Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kelebihan pembayaran atas insentif 8.961 tenaga kesehatan (nakes) akibat kesalahan teknis pada saat penarikan basis data usulan insentif nakes dari aplikasi insentif nakes yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM (PPSDM) Kesehatan.
"Kelebihan pembayaran ini tercatat dari 1 Januari 2021-19 Agustus 2021 dan bervariasi antara Rp178 ribu sampai dengan Rp50 juta," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Dengan demikian, BPK merekomendasikan Menteri Kesehatan melalui Badan PPSDM Kesehatan untuk memproses sisa kelebihan pembayaran insentif nakes yang masih ada per September 2021.
Hasil pemeriksaan BPK tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan atas pengelolaan pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to COVID-19 Tahun 2020 - 2021 pada Kementerian Kesehatan sejumlah 500 juta dolar AS dari Bank Dunia dan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB).
Menurut Agung, tujuan pemeriksaan adalah memberikan penilaian atas kepatuhan program atau kegiatan dalam mencapai Disbursement Linked Indicator (DLI)/Disbursement Linked Result (DLR) pinjaman luar negeri tersebut.
"Pinjaman itu diberikan dengan beberapa indikator, jadi setelah indikatornya tercapai seperti pembentukan gugus tugas nasional COVID-19 dan sebagainya, barulah pinjaman tersebut cair," ujarnya.
Dari berbagai indikator tersebut, BPK melakukan pemeriksaan yang menemukan kelebihan pembayaran insentif tenaga kesehatan karena adanya proses pembersihan data yang terlewatkan saat implementasi aplikasi pemberian insentif.
Meski begitu, Agung belum bisa mengungkapkan besaran total kelebihan insentif yang dikeluarkan kepada nakes, mengingat proses pemeriksaan masih berlangsung hingga saat ini.
"Nanti hasil pemeriksaannya akan dirilis dan bisa dilihat secara terbuka, beserta solusi yang kami berikan," tutupnya.
Baca juga: Kemenkeu catat pembayaran klaim pasien COVID-19 capai Rp10,6 triliun
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Kelebihan pembayaran ini tercatat dari 1 Januari 2021-19 Agustus 2021 dan bervariasi antara Rp178 ribu sampai dengan Rp50 juta," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Dengan demikian, BPK merekomendasikan Menteri Kesehatan melalui Badan PPSDM Kesehatan untuk memproses sisa kelebihan pembayaran insentif nakes yang masih ada per September 2021.
Hasil pemeriksaan BPK tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan atas pengelolaan pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to COVID-19 Tahun 2020 - 2021 pada Kementerian Kesehatan sejumlah 500 juta dolar AS dari Bank Dunia dan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB).
Menurut Agung, tujuan pemeriksaan adalah memberikan penilaian atas kepatuhan program atau kegiatan dalam mencapai Disbursement Linked Indicator (DLI)/Disbursement Linked Result (DLR) pinjaman luar negeri tersebut.
"Pinjaman itu diberikan dengan beberapa indikator, jadi setelah indikatornya tercapai seperti pembentukan gugus tugas nasional COVID-19 dan sebagainya, barulah pinjaman tersebut cair," ujarnya.
Dari berbagai indikator tersebut, BPK melakukan pemeriksaan yang menemukan kelebihan pembayaran insentif tenaga kesehatan karena adanya proses pembersihan data yang terlewatkan saat implementasi aplikasi pemberian insentif.
Meski begitu, Agung belum bisa mengungkapkan besaran total kelebihan insentif yang dikeluarkan kepada nakes, mengingat proses pemeriksaan masih berlangsung hingga saat ini.
"Nanti hasil pemeriksaannya akan dirilis dan bisa dilihat secara terbuka, beserta solusi yang kami berikan," tutupnya.
Baca juga: Kemenkeu catat pembayaran klaim pasien COVID-19 capai Rp10,6 triliun
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021