maupun pelaku peretasan data Pemilu 2024 harus bertanggung jawab atas dugaan kebocoran data yang terjadi.
"Memang kalau menurut Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi kan sudah jelas lembaganya harus bertanggung jawab. Nah pelaku, pelaku pencurian atau pemanfaatan data secara tidak sah ini ya harus diproses secara hukum," tuturnya.
Dia mengatakan bahwa Kemenkominfo turut berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Polri untuk mengusut dugaan kebocoran data di KPU.
"Nah, ini lagi memang aparat penegak hukum dan BSSN, KPU, kami ini sedang berkoordinasi pelakunya apa dan dan motifnya apa," ucap dia.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Adi Vivid A. Bachtiar mengatakan pihaknya menemukan dugaan kebocoran data pemilih dalam situs kpu.go.id lewat patroli siber yang dilakukan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber).
Hal itu terkait munculnya peretas anonim bernama "Jimbo" yang mengklaim telah meretas situs KPU dan mengakses data pemilih dari situs tersebut.
Akun tersebut membagikan 500 ribu data contoh dalam satu unggahan di situs BreachForums. Situs tersebut biasanya digunakan untuk menjual data-data hasil peretasan.
Jimbo juga memverifikasi kebenaran data dengan beberapa tangkapan layar dari situs cekdptonline.kpu.go.id.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Langkah Kemenkominfo dalam penanganan dugaan kebocoran data KPU
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebutkan langkah klarifikasi tersebut telah sesuai dengan amanat Undang-Undan nomor 27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
"Sesuai SOP dan amanat UU kami langsung meminta klarifikasi, kami mengirim surat lewat email kepada KPU. Mereka diberikan waktu tiga hari untuk merespon ini. Sambil menunggu kami juga melakukan penelusuran awal mengumpulkan data-data yang ada di publik," kata Semuel di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu.
Dalam penelusuran awal, Semuel mengatakan Kemenkominfo menemukan bahwa format data yang bocor memang mirip seperti data DPT yang diproses oleh KPU.
Meski demikian, Kementerian Kominfo belum bisa memastikan asal data yang bocor tersebut karena membutuhkan analisis yang lebih mendalam untuk membuktikan kebenaran bahwa data itu benar-benar bersumber dari KPU atau bukan.
"Pada saat ini terlalu prematur untuk menetapkan apapun sebelum kami mendapatkan klarifikasi sebagaimana diamanatkan UU, PSE harus memberikan respon tiga hari setelah kami minta klarifikasi," ujar Semuel.
Dari sisi penegakan hukum lainnya, Semuel juga mengatakan pelaku yang diduga membobol data DPT tersebut juga bisa terancam dengan hukuman sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Menurutnya ada dua hal yang bisa dijeratkan kepada pelaku pembobol data karena mengumpulkan data pribadi secara tidak sah dan melawan hukum.
Adapun ketentuan yang dimaksud ialah pada pasal 67 dengan ancaman hukuman berupa pidana penjara dan pidana denda dengan nominal maksimal Rp5.000.000.000.
Semuel mengatakan untuk penanganan lebih lanjut mengenai dugaan kebocoran data di KPU, pihaknya juga turut berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Polri.
Sebelumnya, pada Selasa (28/11), Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan terus berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Siber Pemilu guna memastikan keamanan data pemilih pada Pemilu 2024.
"Saat ini kami meminta bantuan dari Satgas Siber. Sekarang yang bekerja BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara)," ujar Ketua Divisi Data dan Teknologi Informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Betty Epsilon Idroos di Gedung KPU, Jakarta.
Betty mengatakan KPU telah menerima informasi terkait dugaan pembobolan data pemilih yang dilakukan seorang peretas yang menggunakan nama "Jimbo".
KPU langsung melakukan penelusuran dan bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait. Koordinasi dengan BSSN dilakukan untuk memverifikasi sumber data yang diduga telah dibobol.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertanggung jawab terkait dugaan kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di situs kpu.go.id.
"Jadi di Undang-Undang PDP (Perlindungan Data Pribadi) itu amanatnya kita enggak mau tahu itu dicolong oleh siapa, itu bagian berikutnya, tapi bahwa sampai kecolongan ini harus tanggung jawab ini KPU," kata Abdul saat memimpin jalannya rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan bahwa hal tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Jadi dalam hal ini yang salah adalah KPU langsung, langsung kita bisa mengatakan yang salah sebagai pengelola data pemilu ya kalau mengikuti Undang-Undang PDP," ujarnya.
Untuk itu, dia menyebut proses identifikasi pelaku peretas data Pemilu 2024 yang tengah dilakukan oleh aparat penegak hukum tidak berarti menghilangkan tanggung jawab KPU itu sendiri dalam menjamin keamanan data pemilih.
"Bahwa kemudian nanti harus dicari siapa yang nyolong itu iya, tapi bahwa pengelola data bertanggung jawab menjamin keamanan," ucapnya.
Baca juga: Andika Perkasa khawatir data pemilih yang dibobol dapat intervensi KPU
Baca juga: Bareskrim temukan dugaan kebocoran data pemilih di KPU
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa dugaan kebocoran data Pemilu 2024 menjadi peringatan bagi KPU untuk lebih berhati-hati dalam mengelola sistem pemilu.
"Cuman kan dalam hal forum ini kita tidak mau menyalahkan sehingga kita sama-sama jagalah, yang pasti bahwa pelakunya memang sedang diidentifikasi oleh aparat penegak hukum, dan ini juga peringatan juga buat KPU untuk jaga sistemnya lebih baik," katanya.
Dia pun menyebut baik KPU selaku penyelenggara pemilu maupun pelaku peretasan data Pemilu 2024 harus bertanggung jawab atas dugaan kebocoran data yang terjadi.
"Memang kalau menurut Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi kan sudah jelas lembaganya harus bertanggung jawab. Nah pelaku, pelaku pencurian atau pemanfaatan data secara tidak sah ini ya harus diproses secara hukum," tuturnya.
Dia mengatakan bahwa Kemenkominfo turut berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Polri untuk mengusut dugaan kebocoran data di KPU.
"Nah, ini lagi memang aparat penegak hukum dan BSSN, KPU, kami ini sedang berkoordinasi pelakunya apa dan dan motifnya apa," ucap dia.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Adi Vivid A. Bachtiar mengatakan pihaknya menemukan dugaan kebocoran data pemilih dalam situs kpu.go.id lewat patroli siber yang dilakukan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber).
Hal itu terkait munculnya peretas anonim bernama "Jimbo" yang mengklaim telah meretas situs KPU dan mengakses data pemilih dari situs tersebut.
Akun tersebut membagikan 500 ribu data contoh dalam satu unggahan di situs BreachForums. Situs tersebut biasanya digunakan untuk menjual data-data hasil peretasan.
Jimbo juga memverifikasi kebenaran data dengan beberapa tangkapan layar dari situs cekdptonline.kpu.go.id.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Langkah Kemenkominfo dalam penanganan dugaan kebocoran data KPU
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023