"Atau infeksi berat sampai dapat terjadi sepsis dan lainnya. Tentu juga perlu diwaspadai perburukan penyakit kronik yang memang sudah ada pada warga sejak sebelum gempa," ujar Prof Tjandra melalui pesan eletroniknya, Selasa.
Prof Tjandra juga mengingatkan adanya kemungkinan merebaknya penyakit menular, yaitu penyakit yang ditularkan melalui air atau water-borne disease, penyakit menular lewat makanan atau foodborne disease, penyakit paru dan pernapasan serta penyakit yang menular melalui kontak langsung antar manusia.
Menurut dia, masalah-masalah ini harus diantisipasi sejak sekarang. Upaya pencegahan terhadap dampak kesehatan selanjutnya, sesudah yang terjadi di jam-jam dan hari-hari pertama sesudah gempa perlu dilakukan.
"Segera menerapkan strategi pengendalian penyakit, baik menular maupun tidak menular yang kronik," kata dia yang pernah menjabat sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.
Lebih lanjut, langkah kesehatan yang juta perlu dilakukan yakni penilaian cepat apa yang dibutuhkan segera atau rapid needs assessments dan mengevaluasi sumber daya yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan yang diperlukan.
"Dalam hal ini pengaturan pelayanan di RS di Cianjur dan sekitarnya sebaiknya jadi prioritas utama untuk dilaksanakan," saran Prof Tjandra ikut berduka atas gempa di Cianjur yang menelan korban jiwa dan luka.
Dia juga menekankan pentingnya pihak berwenang selalu melakukan evaluasi terhadap efektifitas strategi yang dilakukan dan melakukan perbaikan atau contingency planning untuk antisipasi kemungkinan bencana di masa datang.
Menurut data ilmiah, beberapa jam sesudah gempa akan banyak ditemukan kasus serius, luka, patah tulang sampai kerusakan organ dalam tubuh akibat berbagai benturan ketika gempa.
Kasus-kasus berat dapat mengakibatkan gangguan berbagai alat atau sistem tubuh yang memerlukan penanganan segera.
Salah satu penelitian lain menunjukkan dari kasus-kasus yang ada maka sekitar 65 persen mengalami luka-luka, 22 persen patah tulang, 6 persen kerusakan jaringan lunak dan persentasi cukup banyak yang mengalami trauma di tungkai dan lengan.
Sementara itu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa tren magnitudo gempa susulan di Kabupaten Cianjur cenderung melemah.
"Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa hingga Selasa, 22 November 2022 pukul 4.00 WIB menunjukkan tren magnitudo gempa susulan yang cenderung melemah," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, gempa susulan dari gempa utama magnitudo 5,6 Cianjur, Jawa Barat pada Senin (12/11) kemarin juga menunjukkan tren frekuensi aktivitas gempa susulan yang semakin jarang.
"Aktivitas gempa susulan (aftershocks) di Cianjur-Sukabumi sudah meluruh," katanya.
Daryono mengemukakan, gempa yang terjadi di Cianjur masuk dalam kategori gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake).
Ia mengatakan, karakteristik gempa kerak dangkal itu memiliki gempa susulan yang cukup banyak karena berada di batuan yang relatif rapuh.
"Hingga pukul 7.30 BMKG mencatat 122 kali gempa susulan akibat gempa M5,6 Cianjur, Jawa Barat," tuturnya.
Sementara itu, Kepala BNPB Letnan Jenderal Suharyanto mengatakan target masa tanggap darurat berlangsung
selama satu minggu dan berharap proses pencarian dan evakuasi sudah selesai.
Ia meminta kementerian dan lembaga dapat bersinergi dan berkolaborasi untuk mempercepat penanganan darurat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Prof Tjandra ingatkan masalah kesehatan yang akan timbul usai bencana
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022