Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kemungkinan mengembangkan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang, jasa, dan lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, yang melibatkan tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi.
"KPK saat ini masih fokus kepada tindak pidana korupsi dalam bentuk suap dan gratifikasi. Apakah kemudian akan dikembangkan? Apakah kemungkinan mengarah ke DPRD? Semuanya masih terbuka untuk dikembangkan. Namun sekali lagi, kami saat ini masih fokus pada suap dan gratifikasinya," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
KPK yang berfokus menyelidiki kedua persoalan tersebut, kata Nurul Ghufron, didasarkan pada kemungkinan adanya bentuk suap dan gratifikasi yang tidak hanya ditemukan pada saat operasi tangkap tangan (OTT), tetapi akan berkembang pada harta-harta irasional dari para pihak terkait.
Sementara itu Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan KPK saat mengungkap sebuah perkara dan mengetahui OTT diawali dengan suap memiliki instrumen penggeledahan.
"Kalau dalam penggeledahan itu ditemukan sesuatu hal yang berkaitan dengan dimungkinkannya adanya tindak pidana baru, ya tentunya pasti akan kita buka, baik itu pengadaan barang dan jasa maupun yang ditanyakan rekan-rekan wartawan masalah jual beli jabatan dan lain-lain," jelas Karyoto.
Di samping itu, lanjut dia, KPK akan bersinergi dengan pihak-pihak di Penanganan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
"Nanti akan kita lihat, apakah ada laporan-laporan terkait Wali Kota Bekasi ini. Tentunya, itu akan menjadi sumber yang harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan penggeledahan-penggeledahan yang sudah dilakukan," tambah Karyoto.
Karyoto menyampaikan hasil penyelidikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait ditemukan atau tidaknya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) akan dijadikan bahan pertimbangan KPK dalam pengembangan kasus yang melibatkan Rahmat Effendi.
"Ini sudah ada pintu yang terbuka, tinggal kita mencari apakah ada tindak pidana korupsi lain yang signifikan," ujar Karyoto.
Seperti diketahui, KPK pada Kamis (6/1) menetapkan Rahmat Effendi (RE) beserta delapan orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan yang dikembangkan dari OTT di Bekasi, Rabu (5/1).
Delapan tersangka lainnya itu adalah Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL), Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
"KPK saat ini masih fokus kepada tindak pidana korupsi dalam bentuk suap dan gratifikasi. Apakah kemudian akan dikembangkan? Apakah kemungkinan mengarah ke DPRD? Semuanya masih terbuka untuk dikembangkan. Namun sekali lagi, kami saat ini masih fokus pada suap dan gratifikasinya," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
KPK yang berfokus menyelidiki kedua persoalan tersebut, kata Nurul Ghufron, didasarkan pada kemungkinan adanya bentuk suap dan gratifikasi yang tidak hanya ditemukan pada saat operasi tangkap tangan (OTT), tetapi akan berkembang pada harta-harta irasional dari para pihak terkait.
Sementara itu Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan KPK saat mengungkap sebuah perkara dan mengetahui OTT diawali dengan suap memiliki instrumen penggeledahan.
"Kalau dalam penggeledahan itu ditemukan sesuatu hal yang berkaitan dengan dimungkinkannya adanya tindak pidana baru, ya tentunya pasti akan kita buka, baik itu pengadaan barang dan jasa maupun yang ditanyakan rekan-rekan wartawan masalah jual beli jabatan dan lain-lain," jelas Karyoto.
Di samping itu, lanjut dia, KPK akan bersinergi dengan pihak-pihak di Penanganan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
"Nanti akan kita lihat, apakah ada laporan-laporan terkait Wali Kota Bekasi ini. Tentunya, itu akan menjadi sumber yang harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan penggeledahan-penggeledahan yang sudah dilakukan," tambah Karyoto.
Karyoto menyampaikan hasil penyelidikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait ditemukan atau tidaknya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) akan dijadikan bahan pertimbangan KPK dalam pengembangan kasus yang melibatkan Rahmat Effendi.
"Ini sudah ada pintu yang terbuka, tinggal kita mencari apakah ada tindak pidana korupsi lain yang signifikan," ujar Karyoto.
Seperti diketahui, KPK pada Kamis (6/1) menetapkan Rahmat Effendi (RE) beserta delapan orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan yang dikembangkan dari OTT di Bekasi, Rabu (5/1).
Delapan tersangka lainnya itu adalah Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL), Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022