ANTARAJAWABARAT.com, 15/5 - Aksi "vandalisme" kian merajalela di beberapa ruang hijau terbuka di Kota Bandung diduga karena ketiadaan sanksi yang diberikan kepada pelakunya.

"Kita hidup di sebuah peradaban kota yang penegakan hukum itu tidak menjadi panglima. Akibatnya, saya mau bikin kaki lima di mana saja, saya mau melanggar ini-itu, tidak ada sanksinya. Jadi seperti dunia koboi saja," kata Ketua Bandung Creative City Forum (BCCF) Ridwan Kamil di Bandung, Selasa.

Beberapa taman dan monumen di Kota Bandung yang berada di lokasi strategis menjadi sasaran tangan jahil pelaku "vandalisme." Seperti corat-coret cat di Taman Dago perempatan Cikapayang dan Monumen Gerakan Non Blok di Jalan Pajajaran.

Keadaan serupa juga ditemui di kawasan Babakan Siliwangi yang pada perhelatan "Tunza International Children and Youth Conference on Environment" pada 2011 ditetapkan sebagai hutan kota. Jembatan gantung di kawasan tersebut tidak luput dari coretan tangan-tangan jahil dan bahkan beberapa lantai kayunya hilang di beberapa tempat.

"Untuk kasus Babakan Siliwangi warga akan urunan untuk mencari bantuan agar bisa diperbaiki, bikin gerbang dan sebagainya. Kadang-kadang sedih juga karena sudah kita keluar pajak, kita juga mengeluarkan kekuatan ekstra untuk negara yang seharusnya melakukan buat kita," tutur Ridwan sebagai penggagas pembangunan jembatan gantung di kawasan Babakan Siliwangi.

BCCF pada 2011 melakukan lobi ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar menetapkan lokasi penyelenggaraan konferensi Tunza di Bandung guna menyelamatkan kawasan hijau Babakan Siliwangi.

"Saya kan cuma menyalurkan energinya PBB ke Bandung dan seharusnya selanjutnya Pemkot Bandung yang mengelola," ujar Ridwan.

Ia mengatakan selama tidak ada sanksi yang dikenakan untuk aksi vandalisme di Kota Bandung, maka pelakunya merasa mendapatkan toleransi atas tindakan yang mengganggu keindahan lingkungan tersebut. Padahal, Peraturan Daerah No 11 Tahun 2005 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan telah mengatur sanksi terhadap pelaku vandalisme.

"Sisi manusia selalu ada sisi baik dan sisi buruk. Pada saat sisi buruknya tampil tidak ada sanksi, maka dia merasa itu menjadi sebuah toleransi. Itu edukasinya lebih ke sosiologis dan pendidikan," kata Ridwan.

ANTARA

Pewarta:

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2012