Bandung, 30/4 (ANTARA) - Banyaknya anggapan bahwa perempuan itu kaum lemah, sering ditindas oleh laki-laki, dan juga dinomorduakan, mengakibatkan konsep feminisme semakin berkembang sehingga dpat membangun kesetaraan gender.
Sekretaris Puslitbang Gender dan Anak Universitas Padjadjaran Bandung, Antik Bintari SIP MT, dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Bandung, Sabtu, mengatakan feminisme memang muncul karena diawali adanya keinginan dari kaum perempuan untuk menjadi sama, bahkan menjadi superior dari laki-laki, namun apakah benar gerakan feminisme dapat dijadikan solusi untuk menyelesaikan masalah perempuan.
Dalam diskusi "Perempuan dari Titik Nol, Telaah Kritis Feminisme dalam Perspektif Islam" yang diselenggarakan Keputrian DKM Unpad, dia mengatakan yang seharusnya terjadi bukan tuntutan perempuan untuk menjadi sama atau bahkan superior dengan laki-laki, melainkan kesetaraan.
"Setara itu lebih ke arah 'partnership' dan proporsional. 'Fairness' itu berarti proporsional. 'Fair' itu bukan berarti sama," jelas Antik.
Antik mengatakan, gerakan radikal yang muncul dari gerakan feminisme dilakukan untuk meruntuhkan "kerajaan laki-laki", padahal yang seharusnya muncul adalah konsep pemberdayaan perempuan.
"Pemberdayaan perempuan itu lebih kepada bagaimana perempuan maju sesuai dengan kapasitas dan porsinya," jelas staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpad itu.
Dia mengungkapkan, banyak hal yang dapat dilakukan oleh perempuan tanpa melampaui porsi laki-laki, perempuan juga dapat berkontribusi positif dalam kehidupan sosial, dan juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri. "Hal yang terpenting adalah adanya harmonisasi peran antara laki-laki dan perempuan," tukasnya.
Pembicara lain, Ummu Salamah menyayangkan adanya tuduhan pada agama Islam mengenai tertindasnya kaum perempuan. "Menurut aturan dalam Islam justru telah mengatur segala hal agar tetap harmonis, termasuk hubungan antara laki-laki dan perempuan. Islam telah memberikan porsi yang tepat, tidak semata-mata pemberdayaan yang kebablasan," paparnya mubalighoh itu.
Menurut dia, posisi perempuan sudah mulia, laki-laki dan perempuan sama-sama hamba Allah. "Adanya perbedaan itu untuk keharmonisan. Segala bentuk ketertindasan adalah produk dari aturan yang tidak manusiawi," ungkap Ummu.
Dengan demikian, kata Ummu, permasalahan bukan ada pada perempuan, tapi ada pada aturan yang dibuat oleh manusia, oleh karena itu perlu adanya perubahan sistem untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang juga memajukan kaum perempuan.
Menurut dia, apabila masih ada laki-laki yang merendahkan kaum perempuan, maka yang seharusnya dilakukan adalah dengan menunjukkan bahwa kaum perempuan memang patut untuk dihargai. "Jika perempuan tidak ingin direndahkan oleh laki-laki, maka tunjukkanlah pola pikir kita yang positif, tunjukkan bahwa kita memang patut untuk dihargai," tandas Ummu. ***4***
Yuniadi F
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011
Sekretaris Puslitbang Gender dan Anak Universitas Padjadjaran Bandung, Antik Bintari SIP MT, dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Bandung, Sabtu, mengatakan feminisme memang muncul karena diawali adanya keinginan dari kaum perempuan untuk menjadi sama, bahkan menjadi superior dari laki-laki, namun apakah benar gerakan feminisme dapat dijadikan solusi untuk menyelesaikan masalah perempuan.
Dalam diskusi "Perempuan dari Titik Nol, Telaah Kritis Feminisme dalam Perspektif Islam" yang diselenggarakan Keputrian DKM Unpad, dia mengatakan yang seharusnya terjadi bukan tuntutan perempuan untuk menjadi sama atau bahkan superior dengan laki-laki, melainkan kesetaraan.
"Setara itu lebih ke arah 'partnership' dan proporsional. 'Fairness' itu berarti proporsional. 'Fair' itu bukan berarti sama," jelas Antik.
Antik mengatakan, gerakan radikal yang muncul dari gerakan feminisme dilakukan untuk meruntuhkan "kerajaan laki-laki", padahal yang seharusnya muncul adalah konsep pemberdayaan perempuan.
"Pemberdayaan perempuan itu lebih kepada bagaimana perempuan maju sesuai dengan kapasitas dan porsinya," jelas staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpad itu.
Dia mengungkapkan, banyak hal yang dapat dilakukan oleh perempuan tanpa melampaui porsi laki-laki, perempuan juga dapat berkontribusi positif dalam kehidupan sosial, dan juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri. "Hal yang terpenting adalah adanya harmonisasi peran antara laki-laki dan perempuan," tukasnya.
Pembicara lain, Ummu Salamah menyayangkan adanya tuduhan pada agama Islam mengenai tertindasnya kaum perempuan. "Menurut aturan dalam Islam justru telah mengatur segala hal agar tetap harmonis, termasuk hubungan antara laki-laki dan perempuan. Islam telah memberikan porsi yang tepat, tidak semata-mata pemberdayaan yang kebablasan," paparnya mubalighoh itu.
Menurut dia, posisi perempuan sudah mulia, laki-laki dan perempuan sama-sama hamba Allah. "Adanya perbedaan itu untuk keharmonisan. Segala bentuk ketertindasan adalah produk dari aturan yang tidak manusiawi," ungkap Ummu.
Dengan demikian, kata Ummu, permasalahan bukan ada pada perempuan, tapi ada pada aturan yang dibuat oleh manusia, oleh karena itu perlu adanya perubahan sistem untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang juga memajukan kaum perempuan.
Menurut dia, apabila masih ada laki-laki yang merendahkan kaum perempuan, maka yang seharusnya dilakukan adalah dengan menunjukkan bahwa kaum perempuan memang patut untuk dihargai. "Jika perempuan tidak ingin direndahkan oleh laki-laki, maka tunjukkanlah pola pikir kita yang positif, tunjukkan bahwa kita memang patut untuk dihargai," tandas Ummu. ***4***
Yuniadi F
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011