Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya mengingatkan semua pemerintah kota mengantisipasi potensi gejolak sosial di masyarakat bawah yang terdampak --secara ekonomi-- pembatasan aktivitas warga karena pandemi COVID-19.
"Harus hati-hati dan juga fokus membangun harmoni di masyarakat bawah. Jangan hanya fokus pada protokol kesehatan, tapi mengabaikan aspek sosial ekonominya. Ini harus menjadi perhatian bersama," katanya saat memimpin rapat Dewan Pengurus Apeksi secara virtual dari Balai Kota Bogor, Senin.
Menurut dia, masyarakat bawah yang kehilangan pekerjaan, tidak bisa bekerja, atau penghasilannya menurun drastis, harus mendapat perhatian dan diberikan bantuan.
Ia juga mengingatkan pemerintah kota di seluruh Indonesia untuk memperhatikan dampak psikologis pada anak-anak terdampak COVID-19.
"Pada prinsipnya, saya mengimbau seluruh pemerintah kota, untuk memberikan perhatian pada aspek psikologis anak-anak tersebut," katanya.
Dia mengatakan pandemi COVID-19 membuat ada keluarga yang ayah atau ibunya meninggal dunia, bahkan ada ayah dan ibunya meninggal dunia, meninggalkan anak-anaknya.
"Anak-anak yang masih membutuhkan biaya dan perhatian itu, kehilangan orang tuanya yang menjadi tulang punggung keluarga. Tentunya, secara psikologis juga mengalami guncangan," kata Bima Arya yang juga Wali Kota Bogor itu.
Di Kota Bogor, katanya, pemerintah kota mendata anak-anak yang kehilangan orang tua seperti itu dan memberikan bantuan. Sekitar 300 anak yatim dan piatu di daerah itu. Mereka terguncang bukan saja secara dampak ekonomi tetapi juga psikis dan sosial.
"Kondisi seperti ini sering luput dari perhatian," katanya.
Perhatian dalam bentuk bantuan paket sembako, menurut dia, belum cukup untuk membantu anak-anak tersebut, karena kebutuhan mereka berupa pendidikan, kesehatan, bimbingan dan konseling, sehingga diperlukan gerakan yang sistematis.
Ia juga mengatakan Satgas Penanganan COVID-19 Kota Bogor membuka Posko Logistik Darurat, sejak diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 3 Juli lalu.
Melalui Posko Logistik Darurat tersebut, satgas menggalang bantuan dari para donator, baik lembaga pemerintah, BUMN, perusahaan swasta, komunitas, maupun perorangan.
Bantuan dari donatur, antara lain paket sembako, bahan makanan, obat-obatan, masker, dan peti jenazah. Berbagai bantuan itu kemudian didistribusikan kepada warga yang membutuhkan, yakni warga terpapar dan terdampak COVID-19.
Dia juga mengaku menggalang bantuan dari aparatur sipil negara (ASN) di Kota Bogor untuk menyisihkan sebagian gajinya, membantu pelaku usaha mikro dan warga terdampak.
"Saya mengusulkan, dana yang digalang oleh ASN Kota Bogor juga disisihkan untuk membantu anak-anak yatim piatu," katanya.
Baca juga: Program kartu prakerja kurangi dampak kesehatan mental efek pandemi
Baca juga: PAD pariwisata di Bandung Barat turun 50 persen dampak pandemi
Baca juga: Akademisi UI sebut "keletihan sosial" membuat masyarakat kurang responsif
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Harus hati-hati dan juga fokus membangun harmoni di masyarakat bawah. Jangan hanya fokus pada protokol kesehatan, tapi mengabaikan aspek sosial ekonominya. Ini harus menjadi perhatian bersama," katanya saat memimpin rapat Dewan Pengurus Apeksi secara virtual dari Balai Kota Bogor, Senin.
Menurut dia, masyarakat bawah yang kehilangan pekerjaan, tidak bisa bekerja, atau penghasilannya menurun drastis, harus mendapat perhatian dan diberikan bantuan.
Ia juga mengingatkan pemerintah kota di seluruh Indonesia untuk memperhatikan dampak psikologis pada anak-anak terdampak COVID-19.
"Pada prinsipnya, saya mengimbau seluruh pemerintah kota, untuk memberikan perhatian pada aspek psikologis anak-anak tersebut," katanya.
Dia mengatakan pandemi COVID-19 membuat ada keluarga yang ayah atau ibunya meninggal dunia, bahkan ada ayah dan ibunya meninggal dunia, meninggalkan anak-anaknya.
"Anak-anak yang masih membutuhkan biaya dan perhatian itu, kehilangan orang tuanya yang menjadi tulang punggung keluarga. Tentunya, secara psikologis juga mengalami guncangan," kata Bima Arya yang juga Wali Kota Bogor itu.
Di Kota Bogor, katanya, pemerintah kota mendata anak-anak yang kehilangan orang tua seperti itu dan memberikan bantuan. Sekitar 300 anak yatim dan piatu di daerah itu. Mereka terguncang bukan saja secara dampak ekonomi tetapi juga psikis dan sosial.
"Kondisi seperti ini sering luput dari perhatian," katanya.
Perhatian dalam bentuk bantuan paket sembako, menurut dia, belum cukup untuk membantu anak-anak tersebut, karena kebutuhan mereka berupa pendidikan, kesehatan, bimbingan dan konseling, sehingga diperlukan gerakan yang sistematis.
Ia juga mengatakan Satgas Penanganan COVID-19 Kota Bogor membuka Posko Logistik Darurat, sejak diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 3 Juli lalu.
Melalui Posko Logistik Darurat tersebut, satgas menggalang bantuan dari para donator, baik lembaga pemerintah, BUMN, perusahaan swasta, komunitas, maupun perorangan.
Bantuan dari donatur, antara lain paket sembako, bahan makanan, obat-obatan, masker, dan peti jenazah. Berbagai bantuan itu kemudian didistribusikan kepada warga yang membutuhkan, yakni warga terpapar dan terdampak COVID-19.
Dia juga mengaku menggalang bantuan dari aparatur sipil negara (ASN) di Kota Bogor untuk menyisihkan sebagian gajinya, membantu pelaku usaha mikro dan warga terdampak.
"Saya mengusulkan, dana yang digalang oleh ASN Kota Bogor juga disisihkan untuk membantu anak-anak yatim piatu," katanya.
Baca juga: Program kartu prakerja kurangi dampak kesehatan mental efek pandemi
Baca juga: PAD pariwisata di Bandung Barat turun 50 persen dampak pandemi
Baca juga: Akademisi UI sebut "keletihan sosial" membuat masyarakat kurang responsif
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021