Antarajawabarat.com,6/3 - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat mendorong upaya pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk melakukan penelusuran terkait dugaan pembobolan yang terjadi PT Bank Jabar Banten (BJB) Tbk.
"Ini (pembentukan pansus) merupakan bukti fungsi kontrol DPRD, tidak ada jalan lain kecuali membentuk pansus guna menelusuri dugaan tersebut," ujar Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Rudy Harsa Tanaya, di Kota Bandung, Selasa.
Ditemui usai melakukan audiensi dengan perwakilan Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK) Jabar di Gedung DPRD Jabar, Rudy mengatakan pembentukan pansus sebagai langkah tepat guna menelusuri dugaan pembobolan di bank daerah milik Pemprov Jabar tersebut.
"Terlebih kedudukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar sebagai pemilik saham terbesar di bank yang berstatus go public itu," katanya.
Dalam pertemuan antara massa dari ARAK dengan DPRD Jawa Barat, diusulkan agar dibentuk pansus untuk melakukan penelusuran terkait dugaan pembobolan yang terjadi di PT Bank Jabar Banten (BJB).
Menyikapi usulan dari massa ARAK Jabar tentang dugaan pembobolan Bank BJB yang sudah diangkat salah satu media nasional, maka, kata Rudy, pihaknya akan menyampaikan usulan itu kepada komisi C DPRD Jabar sebagai komisi yang berwenang menangani persoalan tersebut.
"Insya Allah hari ini, Komisi C sedang dinas ke luar kota, pertemuan akan kembali dijadwalkan Senin (13/3) mendatang. Saya akan mendorong pembentukan pansus pada komisi C," kata dia.
Ketika ditanyakan tentang keterkaitan pembentukan pansus tersebut dengan status Bank BJB yang sudah go public, Rudy mengatakan meskipun sudah go public namun pembentukan pansus masih sangat relevan karena hingga saat ini, pemilik saham mayoritas Bank BJB adalah Pemprov Jabar.
"Pembentukan pansus pun menjadi bukti fungsi kontrol DPRD Jabar. Jadi, meskipun sudah go public, pembentukan pansus tetap harus dilakukan," kata dia.
Menyikapi usulan pembentukan pansus tersebut pengamat perbankan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Aldrin Herwany meminta agar DPRD Jawa Barat untuk bersikap arif dan bijaksana dalam menanggapi desakan pembentukan pansus tersebut.
Aldrian berharap, DPRD Jawa Barat lebih berhati-hati dalam mengambil langkah untuk menangani kasus dugaan pembobolan Bank BJB tersebut.
"Mengapa harus demikian karena masalahnya status Bank BJB itu sudah go public. Meskipun pemilik saham mayoritas, namun bank itu bukan hanya dimiliki Pemprov Jabar, namun banyak investor lain yang juga memiliki saham Bank BJB," kata Aldrin.
Ia menilai, pembentukan pansus oleh DPRD bisa mungkin dilakukan, bisa juga tidak karena DPRD bukan lembaga yang berwenang dalam menangani kasus perbankan, terlebih perbankan yang kini dipersoalkan statusnya sudah go public.
Menurut dia, kalau pun akan ditelusuri, lembaga yang paling berwenang melakukan penelusuran adalah Bank Indonesia (BI) dan Bapepam.
"Jadi dibutuhkan kearifan, apakah DPRD akan begitu saja menuruti desakan pendemo atau kepentingan seluruh pihak," kata Aldrin yang juga menjabat sebagai Deputy Director for Research LMFE Universitas Padjadjaran Bandung.
Puluhan orang yang tergabung dalam ARAK Jawa Barat berunjuk rasa di depan Gedung Sate Bandung.
Dalam aksinya, massa menuntut agar DPRD Jabar membentuk Pansus demi menelusuri dugaan pembobolan Bank BJB.
Kordinator aksi Asep Adriana dalam orasinya menganggap Bank BJB tengah bermasalah.
Menurutnya, dugaan itu muncul ketika Bank BJB memberikan kredit kepada salah satu perusahaan yakni Koperasi Bina Usaha (KBU) PT Alpindo Mitra Baja (AMB) di Sukabumi.
Ia mengatakan, kucuran senilai Rp38 miliar itu diduga fiktif karena persyaratan pokok administrasi permohonan kredit dinilai tidak terpenuhi.
"Berdasarkan hasil Audit Bank Indonesia menemukan keganjilan dalam proses pencairan, ditengarai perusahaan ini milik salah satu simpatisan yang menguasai Jabar," katanya. ***1***
Ajat S
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013
"Ini (pembentukan pansus) merupakan bukti fungsi kontrol DPRD, tidak ada jalan lain kecuali membentuk pansus guna menelusuri dugaan tersebut," ujar Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Rudy Harsa Tanaya, di Kota Bandung, Selasa.
Ditemui usai melakukan audiensi dengan perwakilan Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK) Jabar di Gedung DPRD Jabar, Rudy mengatakan pembentukan pansus sebagai langkah tepat guna menelusuri dugaan pembobolan di bank daerah milik Pemprov Jabar tersebut.
"Terlebih kedudukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar sebagai pemilik saham terbesar di bank yang berstatus go public itu," katanya.
Dalam pertemuan antara massa dari ARAK dengan DPRD Jawa Barat, diusulkan agar dibentuk pansus untuk melakukan penelusuran terkait dugaan pembobolan yang terjadi di PT Bank Jabar Banten (BJB).
Menyikapi usulan dari massa ARAK Jabar tentang dugaan pembobolan Bank BJB yang sudah diangkat salah satu media nasional, maka, kata Rudy, pihaknya akan menyampaikan usulan itu kepada komisi C DPRD Jabar sebagai komisi yang berwenang menangani persoalan tersebut.
"Insya Allah hari ini, Komisi C sedang dinas ke luar kota, pertemuan akan kembali dijadwalkan Senin (13/3) mendatang. Saya akan mendorong pembentukan pansus pada komisi C," kata dia.
Ketika ditanyakan tentang keterkaitan pembentukan pansus tersebut dengan status Bank BJB yang sudah go public, Rudy mengatakan meskipun sudah go public namun pembentukan pansus masih sangat relevan karena hingga saat ini, pemilik saham mayoritas Bank BJB adalah Pemprov Jabar.
"Pembentukan pansus pun menjadi bukti fungsi kontrol DPRD Jabar. Jadi, meskipun sudah go public, pembentukan pansus tetap harus dilakukan," kata dia.
Menyikapi usulan pembentukan pansus tersebut pengamat perbankan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Aldrin Herwany meminta agar DPRD Jawa Barat untuk bersikap arif dan bijaksana dalam menanggapi desakan pembentukan pansus tersebut.
Aldrian berharap, DPRD Jawa Barat lebih berhati-hati dalam mengambil langkah untuk menangani kasus dugaan pembobolan Bank BJB tersebut.
"Mengapa harus demikian karena masalahnya status Bank BJB itu sudah go public. Meskipun pemilik saham mayoritas, namun bank itu bukan hanya dimiliki Pemprov Jabar, namun banyak investor lain yang juga memiliki saham Bank BJB," kata Aldrin.
Ia menilai, pembentukan pansus oleh DPRD bisa mungkin dilakukan, bisa juga tidak karena DPRD bukan lembaga yang berwenang dalam menangani kasus perbankan, terlebih perbankan yang kini dipersoalkan statusnya sudah go public.
Menurut dia, kalau pun akan ditelusuri, lembaga yang paling berwenang melakukan penelusuran adalah Bank Indonesia (BI) dan Bapepam.
"Jadi dibutuhkan kearifan, apakah DPRD akan begitu saja menuruti desakan pendemo atau kepentingan seluruh pihak," kata Aldrin yang juga menjabat sebagai Deputy Director for Research LMFE Universitas Padjadjaran Bandung.
Puluhan orang yang tergabung dalam ARAK Jawa Barat berunjuk rasa di depan Gedung Sate Bandung.
Dalam aksinya, massa menuntut agar DPRD Jabar membentuk Pansus demi menelusuri dugaan pembobolan Bank BJB.
Kordinator aksi Asep Adriana dalam orasinya menganggap Bank BJB tengah bermasalah.
Menurutnya, dugaan itu muncul ketika Bank BJB memberikan kredit kepada salah satu perusahaan yakni Koperasi Bina Usaha (KBU) PT Alpindo Mitra Baja (AMB) di Sukabumi.
Ia mengatakan, kucuran senilai Rp38 miliar itu diduga fiktif karena persyaratan pokok administrasi permohonan kredit dinilai tidak terpenuhi.
"Berdasarkan hasil Audit Bank Indonesia menemukan keganjilan dalam proses pencairan, ditengarai perusahaan ini milik salah satu simpatisan yang menguasai Jabar," katanya. ***1***
Ajat S
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013