ANTARAJAWABARAT.com,20/12- Pendokumentasian film nasional dengan latar belakang budaya Sunda dinilai minim, kata penulis sekaligus pemerhati film, Eddy D. Iskandar, dalam diskusi berjudul "Peranan Orang Sunda dalam Jagat Perfilman Indonesia."
"Padahal film-film berlatar belakang budaya Sunda itu dahulu cukup banyak. Hanya saja pendokumentasiannya yang kurang," katanya dalan diskusi sebagai rangkaian dari Konferensi Internasional Budaya Sunda di Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Bandung, Selasa.

Film-film yang dimaksud Eddy antara lain, Sangkuriang, Ciungwanara, Nyai Ronggeng, dan cerita rakyat lainnya.

Menurut Eddy, banyak film-film berlatarbelakang Sunda yang bisa dijadikan bahan penelitian.

"Namun karena tidak lengkap ya jadinya terbatas. Jadi yang diperlukan adalah dokumentasi agar kita tidak kehilangan jejak," katanya.

Sementara itu, dalam diskusi tersebut Eddy juga menuturkan bahwa saat ini film nasional dengan latar belakang budaya Sunda pun semakin minim, bahkan nyaris tidak ada.

"Sekarang masyarakat memang lebih suka film-film urban. Produser ya tentu akan lebih mengikuti pasar. Hanya sedikit sutradara yang masih memiliki idealisme saat ini," ungkap Eddy.

Salah satu film yang dinilai Eddy masih memiliki idealisme adalah film "Laskar Pelangi" besutan Mira Lesmana dan Riri Riza yang berhasil mengangkat kisah tentang anak asal Belitung.

"Nah film 'Laskar Pelangi' saja bisa berhasil mengangkat kisah dari Belitung. Minimal orang jadi tahu Belitung dan setelah pemutaran film itu kunjungan wisata ke Belitung pun jadi semakin meningkat kan," katanya.

Dari film tersebut, kata Eddy, sesungguhnya kisah dengan latar belakang budaya Sunda pun bisa diangkat seperti halnya film 'Laskar Pelangi'.

Eddy menuturkan, ada banyak sastra sunda yang bisa diangkat menjadi sebuah film. "Namun, kendalanya ada pada produser karena semua sastra sunda itu kan berbahasa sunda. Nah, tidak semua produser itu bisa berbahasa sunda sunda kan," katanya.

Menurutnya, film berlatarbelakang sunda bukan berarti berbahasa sunda, melainkan diangkat atau diinspirasi dari kisah atau sastra sunda.
"Salah satu solusinya adalah memperkenalkan sastra Sunda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu, agar bisa dibaca oleh para produser. Kalau tidak bisa juga, ya jadilah produser agar bisa membuat film sesuai keinginan," katanya sambil tertawa.

Selain menerjemahkan sastra Sunda ke dalam bahasa Indonesia, film independen atau film indie juga bisa dijadikan alat untuk memasyarakatkan budaya Sunda.

"Karena dalam film indie itu ada suatu kebebasan. Tidak peduli pasar, jadi film indie sebenarnya bisa dijadikan solusi di tengah minimnya film nasional berlatarbelakang budaya Sunda," tutup Eddy.***4***
Achy

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011