Berawal dari keprihatinan tingginya angka putus sekolah di lingkungan tempat bertugas sekaligus kampung halamannya di Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, seorang polisi membangun rumah belajar.
Polisi bernama Sopyan Sahuri dengan pangkat Ajun Inspektur Polisi (Aipda) itu merintis rumah belajar dari hasil menyisihkan gaji.
Membangun rumah belajar memang impian lama Sahuri yang sehari-hari bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di Kecamatan Cugenang. Dari hasil menyisihkan gaji setiap bulan selama beberapa tahun, ia akhirnya bisa mendirikan rumah belajar bagi anak putus sekolah di Desa Sarampat, wilayah tugasnya.
Berbekal tanah hibah dari orang tuanya seluas 100 meter persegi, Sahuri berhasil membangun satu ruang kelas dan mulai mendapatkan mantan siswa dari berbagai tingkatan; SD, SMP, dan SMA yang putus sekolah karena faktor ekonomi dan memilih membantu orang tua di ladang.
Pada awal merintis rumah belajar, tidak banyak yang memedulikan niat mulia polisi itu karena sebagian besar orang tua memilih anaknya membantu di ladang. Berkat kegigihannya meyakinkan orang tua, akhirnya mereka mengizinkan anak-anaknya melanjutkan sekolah di rumah belajar itu.
Layaknya pendidikan formal di sekolah umum, siswa yang mengikuti proses belajar mengajar di sekolah tersebut mendapatkan materi pelajaran dari Sahuri. Ia harus pintar membagi waktu sebagai guru dan Bhabinkamtibmas, yang setiap hari harus mengunjungi warga sebagai tugas utamanya.
Dalam seminggu siswa hanya masuk sekolah 2 hari sehingga ketika tidak ada jadwal sekolah, anak-anak tetap bisa bekerja membantu perekonomian keluarga. Meski tidak mendapat gaji dari mengajar puluhan siswa, Sahuri mengaku puas karena dapat memberikan pendidikan bagi siswa putus sekolah untuk meraih cita-citanya di masa depan.
Dua kegiatan yang berbeda itu telah dijalani selama 3 tahun terakhir, mulai dari lima siswa lalu berkembang menjadi 20 siswa dan siswi dari berbagai tingkatan. Ia ingin rumah belajarnya terus berkembang dan mendapat izin sebagai Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Dengan demikian, peserta didik yang sekolah tanpa dipungut biaya di rumah belajar itu kelak dapat mengantongi ijazah setelah mengikuti ujian akhir layaknya siswa di sekolah formal.
Saat ini ada 20 siswa yang kembali melanjutkan sekolah di rumah belajar ini. Karena tanpa biaya, banyak orang tua yang mendorong anaknya kembali ke sekolah, apalagisetiap minggu hanya perlu masuk 2 hari.
Pemkab Cianjur saat ini memang tengah berjuang meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM), yang masih rendah. Salah satu indikator yang sedang ditingkatkan adalah pendidikan dengan target lamanya angka sekolah dan usia harapan sekolah melalui sekolah formal atau PKBM.
Seakan gayung bersambut, keberadaan rumah belajar yang didirikan Sahuri dapat menjadi pilihan bagi siswa yang putus sekolah dan usia harapan sekolah rentang usia 25 tahun ke atas untuk dapat kembali mengenyam pendidikan melalui rumah belajar yang dikembangkan menjadi PKBM.
PKBM andalan tingkatkan IPM
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cianjur mencatat sebanyak 276 PKBM berdiri di 32 kecamatan, dengan jumlah terbanyak di 14 kecamatan di wilayah selatan. Total ada 200 PKBM untuk meningkatkan angka lama dan usia harapan sekolah semua tingkatan.
Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah kecamatan, termasuk mendirikan PKBM, ditunjang dengan 20 persen dari alokasi APBD, menjadi upaya memberikan pelayanan lama sekolah untuk warga.
PKBM yang dibangun menyediakan pendidikan Paket A, B, dan C, yang setara dengan SD, SMP, dan SMA. Warga yang selama ini hanya mengenyam pendidikan di pondok pesantren, yang tidak memiliki kurikulum umum, dapat menjalani pendidikan kembali di PKBM.
Biaya pendidikan untuk mereka yang berusia 21 sampai 25 tahun sepenuhnya ditanggung pemerintah, sedangkan bagi orang tua yang memiliki anak usia sekolah diminta untuk menuntaskan pendidikan sampai 12 tahun, agar IPM Cianjur dapat meningkat dengan cepat karena pemkab menyediakan berbagai kemudahan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Cianjur, Akib Ibrahim, mengatakan untuk meningkatkan angka lama sekolah dan usia rata-rata sekolah 12 tahun di Cianjur serta meningkatkan IPM, sangat terbantu dengan adanya PKBM yang ada di seluruh kecamatan di Cianjur, terutama di wilayah Cianjur selatan.
Siswa yang putus sekolah mulai dari SD, SMP, dan SMA sederajat tetap dapat melanjutkan pendidikan sambil bekerja atau membantu perekonomian keluarga. Program tersebut termasuk untuk orang tua berusia lanjut, namun memiliki keinginan untuk menuntaskan pendidikan maksimal 12 tahun.
Mereka dapat mengikuti proses belajar yang diterapkan PKBM namun tidak memberatkan, seperti dalam seminggu cukup masuk 2-3 hari untuk anak putus sekolah rentang usia 13 sampai 21 tahun, sedangkan untuk usia lebih dari 21 tahun cukup hadir di kelas satu kali dalam sebulan.
"Berbeda dengan sekolah formal, untuk anak usia sekolah kami harapkan meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, namun untuk usia produktif dapat melanjutkan pendidikan di PKBM guna mendapatkan ijazah Paket A, B dan C," katanya.
Keberadaan PKBM di Cianjur dapat membantu pemerintah meningkatkan IPM yang masih rendah sehingga target lama sekolah dan usia sekolah dapat ditingkatkan seiring menjamurnya PKBM di seluruh kecamatan. Bahkan untuk menunjang keberadaannya, pemerintah daerah memberikan berbagai bantuan.
Bantuan itu mulai dari biaya operasional sekolah, alat tulis kantor, gaji tutor, dan tenaga ahli dalam pendidikan nonformal diberikan pemerintah untuk melancarkan kegiatan PKBM. Dengan demikian pengelola tidak terlalu memberatkan siswa yang rata-rata putus sekolah atau tidak melanjutkan karena ekonomi keluarga yang sulit.
Pemda mengharapkan masing-masing PKBM dapat memberikan pelatihan dan materi kewirausahaan sehingga saat menuntaskan pendidikan, mereka yang berusia produktif mendapat bekal untuk membuka usaha sendiri, seperti ilmu komputer, menjahit, memasak, dan perbengkelan.
Selain mata pelajaran umum yang diberikan layaknya sekolah formal, siswa PKBM juga dibekali keahlian khusus, seperti yang diberikan oleh pengelola PKBM Srikandi, Kelurahan Sawahgede, Cianjur.
Ketua Operator PKBM Kabupaten Cianjur, Gito Ramdhani, menceritakan sejak berdiri tahun 2017, pihaknya telah meluluskan 450 siswa berbagai tingkatan mulai dari Paket A, B, dan C. Ratusan alumnus itu didominasi lulusan Paket C yang dilengkapi dengan sertifikat keahlian menjahit dan komputer.
Selama 4 tahun terakhir, siswa yang mengikuti pendidikan merupakan buruh pabrik dan karyawan swasta yang saat melamar hanya menggunakan ijazah SMP sehingga saat dituntut perusahaan untuk meningkatkan status, mereka diharuskan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
"Perbedaannya dengan sekolah formal atau rumah belajar lain, PKBM lebih banyak menyesuaikan jadwal tatap muka berdasarkan jadwal kosong siswa. Juga lebih mengedepankan keahlian, tidak sekadar mengejar ijazah. Mereka dibekali berbagai keahlian, seperti ilmu komputer," kata Gito.
Meski rata-rata pengelola PKBM tidak memungut biaya siswa, tutor dan tenaga ahli pendidikan dinilai perlu mendapat bantuan operasional dari pemerintah, agar mereka dapat fokus mendidik dan melatih siswa dari berbagai tingkatan tanpa harus mencari pekerjaan sampingan.
Keberadaan ratusan PKBM selama ini telah membantu Pemkab Cianjur dalam meningkatkan IPM bidang pendidikan.
Akan tetapi, masih banyak PKBM yang beroperasi mandiri karena jumlah siswanya masih minim, seperti rumah belajar milik Aipda Sopyan Sahuri. Rumah belajar ini berharap bisa meningkatkan kapasitas dan mendapat akreditasi. Semua itu dilakukan agar di desanya tidak ada lagi siswa putus sekolah.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022