Rektor Universitas Pasundan (Unpas) Prof Dr Ir H Eddy Jusuf mengatakan bahwa di Jawa Barat bakal ada 20 daerah yang akan dijabat oleh penjabat kepala daerah sebagai imbas dari diberlakukannya UU Nomor 7 Tahun 2017 dan UU Nomor 10 Tahun 2016 yang memutuskan pada tahun 2024 akan dilaksanakan pemilu serentak.
"Berdasarkan UU No 7/2017 dan UU No 10/2016 maka pada 2024 akan dilaksanakan pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilihan umum kepala daerah. Waktu pelaksanaan tersebut mengakibatkan sejumlah kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 2023 harus digantikan penjabat (Pj) kepala daerah," kata Prof Eddy Jusuf pada seminar bertajuk "Legitimasi dan Implikasi Penetapan 20 Pj Kepala Daerah di Jawa Barat" yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan di Bandung, Sabtu.
Baca juga: Dana cadangan Pilkada dan Pemilu 2024 masuk rancangan anggaran Jabar 2022
Provinsi Jawa Barat merupakan basis massa pendukung yang potensial bagi partai politik, calon legislatif atau pun calon kepala daerah yang akan berlaga di pilkada mengingat jumlah penduduknya yang banyak.
Ada anggapan jika penjabat yang ditunjuk untuk menjabat di sebuah daerah di Jawa Barat akan menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam konstelasi pilkada.
Prof Eddy mengatakan persoalan penjabat kepala daerah merupakan isu strategis menjelang Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.
“Saya mengapresiasi inisiatif FISIP Unpas dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang regulasi dan penetapan Pj kepala daerah. Saya harap rakyat bisa menyalurkan aspirasinya melalui DPRD, karena selama ini penjabat kepala daerah hanya di-drop saja dari pusat,” katanya.
Pj gubernur nantinya bakal diajukan Kemendagri, kemudian dipilih oleh presiden. Sementara Pj bupati dan wali kota diajukan gubernur dan dipilih Kemendagri.
Baca juga: DPRD Jabar minta KPU daerah harus samakan persepsi terkait Pilpres 2024
Dalam hal ini, penjabat memiliki terminologi yang berbeda dengan penjabat sementara (Pjs), pelaksana tugas (Plt), dan pelaksana harian (Plh). Pj mempunyai kewenangan penuh selayaknya kepala daerah terpilih.
Kendati punya kewenangan penuh, penunjukan penjabat untuk mengisi posisi kepala daerah tentunya rentan dengan unsur-unsur politis.
"Belum lagi, lantaran tidak dipilih langsung oleh rakyat, maka legitimasi penjabat khususnya dalam mengambil kebijakan strategis akan dipertanyakan," kata dia.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Jabar Bedi Budiman mengatakan, diskursus mengenai penjabat kepala daerah menjadi urusan publik karena di Jawa Barat ada 19 kabupaten/kota dan satu gubernur yang akan dijabat penjabat.
“Keputusan ini pasti mempengaruhi pelayanan publik dan konstelasi DPRD. Untuk itu, saya menunggu seperti apa arahan dari Kemendagri, apalagi rentang waktu penjabat sampai ke pilkada serentak cukup panjang,” ujarnya.
Baca juga: Partai Gerindra Jabar incar kemenangan di Pemilu 2024
Menurut Bedi, yang membedakan antara penetapan penjabat kali ini dengan beberapa waktu sebelumnya yakni situasi karena memasuki tahun pemilu, kewenangan penjabat kepala daerah juga harus dikonfirmasi kembali, apakah sama dengan kepala daerah definitif atau tidak.
“Keinginan untuk menunjuk begitu banyak penjabat membuat publik berprasangka ada agenda politik tertentu. Kalau prasangka meluas, orang bisa mempertanyakan legitimasi hasil pemilu 2024,” kata dia.
Sementara itu, Pengamat Ilmu Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi mengatakan yang harus diantisipasi dalam penunjukan penjabat adalah SDM-nya karena di Jabar, penjabat yang akan ditunjuk cukup banyak, untuk bupati dan wali kota ada 19 orang.
"Jangan sampai nantinya, SDM yang diambil seperti setingkat kepala dinas/badan di provinsi yang akan ditunjuk menjadi penjabat bupati dan wali kota, sementara pekerjaan dia sebagai kepala dinas/badan terbengkalai. Jangan seperti ini," katanya.
Oleh sebab itu, kata Muradi, gubernur nantinya bisa mengangkat penjabat tidak hanya dari kepala dinas/badan, tapi dari badan yang satu level. Misalnya, kepala lembaga vertikal yang levelnya sama eselon dua
Di samping itu, soal penjabat ini tidak mengharuskan dari unsur TNI/Polri. Seperti yang pernah terjadi di Jabar.
"Tidak perlu dari unsur khusus, seperti dati TNI/Polri. Menurut saya bebas saja," katanya.
Baca juga: PKB Jabar targetkan jadi partai pemenang Pemilu 2024
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
"Berdasarkan UU No 7/2017 dan UU No 10/2016 maka pada 2024 akan dilaksanakan pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilihan umum kepala daerah. Waktu pelaksanaan tersebut mengakibatkan sejumlah kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 2023 harus digantikan penjabat (Pj) kepala daerah," kata Prof Eddy Jusuf pada seminar bertajuk "Legitimasi dan Implikasi Penetapan 20 Pj Kepala Daerah di Jawa Barat" yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan di Bandung, Sabtu.
Baca juga: Dana cadangan Pilkada dan Pemilu 2024 masuk rancangan anggaran Jabar 2022
Provinsi Jawa Barat merupakan basis massa pendukung yang potensial bagi partai politik, calon legislatif atau pun calon kepala daerah yang akan berlaga di pilkada mengingat jumlah penduduknya yang banyak.
Ada anggapan jika penjabat yang ditunjuk untuk menjabat di sebuah daerah di Jawa Barat akan menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam konstelasi pilkada.
Prof Eddy mengatakan persoalan penjabat kepala daerah merupakan isu strategis menjelang Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.
“Saya mengapresiasi inisiatif FISIP Unpas dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang regulasi dan penetapan Pj kepala daerah. Saya harap rakyat bisa menyalurkan aspirasinya melalui DPRD, karena selama ini penjabat kepala daerah hanya di-drop saja dari pusat,” katanya.
Pj gubernur nantinya bakal diajukan Kemendagri, kemudian dipilih oleh presiden. Sementara Pj bupati dan wali kota diajukan gubernur dan dipilih Kemendagri.
Baca juga: DPRD Jabar minta KPU daerah harus samakan persepsi terkait Pilpres 2024
Dalam hal ini, penjabat memiliki terminologi yang berbeda dengan penjabat sementara (Pjs), pelaksana tugas (Plt), dan pelaksana harian (Plh). Pj mempunyai kewenangan penuh selayaknya kepala daerah terpilih.
Kendati punya kewenangan penuh, penunjukan penjabat untuk mengisi posisi kepala daerah tentunya rentan dengan unsur-unsur politis.
"Belum lagi, lantaran tidak dipilih langsung oleh rakyat, maka legitimasi penjabat khususnya dalam mengambil kebijakan strategis akan dipertanyakan," kata dia.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Jabar Bedi Budiman mengatakan, diskursus mengenai penjabat kepala daerah menjadi urusan publik karena di Jawa Barat ada 19 kabupaten/kota dan satu gubernur yang akan dijabat penjabat.
“Keputusan ini pasti mempengaruhi pelayanan publik dan konstelasi DPRD. Untuk itu, saya menunggu seperti apa arahan dari Kemendagri, apalagi rentang waktu penjabat sampai ke pilkada serentak cukup panjang,” ujarnya.
Baca juga: Partai Gerindra Jabar incar kemenangan di Pemilu 2024
Menurut Bedi, yang membedakan antara penetapan penjabat kali ini dengan beberapa waktu sebelumnya yakni situasi karena memasuki tahun pemilu, kewenangan penjabat kepala daerah juga harus dikonfirmasi kembali, apakah sama dengan kepala daerah definitif atau tidak.
“Keinginan untuk menunjuk begitu banyak penjabat membuat publik berprasangka ada agenda politik tertentu. Kalau prasangka meluas, orang bisa mempertanyakan legitimasi hasil pemilu 2024,” kata dia.
Sementara itu, Pengamat Ilmu Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi mengatakan yang harus diantisipasi dalam penunjukan penjabat adalah SDM-nya karena di Jabar, penjabat yang akan ditunjuk cukup banyak, untuk bupati dan wali kota ada 19 orang.
"Jangan sampai nantinya, SDM yang diambil seperti setingkat kepala dinas/badan di provinsi yang akan ditunjuk menjadi penjabat bupati dan wali kota, sementara pekerjaan dia sebagai kepala dinas/badan terbengkalai. Jangan seperti ini," katanya.
Oleh sebab itu, kata Muradi, gubernur nantinya bisa mengangkat penjabat tidak hanya dari kepala dinas/badan, tapi dari badan yang satu level. Misalnya, kepala lembaga vertikal yang levelnya sama eselon dua
Di samping itu, soal penjabat ini tidak mengharuskan dari unsur TNI/Polri. Seperti yang pernah terjadi di Jabar.
"Tidak perlu dari unsur khusus, seperti dati TNI/Polri. Menurut saya bebas saja," katanya.
Baca juga: PKB Jabar targetkan jadi partai pemenang Pemilu 2024
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022