Dosen Fakultas Farmasi UI (FFUI) Dr. apt. Heri Setiawan, M.Sc. mengatakan sepanjang sejarah dunia, vaksin telah berhasil mengeliminasi beberapa penyakit hingga 90 persen.

"Dalam ilmu kesehatan masyarakat, terdapat beberapa tahap bagi vaksin untuk mengurangi penularan penyakit, yaitu kontrol, eliminasi, dan eradikasi (pemusnahan penyakit)," kata Heri Setiawan dalam keterangannya, Kamis.

Menurut Heri, untuk kasus COVID-19 masih belum terlihat apakah vaksin bisa mencapai tingkatan eradikasi atau hanya sebatas kontrol.

Vaksin COVID-19, dalam pelaksanaannya memiliki sejumlah efek samping, walaupun tidak terlalu mengkhawatirkan seperti demam, pusing, serta pegal.

Program vaksinasi yang saat ini berlangsung bertujuan meminimalisir efek samping tersebut dengan berbagai aturan dan regulasi yang ada, seperti proses skrining yang harus dilakukan pasien sebelum melakukan proses vaksinasi.

Bahkan, setelah vaksinasi pun penerima vaksin akan dipantau beberapa saat untuk melihat adanya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau tidak.

"Jadi ini risiko yang terkendali, ada risiko tapi bisa dikendalikan dan sudah disiapkan sistemnya," ujar Heri dalam seminar daring yang dilaksanakan pada Sabtu (25/9).

Fakultas Farmasi UI (FFUI) bekerja sama dengan Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI (DPPM UI) dan PT Sarana Multigriya Finansial menyelenggarakan seminar daring bertema “Edukasi Vaksinasi COVID-19, Penggunaan Herbal Sebelum dan Sesudah Vaksinasi, dan Mitigasi Penularan COVID-19 melalui Higienitas Masyarakat”.

Empat pembicara hadir dalam seminar ini, yaitu Dr. apt. Heri Setiawan, M.Sc. (Pengajar FFUI), dr. Rulliana Agustin, M.Med.Ed. (Pengajar Fakultas Kedokteran UI), Prof. Dr. apt. Berna Elya, M,Si. (Guru Besar dan Pengajar FFUI), dan apt. Ratika Rahmasari M.Pharm.Sc., Ph.D. (Pengajar FFUI).

dr. Rulliana Agustin, M.Med.Ed. menjelaskan bahwa pengaturan proses vaksinasi yang terdiri dari empat tahap saat ini memiliki tujuan untuk mencegah efek samping dari vaksin.

Regulasi juga diperlukan untuk proses vaksinasi yang dilakukan terhadap pasien dengan kondisi tertentu seperti lansia dan ibu hamil dan pemberian vaksinasi di fasilitas kesehatan bagi pengidap penyakit kronik.

Setelah melakukan vaksinasi COVID-19 bukan berarti terbebas sepenuhnya dari risiko terjangkit COVID-19. Oleh karena itu, regulasi protokol pascavaksinasi harus tetap dilakukan.

Dr. apt. Berna Elya, M,Si. memaparkan bahwa selain vaksin penggunaan obat tradisional atau herbal ternyata juga mampu meningkatkan daya tahan, mencegah terjadinya penyakit, penyembuhan atau pemulihan kesehatan, dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien COVID-19.

Bahkan Wolrd Health Organization (WHO) juga merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk herbal untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat terutama untuk penyakit kronis, degeneratif, dan kanker.

Obat tradisional atau herbal sendiri dapat didefinisikan sebagai ramuan atau olahan bahan alami baik tumbuhan, hewan, atau campurannya yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan.

Obat tradisional dapat digolongkan ke dalam tiga golongan. Jika obat tersebut hanya berdasarkan pada data empiris maka digolongkan sebagai jamu. Kemudian jika telah dilakukan uji praklinik maka digolongkan sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT) dan jika telah dilakukan uji klinik maka disebut sebagai fitofarmaka.

Salah satu herbal yang telah dapat digunakan untuk penanganan COVID-19 adalah sambiloto. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sambiloto terbukti dapat menghambat aktivitas protease dari virus COVID-19.

Selain sambiloto, herbal lain yang dapat bermanfaat untuk penyembuhan COVID-19 adalah kunyit, jambu biji, dan meniran.

Baca juga: Satgas COVID-19 Garut sosialisasikan manfaat vaksin

Baca juga: Data terkini, WHO sebut manfaat AstraZeneca lebih besar ketimbang risikonya

Baca juga: Wagub Jabar tegaskan masyarakat tidak usah ragukan manfaat vaksin COVID-19

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021