Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Satria menawarkan 10 agenda nasional untuk meningkatkan resiliensi atau ketahanan pangan di tengah isu krisis pangan dunia akibat perang Ukraina dan Rusia.
Menurut Arief Satria kepada ANTARA saat dikonfirmasi di Kota Bogor, Selasa, 10 agenda nasional ketahanan pangan yang digagasnya telah disampaikan pada T20 Summit: Strengthening the Role of the G20 to Navigate the Current Global Dynamics, Senin (5/9) di Bali.
"Ambil hal positif dari ancaman krisis pangan global, justru untuk meningkatkan ketahanan pangan lokal. Kita harus optimis dengan keanekaragaman pangan lokal," ujarnya.
Arief menyampaikan perlu ada upaya serius atas kondisi dunia yang dihadapkan pada masalah global. Sekitar 768 juta jiwa di dunia mengalami kelaparan pada 2021 yang berarti meningkat sekitar 46 juta jiwa dari 2020.
Data Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan ada 2 miliar orang mengalami masalah gizi dan 150 juta anak mengalami kekerdilan atau stunting.
Selain itu The Global Report on Food Crisis (2021) menunjukkan bahwa sekitar 193 juta jiwa di 53 negara terdampak perubahan besar-besaran atau disrupsi global yang dipicu oleh perubahan iklim, pandemi COVID-19, dan konflik Rusia-Ukraina.
Mengantisipasi itu, Arief Satria pun memaparkan 10 agenda nasional yang bisa dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Pertama, intensifikasi dan pendampingan petani. Kedua, restorasi ekosistem dan tambahan ketersediaan lahan. FAO menyebutkan bahwa tahun 2030 perlu 5,4 miliar hektare lahan pertanian, dimana saat ini hanya tersedia 5,1 miliar hektare.
Ketiga, sistem pangan berbasis komunitas. Keempat, diversifikasi pangan lokal sehingga masyarakat tidak tergantung hanya pada satu produk saja seperti beras atau gandum. Banyak alternatif untuk substitusi impor seperti pangan dari sagu, sorgum, singkong, dan lain-lain.
Kelima, lanjut dia, dengan peningkatan konsumsi protein hewani, baik ikan dan daging untuk peningkatan kualitas gizi. Keenam, inovasi untuk industri pangan lokal guna meningkatkan nilai tambah dan kandungan gizinya.
Ketujuh, pengembangan sistem logistik pangan berbasis kepulauan. Delapan, mengurangi food loss and waste baik pada produksi, pascapanen, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi. Kesembilan, regenerasi dan penguatan kelembagaan petani. Kesepuluh, pentingnya arah kebijakan nasional yang berpihak pada pangan lokal seperti kebijakan rasio kandungan pangan lokal pada impor gandum.
Sebelumnya Institut Pertanian Bogor (IPB) mengembangkan ayam pedaging dengan nama IPB D1 yang merupakan hasil persilangan antara ayam lokal dengan ayam pedaging luar negeri Parent Stock Cobb yang lebih kuat terhadap penyakit dan bisa dikembangkan di pedesaan untuk menyumbang ketahanan pangan dari sektor hewani.
Peneliti dari Fakultas Peternakan IPB Profesor Cece Sumantri, di Kota Bogor, Minggu, mengatakan ayam pedaging hasil persilangan terinspirasi dari sulitnya bibit dan pakan ayam pedaging yang selama ini masih impor.
"Ayam ini sudah dikembangkan di Sukabumi bekerja sama dengan swasta dan ternyata hasilnya bagus, bobot daging bagus seperti ayam pedaging bibit luar, tetapi juga punya cita rasa ayam lokal yang lebih kuat terhadap penyakit," kata Profesor Cece.
Cece menyebutkan komposisi ayam pedaging hasil penelitiannya sudah ada tiga generasi yakni IPB D1, D2 dan D3 yang memiliki keunggulan bobot daging, ketahanan tubuh dan lainnya cukup tinggi, terutama di IPB D3 yang masih dalam pengembangan. Sementara IPB D1 sudah bisa diternak oleh masyarakat luas.
Ayam-ayam tersebut merupakan persilangan dari jantan F1 antara ayam pelung dengan ayam sentul dikawinkan dengan betina F1 hasil persilangan ayam kampung dengan Parent Stock Cobb pedaging.
Secara genetik, ayam IPB D1 mempunyai komposisi gen ayam pelung, sentul, kampung, Cobb, masing-masing sebesar 25 persen. Artinya, komposisi bibit pedaging impor hanya 25 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rektor IPB usulkan 10 agenda nasional tingkatkan ketahanan pangan RI
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Menurut Arief Satria kepada ANTARA saat dikonfirmasi di Kota Bogor, Selasa, 10 agenda nasional ketahanan pangan yang digagasnya telah disampaikan pada T20 Summit: Strengthening the Role of the G20 to Navigate the Current Global Dynamics, Senin (5/9) di Bali.
"Ambil hal positif dari ancaman krisis pangan global, justru untuk meningkatkan ketahanan pangan lokal. Kita harus optimis dengan keanekaragaman pangan lokal," ujarnya.
Arief menyampaikan perlu ada upaya serius atas kondisi dunia yang dihadapkan pada masalah global. Sekitar 768 juta jiwa di dunia mengalami kelaparan pada 2021 yang berarti meningkat sekitar 46 juta jiwa dari 2020.
Data Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan ada 2 miliar orang mengalami masalah gizi dan 150 juta anak mengalami kekerdilan atau stunting.
Selain itu The Global Report on Food Crisis (2021) menunjukkan bahwa sekitar 193 juta jiwa di 53 negara terdampak perubahan besar-besaran atau disrupsi global yang dipicu oleh perubahan iklim, pandemi COVID-19, dan konflik Rusia-Ukraina.
Mengantisipasi itu, Arief Satria pun memaparkan 10 agenda nasional yang bisa dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Pertama, intensifikasi dan pendampingan petani. Kedua, restorasi ekosistem dan tambahan ketersediaan lahan. FAO menyebutkan bahwa tahun 2030 perlu 5,4 miliar hektare lahan pertanian, dimana saat ini hanya tersedia 5,1 miliar hektare.
Ketiga, sistem pangan berbasis komunitas. Keempat, diversifikasi pangan lokal sehingga masyarakat tidak tergantung hanya pada satu produk saja seperti beras atau gandum. Banyak alternatif untuk substitusi impor seperti pangan dari sagu, sorgum, singkong, dan lain-lain.
Kelima, lanjut dia, dengan peningkatan konsumsi protein hewani, baik ikan dan daging untuk peningkatan kualitas gizi. Keenam, inovasi untuk industri pangan lokal guna meningkatkan nilai tambah dan kandungan gizinya.
Ketujuh, pengembangan sistem logistik pangan berbasis kepulauan. Delapan, mengurangi food loss and waste baik pada produksi, pascapanen, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi. Kesembilan, regenerasi dan penguatan kelembagaan petani. Kesepuluh, pentingnya arah kebijakan nasional yang berpihak pada pangan lokal seperti kebijakan rasio kandungan pangan lokal pada impor gandum.
Sebelumnya Institut Pertanian Bogor (IPB) mengembangkan ayam pedaging dengan nama IPB D1 yang merupakan hasil persilangan antara ayam lokal dengan ayam pedaging luar negeri Parent Stock Cobb yang lebih kuat terhadap penyakit dan bisa dikembangkan di pedesaan untuk menyumbang ketahanan pangan dari sektor hewani.
Peneliti dari Fakultas Peternakan IPB Profesor Cece Sumantri, di Kota Bogor, Minggu, mengatakan ayam pedaging hasil persilangan terinspirasi dari sulitnya bibit dan pakan ayam pedaging yang selama ini masih impor.
"Ayam ini sudah dikembangkan di Sukabumi bekerja sama dengan swasta dan ternyata hasilnya bagus, bobot daging bagus seperti ayam pedaging bibit luar, tetapi juga punya cita rasa ayam lokal yang lebih kuat terhadap penyakit," kata Profesor Cece.
Cece menyebutkan komposisi ayam pedaging hasil penelitiannya sudah ada tiga generasi yakni IPB D1, D2 dan D3 yang memiliki keunggulan bobot daging, ketahanan tubuh dan lainnya cukup tinggi, terutama di IPB D3 yang masih dalam pengembangan. Sementara IPB D1 sudah bisa diternak oleh masyarakat luas.
Ayam-ayam tersebut merupakan persilangan dari jantan F1 antara ayam pelung dengan ayam sentul dikawinkan dengan betina F1 hasil persilangan ayam kampung dengan Parent Stock Cobb pedaging.
Secara genetik, ayam IPB D1 mempunyai komposisi gen ayam pelung, sentul, kampung, Cobb, masing-masing sebesar 25 persen. Artinya, komposisi bibit pedaging impor hanya 25 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rektor IPB usulkan 10 agenda nasional tingkatkan ketahanan pangan RI
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022