Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menyampaikan usulan kepada Komite IV DPD RI soal pengaturan pajak dan retribusi daerah sebagai masukan pada Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) yang sedang dibahas di DPR RI.

Usulan tersebut disampaikan Ketua Dewan Pengurus Apeksi Bima Arya pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komite IV DPD RI secara virtual, yang dikutip dari pernyataan tertulisnya, Rabu.

Menurut Bima Arya, usulan soal pengaturan pajak dan retribusi daerah ini merupakan kompilasi masukan dari seluruh anggota Apeksi yang sebelumnya telah digali dan berproses cukup lama.

Persoalan utama di daerah, kata dia, adalah bagaimana memaksimalkan penerimaan daerah. "Selama ini, daerah kesulitan memastikan jumlah penerimaan pajak yang masuk dari wajib pajak ke kas daerah, agar tidak ada kebocoran," katanya.

Menurut Bima Arya, Apeksi mengusulkan perlunya ada aturan perundang-undangan yang mengatur agar memungkinkan dilakukannya pertukaran data antara kementerian keuangan dengan masing-masing pemerintah daerah, terkait wajib pajak.

Aturan perundang-undangan itu juga mengatur adanya mekanisme yang memungkinkan jumlah pajak yang dibayarkan oleh konsumen langsung ke kas daerah.

"Jadi, tidak dilakukan self assessment oleh wajib pajak, untuk meminimalisir terjadinya kebocoran. Jika ini bisa dilakukan dapat meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah),” kata wali kota Bogor ini.

Apeksi juga mengusulkan, agar kepemilikan, penguasaan, atau pemanfaatan atas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang digunakan untuk pelayanan publik dan kegiatan sosial atau objek P2 agar tidak dikenakan PBB-P2.

Menurut Bima, karena hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan ada realita yang harus disesuaikan yang tidak dibuatkan oleh wajib pajak.

APEKSI sepakat dengan RUU HKPD tersebut untuk menambahkan jenis pajak baru bagi pemerintah kabupaten/kota, yaitu PKB dan BBNKB sehingga diharapkan bisa memperkuat kapasitas fiskal pemda serta pajak terutang atas PKB dan BBNKB dapat berkurang.

Untuk pajak kendaraan bermotor, Apeksi memberikan saran agar dapat menjadi objek pajak kabupaten/kota. Pertimbangannya, efisiensi pada pemungutannya karena jika provinsi yang memungut harus menempatkan staf di kabupaten atau kota, sehingga menimbulkan biaya operasi yang lebih besar lagi.

Untuk mutasi kepemilikan kendaraan bermotor, kata dia, diusulkan adanya pengaturan yang memungkinkan melakukan mutasi kendaraannya di kota/kabupaten di mana kendaraan tersebut digunakan. Ini dikarenakan adanya eksternalitas atas kendaraan bermotor menjadi tanggung jawab kota dan kabupaten.

"Pengawasan dan penegakan hukum untuk hal di atas, akan lebih mudah jika dilakukan kota atau kabupaten setempat,” katanya.

Kemudian, untuk bagi hasil pajak provinsi, Bima Arya menyampaikan Apeksi juga sepakat dengan pengaturan bagi hasil pajak provinsi yang diformulasikan dalam RUU HKPD ini. "Dalam Pasal 25 perlu ditambah ayat yang mengatur mekanisme penyaluran bagi hasil pajak tersebut," katanya.

Pengaturan mekanisme itu, kata dia, agar termin, penjadwalan, teknis, dan mekanisme penyaluran pajak tadi menjadi lebih jelas dan sesuai dengan siklus penganggaran di daerah. "Ini agar pemerintah provinsi di seluruh Indonesia mengatur secara seragam terkait penyaluran hasil pajak provinsi," katanya.

Baca juga: Ketua Apeksi ingatkan potensi gejolak sosial di masyarakat bawah

Baca juga: Apeksi bahas kendala vaksinasi COVID-19

Baca juga: Apeksi kawal target pemerintah wujudkan pertumbuhan ekonomi

Pewarta: Riza Harahap

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021