Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi tiga saksi perihal proses lelang proyek pekerjaan di Pemerintah Kota (Pemkot) Banjar, Jawa Barat.

KPK memeriksa ketiganya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/4), untuk tersangka mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno (HS) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait dengan proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Banjar pada tahun 2012-2017.

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain, terkait dengan proses lelang pekerjaan di Pemkot Banjar dan dugaan aliran sejumlah uang untuk tersangka HS," ucap Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Tiga saksi tersebut, yaitu Ekom Wahyo Saputra selaku Direktur Utama PT Cetra Blok, Otong Kusaeri selaku Direktur Utama PT Artha Mulia Wahanana Bahari, dan Adang Hadari selaku Direktur CV Sandaan Endah Karya.

Sementara itu, terdapat tiga saksi yang tidak memenuhi panggilan tim penyidik pada hari Kamis (14/4), yakni Adji Suwardji Ardaya selaku Direktur PT Nugraha Mulya, Nono selaku Direktur Utama PT Damar Buana Pangandaran, dan Erwin selaku Direktur Utama CV Nanggela.

"Ketiga saksi tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan ulang kembali," kata Ali.

Selain Herman, KPK juga telah menetapkan Rahmat Wardi (RW) dari pihak swasta/Direktur CV Prima sebagai tersangka.
KPK menyebut Rahmat sebagai salah satu pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar diduga memiliki kedekatan dengan Herman selaku Wali Kota Banjar periode 2008-2013.

Sebagai wujud kedekatan tersebut, KPK menduga sejak awal telah ada peran aktif dari Herman di antaranya dengan memberikan kemudahan bagi Rahmat untuk mendapatkan izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank sehingga Rahmat bisa mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar.

Antara 2012 dan 2014, Rahmat dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar dengan total nilai proyek sebesar Rp23,7 miliar. Sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman, Rahmat memberikan "fee" proyek antara 5 persen dan 8 persen dari nilai proyek untuk Herman.

Pada bulan Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat melakukan peminjaman uang ke salah satu bank di Kota Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp4,3 miliar, kemudian untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya sedangkan untuk cicilan pelunasannya tetap menjadi kewajiban Rahmat.

Selanjutnya, Rahmat juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya, di antaranya tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Selain itu, Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional rumah sakit swasta yang didirikan oleh Herman.

KPK juga menyebut selama masa kepemimpinan Herman sebagai Wali Kota Banjar periode 2008-2013 diduga pula banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek di Pemkot Banjar. Saat ini, tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi itu.
 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022