ANTARAJAWABARAT.com,24/11 - Msyarakat Bandung Barat, Jawa Barat, hendaknya mentaati prinsip bangunan tahan gempa dan harus megantisipasi bangunan rapuh akibat gerakan inersia.
Karena bangunan rapuh akan mudah ambruk, bahkan dapat merengut nyawa penghuninya.
"Pada hakekatnya, mendirikan bangunan yang tahan terhadap gempa tidak harus mahal, namun prinsip-prinsipnya harus ditaati," kata Kepala Bidang Rehab dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabupaten Bandung Barat Dani Prianto Hadi kepada wartawan di Ngamprah, Kamis.
Berkaca pada bencana di tahun 2009 dimana sebagian wilayah Kabupaten Bandung Barat pernah terkena dampak bencana gempa bumi yang menimbulkan banyak kerugian.
Diantaranya 9.301 rumah mengalami kerusakan, 1.894 rumah mengalami rusak berat, 2.515 rumah rusak sedang, dan 4.892 rusak ringan. Dengan menelan kerugian sampai puluhan miliar rupiah.
Oleh karenanya, agar hal itu tidak terjadi perlu diketahui mengenai prinsip-prinsip bangunan tahan gempa yang harus tahan terhadap tekanan horizintal dari semua arah, meskipun ada gerakan vertikal.
Pada umumnya beban gempa lebih cenderung ke arah horizontal dan dapat menyerang dari arah manapun. Karena gaya gempa dapat menyerang dari semua arah, maka biasanya bangunan tersebut harus disusun secara simetris.
Pilihlah bahan bangunan yang ringan namun kuat serta adanya sambungan yang baik dengan pondasinya. Atap rumah sebagai bagian penutup menggunakan konstruksi berbahan ringan. Tekanan horizontal harus segera disalurkan kembali ke tanah.
Artinya tekanan horizontal yang terjadi pada atap harus ditahan kemudian disalurkan ke tembok, lalu beban tersebut oleh tembok diteruskan ke arah pondasi, pondasi akan menyalurkan kembali beban tersebut kearah tanah atau batuan-batuan dasar," ujarnya.
Secara umum ada dua cara merancang bangunan menjadi tahan gempa, pertama adalah membuat struktur dan komponen bangunan yang kuat terhadap gempa dan dengan meredam getaran gempa itu sendiri.
Meredam getaran gempa bisa dilakukan dengan memberikan lapisan elastomer pada bagian sloof dan pondasi atau dengan meletakan bantalan karet diantara pelat baja.
Dalam beberapa kasus gempa, bantalan karet ini dapat meredam getaran gempa sebesar 75 persen, sisanya yang 25 persen diteruskan ke struktur bangunan bagian atas.
Sebenarnya, bangunan tradisional seperti rumah panggung dengan bambu/kayu di desa-desa sudah memenuhi beberapa persyaratan tahan gempa diantaranya berbahan ringan dan berduktilitas tinggi, ada ikatan antar struktur yang kuat, atap langit-langitnya rendah, simetris, dan diletakan di atas batu pondasi langsung diatas tanah.
Hasil pengamatan dari sejumlah bangunan yang terkena gempa di sejumlah daerah, diketahui bahwa bangunan kayu dapat bertahan dengan baik, begitu pula dengan bangunan yang berkerangka besi, bangunan semen yang diperkuat. Bahkan bangunan batako yang dirancang dengan sambungan tepat saling mengikat juga dapat bertahan dengan baik.
"Justru bangunan kelas menengah yang didirikan tanpa sambungan yang saling mengikat mengalami kerusakan cukup parah. Selain itu, mengubah kebiasaan dari penggunaan bahan tradisional ke bahan yang lebih modern malah mengurangi daya tahan terhadap gempa," ujarnya.***4***
Hedi A
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011
Karena bangunan rapuh akan mudah ambruk, bahkan dapat merengut nyawa penghuninya.
"Pada hakekatnya, mendirikan bangunan yang tahan terhadap gempa tidak harus mahal, namun prinsip-prinsipnya harus ditaati," kata Kepala Bidang Rehab dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabupaten Bandung Barat Dani Prianto Hadi kepada wartawan di Ngamprah, Kamis.
Berkaca pada bencana di tahun 2009 dimana sebagian wilayah Kabupaten Bandung Barat pernah terkena dampak bencana gempa bumi yang menimbulkan banyak kerugian.
Diantaranya 9.301 rumah mengalami kerusakan, 1.894 rumah mengalami rusak berat, 2.515 rumah rusak sedang, dan 4.892 rusak ringan. Dengan menelan kerugian sampai puluhan miliar rupiah.
Oleh karenanya, agar hal itu tidak terjadi perlu diketahui mengenai prinsip-prinsip bangunan tahan gempa yang harus tahan terhadap tekanan horizintal dari semua arah, meskipun ada gerakan vertikal.
Pada umumnya beban gempa lebih cenderung ke arah horizontal dan dapat menyerang dari arah manapun. Karena gaya gempa dapat menyerang dari semua arah, maka biasanya bangunan tersebut harus disusun secara simetris.
Pilihlah bahan bangunan yang ringan namun kuat serta adanya sambungan yang baik dengan pondasinya. Atap rumah sebagai bagian penutup menggunakan konstruksi berbahan ringan. Tekanan horizontal harus segera disalurkan kembali ke tanah.
Artinya tekanan horizontal yang terjadi pada atap harus ditahan kemudian disalurkan ke tembok, lalu beban tersebut oleh tembok diteruskan ke arah pondasi, pondasi akan menyalurkan kembali beban tersebut kearah tanah atau batuan-batuan dasar," ujarnya.
Secara umum ada dua cara merancang bangunan menjadi tahan gempa, pertama adalah membuat struktur dan komponen bangunan yang kuat terhadap gempa dan dengan meredam getaran gempa itu sendiri.
Meredam getaran gempa bisa dilakukan dengan memberikan lapisan elastomer pada bagian sloof dan pondasi atau dengan meletakan bantalan karet diantara pelat baja.
Dalam beberapa kasus gempa, bantalan karet ini dapat meredam getaran gempa sebesar 75 persen, sisanya yang 25 persen diteruskan ke struktur bangunan bagian atas.
Sebenarnya, bangunan tradisional seperti rumah panggung dengan bambu/kayu di desa-desa sudah memenuhi beberapa persyaratan tahan gempa diantaranya berbahan ringan dan berduktilitas tinggi, ada ikatan antar struktur yang kuat, atap langit-langitnya rendah, simetris, dan diletakan di atas batu pondasi langsung diatas tanah.
Hasil pengamatan dari sejumlah bangunan yang terkena gempa di sejumlah daerah, diketahui bahwa bangunan kayu dapat bertahan dengan baik, begitu pula dengan bangunan yang berkerangka besi, bangunan semen yang diperkuat. Bahkan bangunan batako yang dirancang dengan sambungan tepat saling mengikat juga dapat bertahan dengan baik.
"Justru bangunan kelas menengah yang didirikan tanpa sambungan yang saling mengikat mengalami kerusakan cukup parah. Selain itu, mengubah kebiasaan dari penggunaan bahan tradisional ke bahan yang lebih modern malah mengurangi daya tahan terhadap gempa," ujarnya.***4***
Hedi A
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011