Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat akan membahas solusi kenaikkan harga minyak goreng dengan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) untuk menjaga daya beli masyarakat menjelang hari besar keagamaan nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru 2022.
Kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,06 juta ton per tahun, sedangkan produksinya bisa mencapai 8,02 juta ton.
Baca juga: Pemkot Bogor dapat tawaran kerja sama pengolahan minyak jelantah jadi biodiesel
Baca juga: SEAMEO Biotrop teliti minyak atsiri untuk tangani COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Kami akan ketemu Bulog untuk bahas ini," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor Ganjar Gunawan saat dihubungi Antara, Kamis.
Menurutnya, Pemerintah Kota Bogor masih menunggu kondisi lebih lanjut setelah Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang telah meminta asosiasi dan produsen minyak goreng sawit untuk tetap memproduksi minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan sederhana.
Pendistribusiannya pun menggandeng asosiasi ritel modern agar minyak
goreng kemasan sederhana mudah dijangkau seluruh lapisan masyarakat. "Kami akan upayakan yang terbaik," katanya.
Sementara itu warga Cimanggu, Kelurahan Kedungbadak, Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor, Isna mengaku kini harga minyak kemasan dua liter di minimarket maupun pasar tradisional mencapai Rp38.000 hingga Rp39.000 dari biasanya di kirasan Rp25.000 sampai Rp29.000.
Menurut Isna kenaikkan ini terus berangsur begitu terasa pada dua minggu terakhir, dimulai kenaikkan Rp2.000 per liter dari 15.000 menjadi Rp17.000, kini sudah di angka Rp.18.000 sampai Rp19.000, begitupun pada kemasan dua liter.
"Jadi harga kalau di minimarket atau supermarket biasanya tetap tergantung promo, tapi harganya kira-kira segitu, saya suka cari langsung agen sembako aja, bisa dapat Rp33.000," kata Isna.
Sementara itu, terpisah warga Parungbanteng, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur Nova mengaku telah mengalami mrmbeli minyak goreng satu liter seharga Rp18.000.
Ia yang memerlukan minyak goreng untuk keperluan usaha kuliner merasa berat di tengah ekonomi yang belum stabil pada Pandemi COVID-19 ini.
"Belum beres Pandemi sempet tutup terus warung saya, sekarang harga minyak juga tinggi, modal nambah terus," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan menjelaskan pasokan minyak goreng di masyarakat saat ini masih aman.
Kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,06 juta ton per tahun, sedangkan produksinya bisa mencapai 8,02 juta ton.
Namun, kenaikan harga minyak goreng terjadi lebih dikarenakan harga internasional yang naik cukup tajam.
Dikatakan Oke, meskipun Indonesia adalah produsen crude palm oil (CPO) terbesar, namun kondisi di lapangan menunjukkan sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO.
Dengan entitas bisnis yang berbeda, tentu para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri, yaitu harga lelang KPBN Dumai yang juga terkorelasi dengan harga pasar internasional.
Akibatnya, apabila terjadi kenaikan harga CPO internasional, maka harga CPO di dalam negeri juga turut menyesuaikan harga internasional.
Selain itu, dari dalam negeri, kenaikan harga minyak goreng turut dipicu turunnya panen sawit pada semester ke-2, sehingga, suplai CPO menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng.
Ditambah ada kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B 30.
Berdasarkan pantauan Kementerian Perdagangan, harga minyak goreng rata-rata nasional minggu lalu
untuk minyak goreng curah Rp16.100 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp16.200 per liter dan minyak goreng kemasan premium Rp17.800 per liter.
Baca juga: Pemkot Bogor dapat tawaran kerja sama pengolahan minyak jelantah jadi biodiesel
Baca juga: SEAMEO Biotrop teliti minyak atsiri untuk tangani COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021