Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Cianjur, Jawa Barat, menyita ribuan bungkus rokok ilegal di sejumlah tempat yang dilaporkan warga sebagai tempat pendistribusian rokok tanpa cukai yang dinilai telah merugikan negara.

Kepala Satpol PP Cianjur, Hendri Prasetyadi di Cianjur Kamis, mengatakan 9.000 bungkus rokok ilegal berhasil diamankan dari sejumlah warung merangkap distributor yang tersebar mulai dari wilayah utara hingga selatan Cianjur, dimana marak peredaran rokok tanpa cukai itu.

"Kami banyak mendapat laporan terkait peredaran rokok ilegal tersebut, sehingga kami melaksanakan operasi bersama ke sejumlah titik yang dilaporkan maraknya peredaran rokok ilegal terutama warung pinggir jalan," katanya.

Sejumlah warung yang menjual rokok ilegal merangkap sebagai distributor, namun pihaknya hanya mendata dan memperingatkan pemilik agar tidak lagi menjual rokok ilegal karena dapat dikenakan sanksi pidana. Pihaknya akan terus mengawasi peredaran rokok ilegal agar tidak lagi diperjualbelikan.

Bahkan ungkap dia, pihaknya beberapa kali melakukan operasi bersama Kantor Pelayanan Bea Cukai type Madya A Pabean Bogor, dalam operasi bersama itu, pihaknya kembali berhasil menyita sekitar 3.000 bungkus rokok ilegal tanpa cukai dari warung pinggir jalan di wilayah utara dan timur Cianjur.

"Operasi bersama akan terus kami gelar secara acak agar peredaran rokok ilegal tidak lagi terjadi di Cianjur. Bagi pedagang yang kembali menjual rokok ilegal akan ditindak tegas termasuk agen atau distributor. Kami masih mengembangkan informasi terkait bandar besarnya," kata Hendri.


Pihaknya juga mengimbau agar warga tidak membeli rokok ilegal tanpa cukai karena merugikan negara dan segera melapor jika mendapati peredaran rokok tersebut di wilayah tempat tinggal-nya."Selama ini kami terbantu dari laporan dan informasi warga di berbagai wilayah di Cianjur," katanya.


Jumlah perokok naik

Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan selama pandemi COVID-19, jumlah perokok meningkat.

"Prevalensi merokok justru meningkat selama pandemi, bahkan di kalangan penduduk miskin," kata Yusuf dalam acara "Epidemi Rokok & Masa Depan Pengendalian Tembakau di Indonesia" yang diikuti di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), jumlah perokok pada 2019 ada 57,2 juta orang. Pada 2021, bertambah 2,1 juta orang menjadi 59,3 juta perokok dan pengeluaran masyarakat untuk rokok meningkat dari Rp344,4 triliun menjadi Rp365,7 triliun.

"Per tahun masyarakat habiskan triliunan untuk membeli rokok," katanya.

IDEAS juga menemukan bahwa kemiskinan tidak selalu berimplikasi dengan turunnya konsumsi rokok, apalagi berhenti merokok.


Menurut dia, strategi umum perokok miskin adalah beralih ke rokok murah, bahkan tak jarang mereka mengharapkan pemberian orang lain.

Pada 2021, terdapat 7,3 juta perokok yang tidak bekerja dengan estimasi pengeluaran untuk rokok mencapai Rp6,8 triliun per tahun.

"Nganggur kan tidak punya uang sama sekali tapi ternyata tetap tidak berhenti merokok," katanya.

Yusuf mengatakan rokok di sebagian besar masyarakat Indonesia telah menjadi kebutuhan dasar yang penting.

Bahkan sebagian perokok ini pernah mengalami situasi kerawanan pangan.

"Sebanyak 0,6 juta perokok mengaku pernah tidak makan seharian karena tidak punya uang tapi ternyata masih merokok. Artinya, rela kelaparan, yang penting tetap merokok. Kecanduan rokok di masyarakat kita ini luar biasa," katanya.

Pewarta: Ahmad Fikri

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022