Amerika Serikat akan membentuk kelompok kerja khusus yang bertugas untuk menyelidiki lebih dalam mengenai kegunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) sekaligus mengembangkan panduan untuk menangkal risiko pemanfaatannya.

National Institute of Standards and Technology (NIST), sebuah lembaga non-regulasi yang berada di bawah naungan Departemen Perdagangan Amerika Serikat, mengungkapkan kelompok kerja tersebut akan beranggotakan para pakar bidang terkait yang berasal dari sektor publik maupun swasta.

"Kelompok baru ini sangat tepat waktu mengingat kecepatan, skala, dan potensi dampak AI yang belum pernah terjadi sebelumnya dan potensinya untuk merevolusi banyak industri dan masyarakat secara lebih luas," kata Direktur NIST Laurie Locascio dikutip dari The Economic Times, Jumat (23/6).

Saat ini para pembuat kebijakan di berbagai negara tengah berupaya untuk menyusun aturan yang mengatur penggunaan AI yang memiliki kemampuan dapat menghasilkan teks dan gambar secara otomatis agar pemanfaatan teknologi tersebut dapat digunakan sebaik mungkin serta mencegah berbagai risiko yang ditimbulkannya.

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan pada minggu ini, bahwa dia yakin risiko teknologi AI terhadap keamanan nasional dan ekonomi perlu ditangani oleh karena itu dia akan meminta nasihat dari para ahli terkait hal tersebut.
Sementara itu Pemerintah Inggris menggelontorkan dana sebesar 21 juta euro (Rp 345 milyar) kepada sistem pelayanan kesehatan National Health Service (NHS) untuk pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang akan dimanfaatkan untuk membantu proses diagnosis penyakit.
 
Menurut laporan Tech Crunch Jumat (23/6) waktu setempat, pada awal bulan ini Perdana Menteri Rishi Sunak mengumumkan kerja sama Inggris dengan perusahaan besar di bidang AI seperti OpenAI, Google DeepMind, dan Anthropic untuk memberikan akses prioritas bagi model AI mereka demi kepentingan riset terhadap evaluasi dan keamanan dari pemanfaatan teknologi tersebut.

Baca juga: Musik yang diciptakan AI dilarang ikut ajang Grammy Awards
 
Saat ini Inggris membentuk AI Diagnostic Fund yang berperan mengembangkan teknologi AI untuk mendukung dalam proses diagnosis beragam jenis penyakit seperti stroke, kanker, dan penyakit jantung.
 
Pemerintah Inggris mengatakan akan menerapkan pemanfaatan AI pada seluruh jaringan pelayanan stroke NHS pada akhir tahun ini. Sebelumnya, dalam beberapa tahun terakhir AI sudah digunakan oleh Inggris untuk mendukung pelayanan kesehatan saat pandemi COVID-19.
 
“Penggunaan perangkat lunak berbasis AI untuk menentukan keputusan pada tahap awal perawatan stroke membuat pasien mendapatkan penanganan lebih cepat, mengurangi kemungkinan kecacatan dan menyelamatkan otak,” kata Dr. Deb Lowe, Direktur Klinis Pengobatan Stroke NHS Inggris.
 
"Kami telah melihat dampak positif dari perangkat lunak pendukung keputusan AI pada perawatan stroke, di mana penilaian dan pengobatan cepat adalah intinya (pemanfaatan AI), dan kami sekarang memiliki bukti nyata tentang manfaatnya bagi pasien NHS," tambahnya.
 
Selain itu, pemerintah Inggris mengatakan bahwa mereka juga ingin menggunakan AI untuk menganalisis hasil rontgen dada yang akan membantu untuk mendeteksi tanda-tanda awal gejala penyakit kanker paru-paru. Kanker paru-paru merupakan penyebab utama kematian akibat kanker di Inggris.
 
Menurut Departemen Pelayanan Kesehatan dan Sosial Inggris, NHS dapat mengajukan dana untuk mengembangkan alat diagnostik berbasis AI apa pun yang menurutnya baik untuk dimanfaatkan.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Amerika Serikat bentuk pokja untuk menyelidiki dampak AI

Pewarta: Farhan Arda Nugraha

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023