Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor belum menerima laporan adanya warga di daerahnya terkena wabah difteri meski beberapa daerah lain di Jawa Barat telah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB).
"Sampai saat ini saya masih belum menerima laporan (kasus difteri)," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, dr Agus Fauzi dalam keterangannya di Bogor, Jumat.
Difteri merupakan infeksi serius pada hidung dan tenggorokan akibat selembar materi tebal berwarna abu-abu menutupi bagian belakang tenggorokan sehingga membuat sulit bernapas.
Dr Agus menyebutkan, penyakit saluran pernapasan itu memang sudah jarang ditemukan di Bogor. Namun, dengan kondisi cuaca ekstrem, dapat menjadi salah satu faktor penyakit tersebut kembali diderita warga.
"Kondisi sekarang bisa saja karena faktor cuaca, faktor daya tahan tubuh. Termasuk salah satunya mungkin karena cakupan imunisasi difterinya rendah, sama halnya dengan (imunisasi) campak," terang Agus.
Padahal, kata dr Agus, difteri merupakan salah satu penyakit yang mudah dicegah dengan pemberian vaksin. Tapi, angka vaksinasi difteri, campak, dan lainnya belakangan menurun lantaran pemerintah fokus pada pelaksanaan vaksinasi COVID-19.
"Memang selama pandemi COVID, dari target 95 persen (vaksinasi difteri), kita masih di bawah, masih 85 persenan," beber dr Agus.
Sebelumnya, Ketua Tim Surveilans Dinkes Jabar Dewi Ambarwati mengatakan, sebagian warga sekitar tidak menyadari penyakit difteri sehingga lalai dalam penanganan pertama.
Dinkes Jabar juga melakukan penanganan dengan memberikan Anti Difteri Serum (ADS), pelacakan kontak erat, dan pengambilan sampel dari suspek.
Enam daerah itu adalah Cianjur, Tasikmalaya, Indramayu, Karawang, Bandung Barat, Kota Bogor, dan Sukabumi.
"Sudah kita lakukan treatment di enam daerah tersebut, tinggal menunggu hasil laboratoriumnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
"Sampai saat ini saya masih belum menerima laporan (kasus difteri)," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, dr Agus Fauzi dalam keterangannya di Bogor, Jumat.
Difteri merupakan infeksi serius pada hidung dan tenggorokan akibat selembar materi tebal berwarna abu-abu menutupi bagian belakang tenggorokan sehingga membuat sulit bernapas.
Dr Agus menyebutkan, penyakit saluran pernapasan itu memang sudah jarang ditemukan di Bogor. Namun, dengan kondisi cuaca ekstrem, dapat menjadi salah satu faktor penyakit tersebut kembali diderita warga.
"Kondisi sekarang bisa saja karena faktor cuaca, faktor daya tahan tubuh. Termasuk salah satunya mungkin karena cakupan imunisasi difterinya rendah, sama halnya dengan (imunisasi) campak," terang Agus.
Padahal, kata dr Agus, difteri merupakan salah satu penyakit yang mudah dicegah dengan pemberian vaksin. Tapi, angka vaksinasi difteri, campak, dan lainnya belakangan menurun lantaran pemerintah fokus pada pelaksanaan vaksinasi COVID-19.
"Memang selama pandemi COVID, dari target 95 persen (vaksinasi difteri), kita masih di bawah, masih 85 persenan," beber dr Agus.
Sebelumnya, Ketua Tim Surveilans Dinkes Jabar Dewi Ambarwati mengatakan, sebagian warga sekitar tidak menyadari penyakit difteri sehingga lalai dalam penanganan pertama.
Dinkes Jabar juga melakukan penanganan dengan memberikan Anti Difteri Serum (ADS), pelacakan kontak erat, dan pengambilan sampel dari suspek.
Enam daerah itu adalah Cianjur, Tasikmalaya, Indramayu, Karawang, Bandung Barat, Kota Bogor, dan Sukabumi.
"Sudah kita lakukan treatment di enam daerah tersebut, tinggal menunggu hasil laboratoriumnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023