Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengatakan sebanyak 70 kasus kumulatif diduga hepatitis akut misterius pada anak dilaporkan dari 21 provinsi di Indonesia per 20 Juni 2022.

"Sebanyak 16 pasien berstatus probable, 14 pasien pending classification, dan 40 discarded," kata Mohammad Syahril saat menyampaikan keterangan pers secara virtual yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Jumat sore.

Definisi kasus probable adalah diduga menderita hepatitis akut yang diakibatkan virus non-hepatitis A-E, dengan laporan laboratorium meliputi SGOT atau SGPT pada organ hati di atas 500 IU/L, usia kurang dari 16 tahun sejak 1 Oktober 2021.

Pending classification adalah status pasien yang sedang menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk hepatitis A-E, SGOT atau SGPT di atas 500 IU/L dan tentang usia di bawah 16 tahun sejak 1 Oktober 2021.

Sedangkan klasifikasi discarded adalah pasien yang mengalami hepatitis akut karena terbukti secara laboratorium terinfeksi virus hepatitis A-E) serta terdeteksi etiologi lain.

Syahril mengatakan laporan pasien probable dilaporkan dari Sumatra Utara satu pasien, Sumatera satu pasien, DKI Jakarta lima pasien, Riau satu pasien, Jambi satu pasien, Yogyakarta satu pasien, Kalimantan Barat satu pasien, Jawa Tengah satu pasien, Bali dua pasien, Sulawesi Utara satu pasien, dan Sulawesi Tengah satu pasien.

Patogen paling banyak ditemukan pada pasien probable adalah Sitomegalovirus (CMV), yakni virus herpes pada manusia. CMV ditemukan empat dari 15 pasien yang diperiksa.
Dari 16 pasien probable yang telah diperiksa PCR dan metagenomic, kata Syahril, terdeteksi virus dari famili Herpesviridae (CMV, HSV1, HHV-6A, HHV1, EBV). Satu pasien positif Enterovirus, satu pasien positif Adenovirus berdasarkan PCR swab rektal.

"Dari 70 pasien yang dilaporkan, terdapat 40 pasien discarded, umumnya mengalami dengue, sepsis, dan infeksi bakteri," katanya.

Jika dibandingkan dengan situasi global per 26 Mei 2022, kata Syahril, terdapat 650 kasus probable dan 99 pending classification hepatitis akut misterius yang dilaporkan dari 33 negara ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Sebagian besar kasus berasal dari Eropa 58 persen, dengan 34 persen berasal dari Inggris dan Irlandia Utara," ujarnya.


Gejala akut

Sementara itu Guru Besar yang juga merupakan Dokter Spesialis Anak Sub Spesialis Gastro-Hepatologi FKUI–RSCM, Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, SpA(K) mengatakan ada fase-fase yang dapat dikenali sebagai gejala penyakit Hepatitis Akut Berat.

"Pada fase awal, penderita merasakan diare, mual-muntah, demam, dan masalah pernapasan. Ketika memasuki fase lanjutan, terjadi perubahan warna kekuningan pada kulit atau mata," kata dr. Hanifah dalam keterangannya, Senin.

Selanjutnya kata dia penderita mengalami buang air kecil pekat atau buang air besar berwarna pucat, juga mengalami kejang. Pada fase terakhir, penderita kehilangan kesadaran.
Sejauh ini, ilmuwan menemukan adanya Adenovirus tipe 41 dalam darah para suspek. Virus ini dan SARS-CoV-2 diperkirakan sebagai salah satu penyebab paling mungkin Hepatitis Akut Berat. Adenovirus merupakan virus yang biasa ditemukan dalam kasus muntah dan diare, tetapi tidak diketahui jika dapat menyebabkan Hepatitis.

Berangkat dari temuan ini, para ilmuwan menyebutkan enam hipotesis penyebab penyakit Hepatitis Akut Berat. Pertama, akibat jarang terpapar Adenovirus saat pandemi. Kedua, akibat mutasi Adenovirus varian baru. Ketiga, merupakan sindrom post-infeksi SARS-CoV-2. Keempat, akibat paparan obat/lingkungan. Kelima, adanya patogen baru. Keenam, disebabkan varian baru SARS-CoV-2.

Spesialis Mikrobiologi FKUI, Dr. dr. Budiman Bela, SpMK(K) menjelaskan perlu dilakukan pemeriksaan kemungkinan penyebab penyakit sesuai gejala klinis yang ditemukan. Ia menyanggah adanya korelasi antara vaksin Covid-19 dan kasus Hepatitis Akut.

Mayoritas pasien berusia 3–5 tahun dan kebanyakan dari mereka tidak menerima vaksin Covid-19. Terlebih, Adenovirus yang dikaitkan dengan sebagian besar kasus adalah Adenovirus Tipe 41 sehingga berbeda dengan yang digunakan dalam beberapa vaksin Covid-19.

Oleh karena itu, tidak terbukti adanya korelasi antara vaksin Covid-19 dan kasus Hepatitis Akut Berat.

Hepatitis Akut Berat dapat menular melalui mulut dari benda, makanan, atau minuman yang terkontaminasi kotoran orang yang terinfeksi virus serta saluran pernapasan.

Ada tiga aspek pemicu terjadinya penyakit, yaitu penderita, penyebab, dan lingkungan. Faktor dari penderita meliputi pengetahuan dan perilaku, kebersihan diri, imunitas dan nutrisi tubuh, serta riwayat infeksi dan vaksinasi. Faktor penyebab penyakit seperti bakteri, virus, dan parasit memengaruhi faktor penderita.

Sementara itu, faktor lingkungan dapat berupa kontak kasus, wilayah, sanitasi, sarana air bersih, dan pengolahan makanan. Terkait faktor lingkungan, kebijakan tiap negara memiliki andil besar dalam menciptakan lingkungan yang sehat.
 

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022