Mismatch atau ketidaksesuaian antara lulusan pendidikan dan kebutuhan industri masih menjadi permasalahan dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Kajian Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan sekitar 53,3 persen pekerja saat ini memiliki latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan pekerjaannya.
Ini berarti sebagian besar pekerja beraktivitas di luar kompetensi atau ada ketidakcocokan antara pendidikan yang ditempuh dengan aktivitas pekerjaan yang dijalankan.
Hal ini juga menunjukkan bahwa arah pendidikan maupun pelatihan di Indonesia masih perlu diupayakan agar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri.
Kasus ini tak patut dibiarkan sehingga perlu obat mujarab agar latar belakang pendidikan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Di sinilah peran Program Kartu Prakerja untuk memperkecil celah mismatch tenaga kerja.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Bank Dunia menciptakan suatu sistem pemantauan keterampilan yang menyelaraskan program pendidikan dan keterampilan terhadap tuntutan dunia usaha dan industri.
Langkah pertama yang dilakukan dari sistem pemantauan tersebut adalah melalui penyusunan Critical Occupation List (COL) atau Daftar Pekerjaan Kritis di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kemenko Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin mengatakan di dunia internasional COL telah digunakan untuk menyusun kebijakan pendidikan dan migrasi tersasar yang menangani kesenjangan keterampilan kritis.
Tak hanya itu, Daftar Pekerjaan Kritis juga membantu para pembuat kebijakan untuk menentukan investasi-investasi program pelatihan, penyesuaian insentif untuk program pemagangan, serta keterampilan-keterampilan mana saja yang harus dikembangkan oleh pencari kerja untuk meningkatkan nilai mereka di pasar tenaga kerja.
"Dengan adanya daftar ini, maka ketidaksesuaian tenaga kerja dengan kebutuhan industri dapat terus diperkecil ke depannya," kata Rudy.
Berdasarkan hasil laporan IndOTaSk (Indonesia’s Occupational Tasks and Skills) 2020, terdapat 51 pekerjaan dengan permintaan tinggi di Indonesia. Profesi-profesi ini dinilai banyak dibutuhkan atau penting untuk perekonomian Indonesia.
IndOTaSk merupakan studi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan data untuk kebijakan pembangunan dan pemantauan keterampilan tenaga kerja.
Berdasarkan penelitian Bank Dunia dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia (Bappenas) ada lima pekerjaan penting dari 51 profesi itu, yakni software developer, desainer grafis, arsitek bangunan, marketing manager, dan analis keuangan.
Nah, untuk dapat bersaing di dunia kerja terutama mengisi dan menguasai pekerjaan dengan permintaan tinggi di Indonesia itu maka dibutuhkan keahlian dan keterampilan yang akan menjadi nilai lebih saat melamar pekerjaan.
Salah satu cara meningkatkan keahlian adalah dengan mengikuti pelatihan dan mendapatkan tambahan ilmu yang bisa didapatkan melalui Program Kartu Prakerja.
Salah seorang alumnus Program Kartu Prakerja gelombang 11, Jeklin Marvi Pongotak, menjadi salah satu contoh yang bertarung dalam pekerjaan dengan permintaan tinggi di Indonesia. Ia menerima pesanan desain grafis untuk berbagai tujuan dari pemesan.
Resmi menjadi penerima manfaat Program Kartu Prakerja, dia langsung mengambil dua jenis pelatihan, yaitu desain grafis dan pelatihan untuk mendapatkan nilai TOEFL yang memuaskan.
Berkat pelatihan yang disediakan dalam Program Kartu Prakerja, ia mengaku bisa meningkatkan kapasitas dirinya dan meningkatkan nilai jual dirinya kepada pelanggan untuk memakai jasanya, karena Program Kartu Prakerja memberikan sertifikat yang bisa mendukung kepercayaan klien akan kredibilitasnya.
"Tidak bisa disangkal orang juga menginginkan bukti bahwa benar tidak tuh kemampuannya. Jadi ketika saya sudah punya sertifikat ini, lebih mudah menunjukkan saya sudah menjalani pelatihan dan akhirnya jadi mudah, mudah diterima," ujar Jeklin ketika ditemui ANTARA di acara Kartu Prakerja di Bali.
Mahasiswi Fakultas Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, itu kini aktif menerima pesanan desain grafis. Pada saat bersamaan, ia juga membuka jasa penerjemah dan guru les privat.
Bahkan beberapa pekerjaan datang dari beberapa kantor dinas di kampung halamannya di Melawi, Kalimantan Barat, meski kini dia berdomisili di Pontianak.
Penerima manfaat Program Kartu Prakerja lainnya, Erlinda Rambu Enga asal Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, mengaku Program Kartu Prakerja telah meningkatkan potensi dirinya untuk bersaing di pasar kerja.
Diterima menjadi peserta penerima manfaat pada Gelombang 5, perempuan berusia 28 tahun itu menyebut diterima menjadi peserta Program Kartu Prakerja menjadi berkah baginya.
Meski keluarganya masih memiliki sawah yang hasilnya bisa dijual untuk menopang kebutuhan keluarga besar, dia bertekad untuk tetap memiliki pendapatan yang dihasilkannya sendiri.
"Dari Program Kartu Prakerja aku tahu yang namanya mencari uang sendiri. Kalau tidak ada program itu, mungkin aku hanya tidur-tidur karena mungkin menunggu dari usaha pertanian itu," kata Erlinda yang juga berbicara dengan ANTARA saat ditemui di acara Program Kartu Prakerja di Bali.
Erlinda memilih beberapa pelatihan yang disediakan Program Kartu Prakerja, yakni menggunakan Microsoft Excel, digital marketing dan wirausaha online.
Berbekal sertifikat yang diterimanya usai pelatihan, ia kemudian melamar untuk menjadi mitra BPS yang merupakan petugas untuk melakukan berbagai survei di lapangan.
Bukan kali pertama ia melamar menjadi mitra BPS, tapi berbeda dengan lamaran sebelumnya, kini Erlinda telah diterima untuk menjadi petugas BPS pada 2020 ketika menyertakan sertifikat dari pelatihan Program Kartu Prakerja.
Peluang bekerja
Dalam riset Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab Southeast Asia (J-PAL SEA) menunjukkan penerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 172 persen lebih untuk menggunakan sertifikat pelatihan saat mencari pekerjaan.
Riset itu juga menunjukkan bahwa peserta Kartu Prakerja juga memiliki probabilitas 18 persen lebih tinggi untuk menambah peluang mendapat pekerjaan baru. Penerima Kartu Prakerja juga memiliki probabilitas 30 persen lebih tinggi untuk meningkatkan peluang memiliki usaha.
Sementara itu, hasil penelitian Rumah Riset Presisi Indonesia menyimpulkan bahwa Program Kartu Prakerja meningkatkan kompetensi lebih tinggi 2,2 persen, meningkatkan produktivitas lebih tinggi 2,7 persen, dan meningkatkan daya saing lebih tinggi 3,8 persen.
Di samping itu, riset Presisi juga menyimpulkan Program Kartu Prakerja meningkatkan penerima manfaat untuk mengembangkan keterampilan kewirausahaan 49 persen lebih tinggi.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari menyampaikan hasil riset dari J-PAL SEA dan Presisi Indonesia itu membuktikan Program Kartu Prakerja terbukti efektif dalam meningkatkan kompetensi, produktivitas, daya saing, kewirausahaan, dan pendapatan para penerima Kartu Prakerja.
"Bukti ilmiah tersebut, memperlihatkan bahwa Program Kartu Prakerja berhasil menjalankan misi gandanya di masa pandemi, yakni meningkatkan keterampilan sekaligus memberikan bansos," kata Denni.
Paket lengkap Program Kartu Prakerja berupa pelatihan dan bantuan ini, menurutnya, adalah sebuah inovasi unik dari Pemerintah Indonesia dalam merespon pandemi COVID-19.
Kartu Prakerja sendiri sampai menjelang akhir 2022 ini telah dirasakan 16,42 juta orang di 514 kabupaten/kota yang tersebar di seluruh Indonesia.
Lewat Kartu Prakerja yang menyediakan 1.224 program pelatihan vokasi itu diharapkan dapat membantu menjawab tantangan tren pasar kerja dan mendorong para pekerja di Indonesia menghadapi berbagai perubahan yang ada dengan kompetensi mumpuni.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kartu Prakerja, upaya pemerintah perkecil "mismatch" angkatan kerja
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022