Industri kreatif film pendek atau dikenal film indi di Kota Bandung mendapatkan angin segar setelah Festival Film Bandung (FFB) 2011 sempat mewacanakan masuk ke dalam penilaian.

Namun karena jumlah pesertanya masih sedikit dan waktu yang terbatas, penilaian FFB terhadap film pendek tersebut diundur untuk penyelenggara FFB 2012.

Dukungan bagi industri kreatif film indi di Bandung dan umumnya di Jawa Barat langsung disampaikan oleh Wagub Jabar H Dede Yusuf. Bahkan orang nomor dua di Jawa Barat itu pula yang mengusulkan agar film indi masuk penilaian FFB.

"Saya yakin film pendek akan mendapat pasarnya, dan Kota Bandung akan memberikan ruang untuk mengapresiasi film itu. Ke depan film pendek dengan nuansa seni budaya dan adat lokal Jabar akan menjadi konsumsi masyarakat," kata Dede Yusuf.

Industri kreatif film pendek merupakan salah satu peluang bisnis di samping apresiasi kreativitas. Selama ini memang belum bisa menghasilkan rupiah sebagaimana film layar lebar.

Namun, dengan dasar kemampuan dan kreatif bidang teknologi dan informasi (TI) di kalangan generasi muda Jabar, tidak menutup kemungkinan film indi dengan khas daerah bisa menasional seperti halnya distro dan factory outlet (FO) di sektor sandang.

Film pendek saat ini baru terbatas dibuat oleh kalangan mahasiswa, pelajar serta sebagian penggemar seni sinema. Hobi melakukan dokumentasi video, merekam dokumendasi hajatan atau lainnya merupakan salah satu potensi yang bisa menjadi modal pertama menjadi sutradara dan kameramen film pendek.

Bahkan dengan modal yang tidak terlalu mahal, di bawah Rp10 jutaan, film pendek sudah bisa diproduksi dengan berbekal kamera tangan atau 'handycam'.

"Memang tidak sesederhana itu, perlu ada teknik tambahan dalam penguasaan kamera dan pengambilan sudut gambar dan sentuhan TI," kata Ketua Forum Film Bandung (FFB) Eddy D Iskandar.


Potret Budaya
Sementara itu, Pemprov Jabar maupun Forum Film Bandung melalui ajang Festival Film Bandung (FFB) ke depan akan mendorong dan mengakomodasi apresiasi terhadap film indi.

Di lain pihak, FFB juga meminta Pemprov Jabar memfasilitasi ruang apresiasi untuk pemutaran film-film pendek yang dihasilkan. Selama ini film indi Bandung belum memiliki ruang apresiasi atau pemutaran yang menetap.

"Saya yakin film pendek punya pasar namun sejauh ini perlu fasilitas untuk pemutaran film itu," kata Eddy D Iskandar.

Sementara dari sisi kapasitas, kreativitas serta sentuhan TI rata-rata sudah memenuhi kriteria sebagai sebuah film pendek. Film pendek berbeda dengan film layar lebar karena lebih ditekankan pada sebuah karya pendek, namun bukan sebuah dokumenter.

Di Jawa Barat, film pendek akan diarahkan untuk menghasilkan portret seni budaya, aktivitas serta kegiatan khas daerah di Jabar.

Bahkan Wagub Jabar mengharapkan setiap kabupaten/kota memberikan dukungan untuk memproduksi film pendek di daerah masing-masing dalam rangka mempromosikan dan mengangkat potensi daerah masing-masing.

"Ada sejumlah potensi dan kekayaan Jabar yang bisa dikemas dalam sebuah film pendek seperti yang telah dilakukan dengan film Kampung Naga, Dodol Garut Chocodot. Film dikemas bukan sebuah dokumentasi tapi dibuat lebih hidup dengan jalan ceritera yang menarik," kata Dede yang juga seniman film itu.

Pada kesempatan itu, Dede juga mengimbau kabupaten/kota untuk memberikan ruang atau tempat bagi pemutaran film-film pendek yang dihasilkan seniman-seniman film Jabar. Salah satunya menghidupkan kembali bioskop.

"Banyak gedung bioskop yang henti operasi, sebagian ada yang jadi kafe. Diharapkan film pendek bisa diputar di situ karena film pendek sangat edukatif," kata Dede Yusuf.


Kretif
Dukungan untuk perkembangan film pendek ke depan sangat cerah, terutama dari tingkat penguasaan TI dari generasi muda yang terus meningkat.

Kota Bandung dan Cimahi, secara khusus memberikan perhatian terhadap industri kreatif berbasis teknologi informasi seperti perangkat lunak komputer, game, fotografi, musik, animasi dan entertainer.

Bahkan Kota Cimahi telah memproklamirkan diri sebagai kota 'cyber media' dalam rangka pengembangan industri kreatif itu. Sama halnya dengan Kota Bandung sebagai kota pendidikan juga memfasilitasi perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu sektor usaha.

Dukungan dari pihak lain terhadap perkembangan industri kreatif berbasis TI di Bandung juga diperlihatkan oleh sejumlah perusahaan berbasis TI seperti Telkom dengan mendirikan Small Medium Enterprise (SME) di ITB.

"SME untuk memfasilitasi dan menyalurkan jiwa kreatif generasi muda khususnya mahasiswa di bidang TI, serta memberikan pembinaan UKM melalui pelatihan, dukungan solusi bisnis, marketing dan desain," kata Direktur Enterprise & Wholesale Telkom, Arief Yahya.

Sejumlah perusahaan berbasis TI juga menempatkan laboratoriumnya dalam rangka menjaring ide-ide brilian dari generasi muda di bidang TI baik itu software, hardware, animasi, games, content, film serta lainnya.

"Kolaborasi dan sinergitas bila dilakukan optimal untuk mengegolkan ide-ide kreatif, jelas menjadi sebuah kekuatan dan kemampuan besar bagi Jawa Barat," kata Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf.

Pewarta:

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011